Sejarah

Sidang pleno ke-29 Dewan Pers di Denpasar, Bali, pada 17-19 Juli 1987 mengambil keputusan yang sangat signifikan. Sidang menekankan perlunya mendirikan pusat pendidikan pers. Untuk merealisasikan hal itu Dewan Pers menugasi Jakob Oetama, Dja’far H. Assegaff, dan Zulharmans. Ketiganya bersama anggota Dewan Pers yang lain lalu membentuk Yayasan Pers Dr. Soetomo pada 5 Februari 1988.

Pengurus pertama yayasan terdiri atas: Harmoko, Burhanuddin Muhammad Diah (1917-1996), Zulharmans (1933-1992), Dja’far H. Assegaff, Jakob Oetama, Moerdiono, Profesor Fuad Hassan (1929 – 2007), Soedwikatmono, Kartini Muljadi, Toety Azis (1925-1999), L.E. Manuhua (1925-2003), Atang Ruswita (1933-2003), Sabam Siagian, dan Goenawan Mohamad.

Yayasan mendirikan Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) pada 23 Juli 1988 di Jakarta. Peresmian LPDS menjadi amat berkesan dengan orasi budayawan Dr. Soedjatmoko (1922-1989), mantan Rektor Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Tokyo.

Yayasan dan lembaga menggunakan nama Dr. Soetomo untuk menghormati salah seorang perintis gerakan kebangsaan Indonesia. Tahun 1908 Soetomo, seorang mahasiswa kedokteran, ikut mendirikan Boedi Oetomo. Soetomo kemudian lebih banyak bergerak di bidang pendidikan dan jurnalistik. Ia menerbitkan jurnal Soeloeh Indonesia di Surabaya (1925), majalah mingguan Soeloeh Rakjat Indonesia dan harian Soeara Oemoem (1930) yang berhasil menjadi salah satu surat kabar utama di Surabaya dan Penyebar Semangat (1930), majalah berbahasa Jawa yang tetap eksis sampai sekarang.

Dengan mengibarkan nama Dr. Soetomo, LPDS mengemban tiga tugas pokok, yaitu:

  1. Menyelenggarakan pendidikan di bidang jurnalistik dan manajemen pers.
  2. Menyelenggarakan pendidikan di bidang lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan sarana komunikasi yang baik.
  3. Mengadakan pengkajian, penelitian, pusat dokumentasi, dan pengembangan ilmu jurnalistik.

Jabatan Direktur LPDS pertama dipercayakan kepada Djafar H. Assegaff. Namun, pada tahun 1994 ia diangkat menjadi duta besar Indonesia di Vietnam. Oleh karena itu, jabatan Direktur LPDS dirangkap oleh Ketua Harian Yayasan, Jakob Oetama, pemimpin Grup Kompas-Gramedia. Untuk melaksanakan tugas sehari-hari Jakob Oetama mengangkat Atmakusumah Astraatmadja sebagai Direktur Eksekutif LPDS (Atmakusumah adalah penerima hadiah Magsaysay tahun 2000 dan mantan Ketua Dewan Pers). Mulai 1 September 2002 Atmakusumah digantikan oleh Tribuana Said, Journalism Fellow University of Michigan (1973-1974).

Tahun 2008 Yayasan Pers Dr. Soetomo berganti nama menjadi Yayasan Pendidikan Multimedia Adinegoro (YPMA), yang tetap menaungi LPDS. Pimpinan YPMA terdiri atas: Ketua Dewan Pembina, Jakob Oetama, Ketua Dewan Pengawas, Tribuana Said, dan Ketua Pengurus, Bambang Harymurti.

Yayasan mencantumkan nama Adinegoro sebagai penghormatan atas jasa salah seorang di antara sebelas tokoh perintis pers Indonesia tersebut. Adik pakar hukum dan sastrawan Moh. Yamin itu dilahirkan di Talawi, Sumatera Barat, pada 14 Agustus 1904 dan wafat di Jakarta 8 Januari 1967. Adinegoro yang bernama asli Djamaluddin gelar Datuk Madjo Sutan itu gigih memperjuangkan pendidikan bagi insan pers. Ia mengenyam pendidikan kewartawanan di Munchen (Jerman) dan Amsterdam (Belanda). Sekembali di Tanah Air antara lain ia memimpin majalah Panji Poestaka, kemudian memimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan.

Adinegoro juga ikut mendirikan Perguruan Tinggi Publisistik di Jakarta dan Fakultas Publisistik dan Jurnalistik Universitas Padjadjaran Bandung. Tahun 1951 ia mengambil-alih pimpinan bekas kantor berita Belanda Aneta yang namanya diganti Pers Biro Indonesia Aneta (PIA), yang pada 1962 oleh Presiden Soekarno digabung menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA.

