Anton Moedardo Moeliono

Anton Moedardo Moeliono. Pria Jawa pembaku sekaligus perawat bahasa Indonesia kelahiran Bandung 21 Februari 1929 ini berperan besar menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang maju seperti dikenal sekarang. Pembentukan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu dia awali dengan kelahiran Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) di tahun 1972, dimana suami dari Cecilia Soeparni Josowidagdo, ayah dua orang putri serta kakek empat orang cucu ini, adalah salah satu �bidannya�.

Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) adalah dua buku lain yang turut dia �bidani� untuk semakin memperkukuh eksistensi bahasa Indonesia agar lebih dicintai, dibanggakan, dan disetiai sesuai prinsip trilogi bahasa Indonesia yang dia anut.

Penikmat musik klasik Barat yang juga salah seorang perintis dan pendiri Yayasan Atmajaya ini banyak memasukkan istilah baru untuk semakin memperkaya bahasa Indonesia. Guru besar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FS-UI) dan Unika Atmajaya telah membimbing banyak mahasiswa untuk meraih gelar sarjana, master, hingga doktor bahkan sebagian menjadi pakar di bidang bahasa Indonesia.

Seandainya intensitas penampilannya selama belasan tahun di TVRI satu setengah dekade lalu membawakan acara Pembinaan Bahasa Indonesia setting waktunya diubah menjadi sekarang, saat stasiun televisi swasta mulai marak, maka, bisa dipastikan Anton M Moeliono akan masuk dalam jajaran selebritis terkenal sama seperti para presenter TV lain yang sukses memupuk popularitas.

Namun bisa juga sebaliknya dia akan �tenggelam� mengingat kaum cerdik cendekia dan intelektual hingga pejabat Indonesia masih belum semua peduli menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan betul.

Padahal, menurutnya sebuah bahasa berpeluang menjadi bahasa internasional bukan karena banyaknya penutur melainkan karena kecendekiaan dan kemahiran para penutur itu berbahasa. Bahasa Inggris, kata dia, menjadi bahasa internasional utama karena penuturnya cendekia dan mahir berbahasa sehingga menjadi pelopor ilmu pengehatuan.

Sebagai perawat bahasa Indonesia, Anton M Moeliono dengan sosok tinggi besarnya sangat dikenal luas berkat acara yang dia asuh Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI. Sejak tahun 1973-1977 tak kurang 200 siaran pernah dia selenggarakan. Dia adalah satu dari sedikit pembicara publik pertama dalam sejarah siaran televisi di Indonesia.

Sementara antara tahun 1968-1971 untuk konsumsi media cetak dia mengasuh rubrik Santun Bahasa di harian Kompas, Jakarta sebagai ajang komunikasi timbal balik bagi pembaca suratkabar yang ingin menanyakan ejaan, tata bahasa, istilah, dan saran mengatasinya.

Anton M Moeliono dikenal sebagai pembaku sekaligus perawat bahasa Indonesia in optima forma. Pengenalan itu muncul lantaran Anton begitu gesit menemukan padan kata yang memadai. Entah itu dipungut dari khazanah usang, atau berupa rekacipta untuk setiap istilah asing yang memuat konsep atau makna yang untuk kuping orang Indonesia masih baru. Guru besar emeritus linguistik Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini dijuluki pula sebagai perekayasa istilah.

Anton M Moeliono memberikan sumbangan besar akan kemajuan bahasa Indonesia, terlebih saat memimpin Pusat Bahasa di tahun 1984-1989. Dia adalah salah satu ikon kemajuan bahasa Indonesia bersama sedikit nama lain yang pernah ada. Lahir di Bandung 21 Februari 1929, pemilik nama lengkap Anton Moedardo Moeliono ini pada sisi lain adalah juga salah satu representasi dari jargon �bahasa Indonesia yang baik dan benar� yang sangat populer di zaman Orde Baru.

Sebagai jargon ungkapan itu seringkali dikedepankan manakala ditemukan penutur yang kurang mahfum berbahasa Indonesia. Namun jargon itu akan pula surut tak menampakkan pengaruh manakala kata-kata seperti �penyesuaian harga� dipakai sebagai eufimisme terhadap fenomena kenaikan harga-harga. Bahasa memang lentur untuk dikontruksi, direkonstruksi, maupun didekonstruksi sehingga terkadang ada muatan tertentu di setiap penggunaan bahasa.

