Mempertajam Naluri Meliput

PERTANYAAN?:
Saya merasa agak bermasalah dalam menjalani tugas sebagai wartawan di salah satu media lokal di Papua Barat. Seperti terasa sulit menangkap isu-isu terkini dan cepat mengembangkannya menjadi berita. Adakah cara dasar agar saya dapat menajamkan naluri itu?

Satu lagi, percaya diri dalam menulis juga menjadi kendala saya. Adakah cara yang langsung ampuh?

Duma T. Sanda
sdhuma@yahoo.co.id

JAWABAN

Tidak mudah untuk dapat menjawab secara memuaskan pertanyaan Anda tentang “upaya menajamkan penciuman berita” dan “upaya memperdalam rasa percaya diri dalam menyusun karya jurnalistik.”

Keduanya amat erat berkaitan dengan kemauan tanpa putus asa dari setiap wartawan secara individual. Kemauan ini tidak hanya dalam upaya untuk terus menulis karya jurnalistik, melainkan juga menelaah sebanyak mungkin bacaan tentang teknik jurnalistik yang disajikan dalam buku-buku panduan. Buku-buku ini, umpamanya, yang diterbitkan oleh Lembaga Pers Dr. Soetomo dan penerbit-penerbit lain.

Instink “mencium berita” akan semakin tajam bila wartawan tidak henti-hentinya membuat laporan tentang setiap peristiwa atau masalah yang menjadi pembicaraan banyak orang. Dari cara redaksi memuat laporan wartawan tersebut, lambat laun akan diketahui –laporan seperti apa yang diminati oleh redaksi, dengan mengamati berapa kolom dan seberapa panjang laporan itu dimuat dalam media pers tersebut.

Laporan itu akan semakin menarik, baik bagi redaksi maupun bagi khalayak pembaca, pendengar, dan penonton, apabila bahan laporan itu merupakan masalah atau peristiwa yang diperhatikan atau diperbincangkan oleh publik karena masalah atau peristiwa itu berhubungan dengan kepentingan kehidupan mereka.

Tentang “rasa percaya diri dalam menyusun karya jurnalistik” akan dengan sendirinya berkembang bila wartawan tidak bosan-bosannya mengirimkan atau menyerahkan karya jurnalistik ke redaksi media pers, walaupun sekali-sekali karya itu tidak dapat dimuat. Bila tidak dimuat, sebaiknya ditanyakan kepada redaksi tentang alasan penolakan pemuatan itu sebagai bahan pelajaran untuk memperbaiki mutu karya jurnalistiknya.

Alangkah baiknya jika wartawan juga dari waktu ke waktu “masuk ke ruang kelas” pelatihan jurnalistik praktis, seperti yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) di Jakarta atau LP3Y di Yogyakarta.

Baik pula wartawan mengikuti diskusi dalam seminar atau lokakarya, seperti yang diselenggarakan oleh Dewan Pers, Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBHPers), LPDS, Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), serta media watch, atau organisasi-organisasi wartawan dan perusahaan pers.

Atmakusumah Astraatmadja

 

 

 

 

Published in Atma Menjawab