Acara Hiburan TV Dinilai Buruk

(Sumber: Harian Koran Tempo)

Televisi seharusnya memasukkan program berkualitas ke jam tayang utama (prime time).

Jakarta � Acara hiburan di televisi dinilai tidak berkualitas. Penilaian itu merupakan hasil survei yang dilakukan oleh Yayasan Science dan Estetika, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Yayasan TIFA, serta Departemen Komunikasi dan Informatika. �Sebanyak 45,8 persen responden menilai acara hiburan sangat buruk, 36,3 persen menilai biasa saja, dan hanya 15,6 persen yang menjawab baik,� kata Deputi Direktur Yayasan Science dan Estetika (SET) Agus Sudibyo kemarin.

Survei ini dilakukan pada Maret dan Oktober 2008 di 11 kota besar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Batam, Pontianak, dan Palembang. Survei semula menyertakan 221 orang, namun hanya jawaban 212 responden yang bisa dianalisis.

Program yang disurvei adalah 15 acara yang menurut AGB-Nielsen Media Research dinyatakan sebagai acara dengan rating tertinggi pada minggu pertama Maret dan Oktober 2008. Ke-15 acara itu meliputi 5 program berita reguler, 5 talk show, dan 5 acara hiburan. Acara-acara ini direkam, digandakan, dan dibagikan kepada semua responden untuk dinilai.

Hasilnya, Liputan 6 Siang SCTV dinilai sebagai program berita paling berkualitas, Kick Andy untuk acara talk show, dan sinetron Para Pencari Tuhan untuk hiburan. Secara umum, Agus menjelaskan, program berita televisi dinilai sangat baik. Alasannya: menambah pengetahuan (85,8 persen), mempunyai fungsi pengawasan (71,2 persen), meningkatkan empati sosial (53,3 persen), meningkatkan daya kritis (52,4 persen), tidak melebihlebihkan fakta (41 persen), memisahkan fakta dengan opini (35,8 persen), dan berpihak pada kepentingan publik (56,6 persen).

Untuk acara hiburan, responden memberi nilai buruk. Alasannya: mengandung kekerasan (63,2 persen), mengandung pornografi (46,2 persen), tidak relevan atau tak bersentuhan dengan kenyataan (61,3 persen), tidak ramah anak (69,3 persen), tidak ramah lingkungan (55,7 persen), bias terhadap gender (57,1 persen), dan tidak berpihak pada kepentingan publik (57,8 persen).

Tayangan hiburan juga dinilai tak memberi contoh perilaku yang baik (61,8 persen). Sayangnya, acara yang dinilai bagus itu tak memiliki rating tinggi. Sejumlah program berita yang dinilai berkualitas hanya memiliki rating 0,9 sampai 1,9 dan share iklan 3,5 sampai 16,8. Padahal rating mempengaruhi iklan.

Pengamat komunikasi politik Effendi Ghazali mengungkapkan, televisi seharusnya mau memindahkan jam tayang program yang tidak berkualitas, dan memasukkan program berkualitas ke jam tayang utama (prime time). REH ATEMALEM SUSANTI

Sumber: Harian Koran Tempo, Kamis, 4 Desember 2008

Published in Berita LPDS