Sebagai misal, Indonesianis Bennedict Anderson dari Universitas Cornell, dalam kolomnya di majalah Tempo 6 Januari 2002 lalu menuliskan bahwa di belakang Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang dipaksakan pada bangsa Indonesia oleh �Babe dan para Pudjonggo setianja� itu ada maksud politik jahat. Maksud politik itu, menurut Anderson, mencap semua buku, dokumen, dan majalah dari zaman sebelum Soeharto sebagai barang usang. Otak anggkatan muda dengan begitu dicuci habis-habisan.

Sebagai pembaku bahasa, Anton adalah bidan utama kelahiran Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) tahun 1972, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988), dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988). Ketiga produk itu lahir di masa Orde Baru.

Tegakkan trilogi bahasa Indonesia
Ayah dua orang putri Miriam Dian Pramesti dan Isbia Nilam Paramitadia serta kakek empat orang cucu ini sesungguhnya tidak pernah bermaksud mendalami bahasa Indonesia. Dia, ketika itu secara kebetulan saja membaca iklan beasiswa ikatan dinas masuk ke Fakultas Sastra (FS) Universitas Indonesia (UI) untuk menjadi pegawai bidang bahasa.

Zaman yang menghampiri kehidupannya ikut menentukan perkembangan dan pengembangan diri dia ketika itu. Setelah lulus meraih gelar sarjana bahasa di tahun 1956 dia mengajar sebagai dosen sekaligus menjadi tenaga tidak tetap di Lembaga Bahasa dan Kebudayaan. Dari sanalah kepakaran dia sebagai ahli bahasa mulai berkembang.

Tahun 1965 dia memperoleh gelar Master of Arts in General Linguistic dari Universitas Cornell, Amerika Serikat. Kemudian, di tahun 1970 dia mulai berkenalan dengan kelompok lingusitik Amerika yang mengajarinya perencanaan bahasa. Sejak perkenalan itu dia mulai mengembangkan wawasan bagaimana semestinya bahasa Indonesia diperlakukan. Di tahun 1981 dia berhasil memperoleh gelar doktor Ilmu Sastra Bidang Linguistik FS UI, dan setahun kemudian tepatnya tahun 1982 dia diangkat menjadi guru besar bahasa Indonesia dan lingustik pada FS UI.

Di tahun 1995 Universitas Melbourne Australia pernah menganugerahkan gelar doktor honoris causa Ilmu Sastra kapada dia, pakar bahasa yang telah menghasilkan beberapa karya buku yang sampai saat ini masih digunakan sebagai acuan. Antara lain, buku Santun Bahasa (1984), Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri (1988), dan Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar (1989). Selain itu, aktivis berbagai organisasi terutama bidang kebahasaan ini adalah penyunting beberapa buku mengenai ejaan, pembentukan istilah, dan penyunting penyelia Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi I (1988).

Dosen yang kini mengajar di Unika Atmajaya Jakarta itu tetap ingin menegakkan trilogi bahasa Indonesia. Yakni, aku cinta bahasa Indonesia, aku bangga pada bahasa Indonesia, dan aku setia pada bahasa Indonesia tanpa pernah melakukan selingkuh. Karena itu dia sesungguhnya tidaklah berniat mengajarkan bahasa Indonesia kecuali mengembangkan sikap yang baik terhadap bahasa Indonesia. Trilogi itu sudah dia jalankan untuk pribadi dia sendiri. Yakni, kendati berdarah Jawa dan lahir serta besar di Bandung sehingga bahasa Jawa dan Sunda fasih dia kuasai dengan baik, namun logat dan dialek kedua bahasa itu tidak sedikitpun pernah terlontar dalam setiap tutur katanya.

Rupanya kemahiran berbahasa itu adalah buah kekaguman dia akan keelokan bicara guru bahasa sekolah menengahnya, di Bandung. Anton, yang pada 21 Februari 2004 genap berusia 75 tahun dengan rambut semua sudah memutih adalah penutur bahasa Indonesia yang baik dan betul. Setiap hari Kamis tengah hari dia masih berkesempatan mengisi acara interaktif di RRI seputar bahasa Indonesia.

Untuk mengembangkan sikap yang baik terhadap bahasa Indonesia itu Anton pernah dipercaya memangku jabatan Ketua Program Pascasarjana Ilmu Sastra 1982-1983, Ketua Program Studi Linguistik Pascasarjana 1987-2000, Ketua Jurusan Sastra Germania 1989-1990, dan tahun 1991-1995 merangkap jabatan Ketua Program Studi Sastra Belanda semuanya di almamaternya Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sementara di Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, tercatat dia mengabdi sudah sejak tahun 1960 antara lain pernah sebagai Kepala Bidang Perkamusan, Ketua Komisi Istilah Seksi Linguistik, dan Wakil Ketua Komisi Istilah.

