UU ITE Mempertegas Perlindungan bagi Korban

(Sumber: mahkamahkonstitusi)

Jakarta – MK menggelar sidang lanjutan uji materi Pasal 27 ayat (3) UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), di ruang sidang pleno gedung MK, Kamis Sore (18/3). Agenda sidang kali ini mendengarkan saksi, ahli pemohon dan pemerintah.

Iwan Piliang selaku Pemohon Perkara No. 50/PUU-VII/2008 dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) selaku Pemohon Perkara No. 2/PUU-II/2009 mendatangkan tiga ahli yakni Prof. Soetandyo Wignosoebroto, ahli linguistik Dede Oetomo dan Ahli Hukum Teknik Informasi Ronny Wuisan. Sedangkan Pemerintah mendatangkan ahli Hukum Pidana Mudzakkir. Untuk saksi, pemerintah mendatangkan Arief Muliawan dari Kejaksaan Agung, Sarah dan Rahma Azhari sebagai korban pencemaran nama baik melalui internet (informasi elektronik).

Para Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/Atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” merupakan pasal yang multi tafsir. Dengan demikian, Pasal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, apakah yang dimaksud penyebaran informasi itu adalah pernyataan pendapat, kritik atau bahkan penghinaan terhadap Presiden atau pejabat publik.

Rony Wuisan menerangkan bahwa Pasal 27 ayat (3) sudah terangkum dalam KUHP terutama pada pasal-pasal penghinaan, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam UU ITE. “Jadi tidak ada yang baru dalam pasal tersebut. Sebenarnya kita bisa menggunakan pasal dalam KUHP. Selain itu, dalam pasal tersebut ada persolan yang kabur tentang ketidakjelasan penggolongan penghinaan,” katanya.

Konteks untuk frasa mendistribusikan, tambah Rony, apakah yang melalui jalur offline (tangan) atau online melalui internet. “Ketidakpastian hukum ini akan menimbulkan diskriminasi apabila penyebaran secara online saja yang dikenakan sanksi pidana,” lanjutnya.

Senada dengan Rony, Soetandyo juga menyebutkan dampak ketidakpastian hukum pasal a quo yang menurutnya justru menjadi tidak jelas apabila diterapkan. “Orang yang terkena sanksi bisa orang pertama yang membuat, sementara itu orang lain yang mengubahnya tidak terkena sanksi,” kata guru besar FISIP Unair tersebut.

Berbeda dengan keterangan yang diberikan oleh Mudzakkir, ahli dari pemerintah, bahwa ketentuan hukum pidana yang terkait dengan UU ITE semakin mempertegas kepastian hukum bagi pelaku pencemaran nama baik melalui informasi elektronik.

Begitu juga dengan keterangan para saksi pemerintah dari Kejaksaan Agung yang mendukung pernyataan tersebut. UU ITE sangat diperlukan dalam hal penyidikan karena dapat melindungi korban yang dirugikan. Orang yang men-download dan menyimpan saja tidak akan dikenai jeratan sanksi pidana. Jadi, orang yang menyebarluaskannya dan mendistribusikan yang akan dikenai sanksi pidana. “Menurut saya, UU ini sangat melindungi seseorang dari kejahatan dan pencemaran nama baik melalui media informasi elektronik. Jaksa akan bisa menjerat pelaku tindak pidana tersebut melalui UU ini,” terang Arief Muliawan dari Kejaksaan Agung.

Duo Azhari (Rahma dan Sarah) yang didatangkan pemerintah memberikan kesaksian bahwa mereka pernah menjadi korban pencemaran nama baik di internet. “Saya pernah membuka internet dan di situ ada nama saya dicemarkan. Bahkan, dahulu ada kamera tersembunyi yang menampilkan video saya dalam suatu casting dan sampai sekarang masih beredar di internet,” jelasnya.

Sarah ingin mengadukan hal itu karena tersebar sampai luar negeri, namun tidak tahu bagaimana caranya supaya gambar itu hilang dari peredaran di internet.

Sementara itu, Rahma Azhari mengaku kalau dirinya juga mengalami hal serupa di internet. Dia merasa dirugikan dengan pencemaran nama baik di internet yang menimbulkan konsekuensi berupa kerugian psikis dan materi. �Saya sebagai single parent malu dengan itu semua apabila anak saya mempertanyakannya. Hal itu juga berpengaruh terhadap dunia kerja saya selama ini,� tuturnya.

Setelah mendengarkan keterangan ahli dan saksi, agenda sidang berikutnya ialah pengucapan putusan. (Rojil NBA)

(Sumber: www.mahkamahkonstitusi.go.id / Jumat , 20 Maret 2009)
(Foto: www.detikfinance.com)

Published in Berita LPDS