JAKARTA (Waspada): Komisi I DPR RI mendukung kebebasan pers sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi UUD 1945 pasal 28 F. Kebebasan pers juga dinilai sebagai bagian dari perkembangan demokrasi dan semangat reformasi.
“Kebebasan pers sebagai semangat reformasi. Kita punya semangat yang sama dalam kebebasan informasi publik. Saya sebagai anggota DPR mendukung kebebasan pers dari sisi legislasi ataupun peraturan nasional demi terciptanya kemajuan bangsa,” ujar Ketua Komisi I, Kemal Aziz Stamboel dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi I dengan Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di DPR Jakarta, Rabu (25/11).
Roy Suryo (F-PD) menegaskan, tanpa keterbukaan informasi maka pers tidak dapat mencari dan memperoleh informasi yang dibutuhkan masyarakat. Akibatnya pers tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal.
Menyinggung perkembangan dunia pers, Roy melihat adanya campur tangan dari pemilik perusahaan pers yang mempunyai afiliasi kepentingan politik tertentu. “Media yang dilahirkan terlihat condong memihak pada kepentingan pemilik perusahaan media,” katanya.
Sedangkan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Paskalis Kossay menilai pers di Indonesia terlalu bebas. Sebab itu pihaknya meminta Dewan Pers, PWI dan AJI dapat mengatur media yang ada, sebab pers dan rakyat mempunyai peran dalam membangun negara yang kuat.
Dia menyontohkan kasus alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang dengan mudahnya di publikasikan media. Menurutnya, alutsista merupakan kekuatan negara dan bisa menjadikan ukuran bagi negara lain.
Ketua PWI Margiono mengatakan, kebebasan pers perlu dimaknai bahwa organisasi dan perusahaan pers wajib mengembangkan dirinya dan diawaki kalangan profesional. “Masyarakat yang cerdas senantiasa memerlukan pers yang cerdas pula,” kata dia.
Sedangkan AJI merekomendasikan supaya produk perundang-undangan yang mengandung muatan pembatasan mengenai informasi tetap mengacu pada prinsip kebebasan pers dan kebebasan informasi, sebagaimana diatur UUD 1945, konvensi hak sipil dan politik serta UU No. 40/1999 tentang pers dan UU No.14/2008 tentang keterbukaan informasi publik (KIP). Dia juga meminta kepentingan publik diutamakan dalam legislasi terkait informasi. Kepentingan publik merupakan tolok ukur apakah suatu informasi layak dirahasiakan atau tidak. (aya)
Sumber: www.waspadamedan.com
Kamis, 26 November 2009 09:22
Published in