Asal-Usul Nama Tambun Bungai

Laporan Nico Pattipawae, SCTV, Manokwari
Penulis adalah peserta lokakarya Meliput Perubahan Iklim LPDS dengan tugas kunjungan kawasan ke Desa Tumbangnusa, Kalimantan Tengah, Feb 2016

Kalimantan Tengah disebut sebagai bumi Tambun Bungai. Apa artinya?
Tambun Bungai adalah nama dwitunggal pahlawan yang sangat terkenal dalam sejarah suku Dayak Kalimantan, yaitu, si Tambun dan Bungai. Sejarah di tanah Dayak yang bernama Tetek Tatum (ratap tangis sejati) selalu menuturkan cerita kepahlawanan Tambun dan Bungai.

Pada jaman dahulu kala, ada tiga pahlawan Kalimantan. Mereka  bernama Lambung  atau Maharaja Bunu, Lanting atau Maharaja  Sangen, dan Karangkang Amban  Penyang atau Maharaja Sangiang.

Mereka bertiga tinggal dan mendiami lembah sungai Kahayan di tengah-tengah pulau Kalimantan. Hidup mereka dari memungut hasil hutan dan bertani. Adapun si Lambung alias Maharaja Bunu mempunyai 5 anak. Dua diantaranya bernama Tumenggung Sampung dan Tumenggung Saropoi. Tumenggung Sampung yang kawin dengan Nyai Endas, kemudian melahirkan 8 anak. Seorang diantara anak-anaknya itu terkenal gagah berani, yaitu si Bungai. Begitupun juga saudara ayahnya Bungai, Tumenggung Saropoi melahirkan pula satu diantara  anak-anaknya yang bernama si Tambun.

Sejak masa kanak-kanaknya, si Bungai memiliki paras tampan. Tetapi ia juga bersifat berani dan tak mudah berputus asa. Keras kemauan dan besar cita-citanya. Banyak tingkah laku anak ini yang berlainan dari anak-anak biasa.

Oleh karena serba keganjilan itulah maka ibu bapaknya mempunyai kepercayaan bahwa di dalam tubuh si Bungai yang kecil itu pasti ada tersimpan kekuatan gaib dari dewa-dewa. Maka untuk menguji benar tidaknya kepercayaan itu, pernah si Bungai kecil ini digantung ayahnya di puncak kayu yang tinggi di dalam sebuah rimba belantara selama 7 hari 7 malam. Juga ia dibuaikan di sebuah teluk yang dalam airnya selama 7 hari 7 malam pula. Tidak diberi makan minum sedikitpun. Namun si Bungai kecil tetap segar bugar.

Adapun saudara sepupunya yang bernama si Tambun, juga demikian. Kedua anak ini hidup laksana kembar yang tak mau dipisah-pisahkan.

Jika berkelahi seorang, mereka berkelahi keduanya. Jika bersedih hati si Bungai, juga si Tambun ikut berdukacita. Dalam suka duka masa kanak-kanaknya, mereka menemui banyak keanehan dan keganjilan.

Mereka memiliki sifat watak yang cerdas, lemah lembut, peramah, suka menolong sesama, sedikit memerima banyak memberi, cepat kaki ringan tangan, bijaksana, tetapi pantang menyerah untuk membela kebenaran.

Karena itulah ia disayangi dan disegani oleh penduduk daerahnya. Dongeng Tanbun dan Bungai sesuai dengan peribahasa Dayak yang berbunyi Bakena Mamut Menteng  (tampan, sopan santun dan gagah perkasa).

Published in ClimateReporter