(Sumber: Harian Kompas)
Jakarta (Kompas) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan, paham dan pendirian umum mengenai ‘benar atau salah negara saya’ (right or wrong it is my country) yang dianut seluruh rakyat harus membuat seluruh rakyat, terutama pers, tidak membiarkan negara berbuat salah.
‘Karena benar atau salah adalah negara kita, mari kita buat negara kita berbuat benar. Jangan biarkan berbuat salah, bikin benar,’ ujar Presiden dalam peringatan Hari Pers Nasional di Jakarta, Senin (9/2).
Ungkapan itu diambil Presiden dari tulisannya yang diterbitkan pada September 1999 tentang masalah Timor Timur. Menurut dia, dalam posisi dilematis yang kerap dihadapi, seperti ketika menghadapi masalah Timor Timur, right or wrong it is my country dan right is right, wrong is wrong tak perlu didikotomikan.
Sebelum sampai pada pesan agar jangan membiarkan negara berbuat salah, Presiden menceritakan empat kisah mulai dari zaman Konfusius sampai kisah rekaan dalam film Rambo (First Blood). Pesan moralnya ditujukan untuk pers, demokrasi, dan pemilihan umum, yaitu tentang kebenaran kecil, kebenaran besar, dan kecintaan pada negara.
Bagi Presiden, siapa pun anggota legislatif dan presiden yang terpilih dalam Pemilu 2009 adalah kebenaran kecil. Kebenaran besarnya adalah Pemilu 2009 berjalan aman, tertib, jujur, adil, bebas, dan demokratis. Hasil Pemilu 2009 hanya tujuan antara, sementara tujuan utamanya adalah yang terpilih dapat menjalankan kewajibannya memajukan Indonesia.
Sebelum Presiden tampil, Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh memberi sambutan soal jaminan tidak akan adanya pembredelan terhadap media.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Margiono menegaskan, wartawan adalah warga negara biasa yang harus taat hukum dan tidak kebal terhadap tindakan hukum. Penegasan itu disampaikan karena dalam aksi kekerasan di DPRD Sumatera Utara ada tiga wartawan anggota PWI yang terlibat di dalamnya dan saat ini tengah diperiksa polisi.
Medali emas
Dalam peringatan Hari Pers Nasional itu, penghargaan Adinegoro diberikan kepada Muhammad Nur, Spirit Jurnalisme kepada Dahlan Iskan, dan medali emas kepada Tentara Nasional Indonesia serta Yudhoyono.
TNI dan Yudhoyono dinilai sebagai instansi dan tokoh berpengaruh sangat luas untuk bangsa dan negara dan selalu menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ketika bermasalah dengan pemberitaan. TNI sepanjang 2008 dinilai sebagai instansi yang paling banyak menggunakan hak jawab.
Terhadap medali emas yang diberikan oleh Jakob Oetama ini, Yudhoyono mengucapkan terima kasih. ‘Saya ingin menjadi bagian dari makin kuatnya kebebasan pers. Saya akan terus menjadi student of democracy yang baik,’ ujarnya. (INU)
(Kompas, Selasa, 10 Februari 2009)
Published in