Khusus di bidang perkamusan dan peristilahan pada masanya dia banyak berguru pada WJS Poerwadarminta, yang kebetulan sedang menyusun kamus. �Sehingga, saya kemudian mengembangkan minat dan perhatian pada peristilahan,� tutur pria yang memperkenalkan kata sophisticated dengan kata �canggih� yang lalu banyak digunakan penutur untuk menjelaskan kerumitan teknologi.

Anton yang juga pernah menjadi Ketua Panitia Ejaan Baru dan Ketua Panitia Kerja Sama Kebahasaan itu, memangku jabatan sebagai Kepala Pusat Bahasa pada 1984-1989. Dia juga pernah menjadi Direktur Indonesian Linguistics Development Project (Proyek Kerja Sama Universitas Leiden-Pusat Bahasa) dan menjadi direktur eksekutifnya pada tahun 1990-1992. Sejak 1993 sampai sekarang dia aktif sebagai konsultan bahasa terutama di bidang peristilahan.

Lelaki yang pernah menjadi profesor tamu di Goethe Universitt Frankfurt dan Katholieke Universiteit Brabant Tilburg, itu merasa bersyukur diberi kesempatan mempelajari sembilan bahasa termasuk bahasa etniknya, Jawa dan Sunda.

Anton M Moeliono tercatat sebagai salah seorang perintis dan pendiri Yayasan Atmajaya, sekaligus menjadi anggota yayasan tersebut sejak 1962 hingga 1999. Di kampus itu antara lain dia pernah menjadi Ketua Badan Harian Yayasan Atmajaya, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Dia juga pernah terpilih menjadi Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik serta diangkat sebagai profesor tidak tetap pada Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Program Pendidikan Pascasarjana. Baru sejak tahun 2000 lalu dia menjadi guru besar tetap FKIP Atma Jaya merangkap sebagai Ketua Program Studi Linguistik Terapan.

Sebagai perintis dan pendiri Yayasan Atmajaya, Kampus Semanggi ini turut berbahagia memeriahkan ulang tahun 75 tahun Anton M Moeliono. Kampus di pusat kota Jakarta Jalan Jenderal Sudirman itu antara lain mengadakan seminar internasional sehari mengenai bahasa. Kepada Anton diserahkan buku kenangan. Buku itu adalah festchrift kelima kepada pembaku dan perawat bahasa Indonesia yang telah membimbing 23 promovendi ilmu bahasa dalam 20 tahun terakhir, seperti Harimurti Kridalaksana, Hasan Alwi, dan Dendy Sugono.

Dua buku kenangan itu adalah Bahasawan Cendekia dan Mengiring Rekan Sejati, dipersembahkan oleh UI dan Atmajaya saat merayakan hari lahir ke-65-nya. Dua lagi terbit lima tahun kemudian untuk hari lahir ke-70 yaitu Telaah Bahasa dan Sastra kado Pusat Bahasa, dan Kajian Serba Linguistik hadiah bersama Atmajaya dan BPK Gunung Mulia.

Penggemar musik klasik Barat dan gamelan itu pantas mendapatkan hadiahnya. Gagasan dia mengubah pola pengajaran Jurusan Indonesia Fakultas Sastra UI dari yang bersemangat orientalistik menjadi studi Indonesia, telah melahirkan beberapa nama penting di dunia bahasa seperti MS Hutagalung, Gorys Keraf, dan Lukman Ali. Kerja sama Leiden dengan Pusat Bahasa selama lima tahun ia memimpin lembaga itu berhasil mengucurkan Rp 4 miliar. Hasilnya 44 doktor dan 24 magister ilmu bahasa, 86 terbitan mencakup disertasi dengan yudisium sangat memuaskan.

Suami dari notaris Cecilia Soeparni Josowidagdo dan kakek empat cucu itu di usia tua masih tetap berkantor. Dia, setiap pagi pukul delapan sudah tiba di kantornya di UI, Pusat Bahasa, atau Atmajaya dan meninggalkan tempat itu sekitar pukul enam petang menuju rumahnya di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta. Begitu tiba di rumah, penggemar primadona gamelan, Tjondrolukito, ini tinggal makan, membaca, atau menonton. Dia memiliki koleksi 200-an keping CD, VCD, maupun DVD klasik Barat.

Sepulang misa pagi di hari minggu, misalnya, Anton yang doyan opera La Boheme dan Madam Butterfly ini biasa mendengar dan menonton musik di rumah. “Seharian saya bisa mendengar Andrea Bocelli,” kata Anton yang menyebutkan hidup adalah karunia yang harus dijalani. ►ht (Sumber:www.tokohindonesia.com)

Published in Pengajar