Yayasan Pendidikan Multimedia Adinegoro, pada 20 Oktober 2008 mengangkat Priyambodo RH menjadi Direktur Eksekutif LPDS menggantikan Tribuana Said. Priyambodo RH adalah alumnus International Institute for Journalism di Berlin, Jerman, 1995, wartawan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, Kepala LKBN ANTARA Biro Eropa di Lisabon (Portugal) dan Brussels (Belgia) pada 1998-2001, Ketua Bidang Multimedia Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat periode 2008-2013.*

—————————————————————————————-

BRIEF HISTORY

The 29th plenary session of the Press Council in Denpasar, Bali, July 17-19 1987, made a significant decision. The session underscored the need to establish a press education center. To realise this intent, the Press Council assigned Jakob Oetama, Dja’far H. Assegaff and Zulharmans. Together wth other members of the Press Council, the three established the Dr. Soetomo Press Foundation on February 5 1988.

The first executive board of the foundation consisted of: Harmoko, Burhanuddin Muhammad Diah (1917-1996), Zulharmans (1933-1992), Dja’far H. Assegaff, Jakob Oetama, Moerdiono, Prof. Fuad Hassan (1929-2007), Soedwikatmono, Kartini Muljadi, Toety Azis (1925-1999), L.E. Manuhua (1925-2003) , Atang Ruswita (1933-2003), Sabam Siagian and Goenawan Mohamad.

The foundation established the Dr. Soetomo Press Institite (Lembaga Pers Dr. Soetomo, LPDS) on July 23 1988 in Jakarta. The launch of the LPDS became memorable with the oration of Dr. Soedjatmoko (1922-1989), the man of letters and past rector of the United Nations University in Tokyo, Japan.

The foundation and the institute chose the name of Dr. Soetomo (1888-1938) to honor a pioneer of Indonesia’s national movement. In 1908 Soetomo, then a medical student, co-founded the Boedi Oetomo (Noble Endeavor), an organization that opened schools in Java. Soetomo later became more active in education and journalism. In 1925 he published the Soeloeh Indonesia (Torch of Indonesia), a magazine in Dutch based in Surabaya to further the cause for independence from the Netherlands. Dr. Soetomo later published the Soeloeh Rakjat Indonesia (Torch of the People of Indonesia) weekly magazine that later converted to the Soeara Oemoem (Voice of the Public) daily in 1930. Also in the same year, he published the Javanese-language magazine Panjebar Semangat that is still in print today.

In revering the name of Dr. Soetomo, the LPDS executes three tasks:

  1. Conduct education in journalism and press management
  2. Organize education in other fields related to good practices of communication
  3. Undertake studies, research, a documentation center, and journalism enhancement.

The office of LPDS director was first entrusted to Dja’far H. Assegaff. In 1994, however, the government of Indonesia appointed him ambassador to Viet Nam. The office of LPDS director was concurrently taken up by the chair-in-charge of the foundation, Jakob Oetama, chief executive officer of the Kompas-Gramedia Group. For day-to-day duties, Jakob Oetama appointed Atmakusumah Astraatmadja as LPDS executive director (Atmakusumah is recipient of the 2000 Magsaysay Award and past chair of the Press Council). On Sept 1 2002 Atmakusumah was succeeded by Tribuana Said, journalism fellow at the University of Michigan (1973-1974).

In 2008 the Dr. Soetomo Press Foundation changed its name to the Adinegoro Multimedia Education Foundation (Yayasan Pendidikan Multimedia Adinegoro, YPMA), that still places the LPDS under its aegis. The management of the YPMA consists of  Chair of the Board of Patrons Jakob Oetama, Oversight Board Chair Tribuana Said, and Executive Board Chair Bambang Harymurti.

The foundation adopts the name Adinegoro in veneration of the service of one among 11 pioneers of the press in Indonesia.  Adinegoro is the younger brother of the law affairs authority and man of letters Muhammad Yamin. He was born in Talawi, West Sumatra, August 14 1904 and died in Jakarta January 8 1967. Adinegoro, whose original name was Djamaluddin gelar Datuk Madjo Sutan, was a steadfast proponent in education for members of the press. He studied journalism in Munich, Germany, and Amsterdam in the Nerherlands. On his return to Indonesia, he led the Pandji Poestaka magazine and managed the Pewarta Deli newspaper in Medan.

Adinegoro also co-founded the Communication Institute (Perguruan Tinggi Publisistik, PTP) in Jakarta and the School of Communication and Journalism, University of Padjadjaran, Bandung. In 1951 he took over the management the former Dutch news agency Aneta whose name was changed to the Pers Biro Indonesia Aneta (PIA). In 1962 President Soekarno merged PIA with the national news agency ANTARA.

On October  20 2008 the Adinegoro Multimedia Education Foundation apppointed Priyambodo R.H. as LPDS executive director to take the place of Tribuana Said. Priyambodo R.H. is a 1995 alumnus of the International Institute for Journalism in Berlin, Germany, reporter of the ANTARA national news agency, ANTARA bureau chief in Lisbon, Portugal, and in Brussels, Belgium, 1998-2001, and chief of the multimedia division of the Indonesian Journalists Association (PWI), central board, 2008-2013.*