Dukung film The Women from Rote mendapatkan Piala Oscar

Jakarta Pusat – Lembaga Sensor Film (LSF) mengundang berbagai lembaga dan media untuk acara nonton bareng (nobar) film Women from Rote Island karya Jeremias Nyangoen. Acara ini diadakan untuk mendukung perjalanan film tersebut dalam seleksi Oscar 2025, kategori Best International Feature Film. Film yang mengangkat isu kekerasan seksual, diskriminasi gender, dan perdagangan manusia ini berfokus pada kisah Orpa, seorang ibu tunggal yang berjuang melawan stigma sosial di Pulau Rote.

Diskusi sutradara dan pemain The Women from Rote di acara nobar LSF.(Foto Zahrah Alyaa)
Diskusi sutradara dan pemain The Women from Rote di acara nobar LSF.(Foto Zahrah Alyaa)

Acara dibuka oleh Ketua LSF, Dr. Naswardi, MM., ME., yang menyampaikan harapan besarnya. “Harapan mendapat apresiasi yang tinggi dengan adanya nobar, sehingga bisa tetap maju dalam seleksi Oscar,” ucapnya.

Diskusi singkat bersama sutradara dan pemain, dipandu oleh Titin Setiawati, S.IP., M.Ikom, menjadi salah satu sesi menarik. Jeremias menceritakan bagaimana ia terinspirasi untuk membuat film ini. “Kalau ditanya kenapa Rote? Ya enggak mesti Rote. Hanya saja saya diundang ke Rote, lalu saya menjadi tertarik sedikit. Lalu saya lihat akar permasalahan, permasalahannya itu yang tebal sekali di Rote. Lalu saya tarik diri saya mencari data lainnya dari berbagai kota maupun negara seperti Indonesia, India. Masalahnya hampir sama, bentuknya yang berbeda,” jelasnya. Jeremias juga menuturkan bahwa proses penulisan membutuhkan dua tahun, dengan banyak tantangan dalam produksi.

Linda Adoe, pemeran Orpa, mengungkapkan bahwa awalnya ia tidak tertarik mengikuti casting. “Sebetulnya kebetulan sekali, karena awalnya saya tidak tertarik. Memang saya sempat melihat ada dari dinas pariwisata yang opencasting, tapi saat itu saya sama sekali tidak tertarik karena saya pikir dari PH mana yang mau buat film di Rote. Lalu akhirnya saya dicari, disamperin ke rumah. Karena tidak enak, akhirnya saya mengikuti proses beracting-nya,” katanya.

Irma Novita Rihi, yang memerankan Martha, berbagi cerita bagaimana ia akhirnya menerima peran ini. “Kebetulan saya dikenalkan oleh teman saya, salah satu timnya Bapak Jeremias, karena saat itu sudah putus asa dalam mencari pemain dari tokoh Martha ini. Jadi, teman

saya adalah tim Bapak, lalu saya diperkenalkan dengan karakteristik ini (Martha) yang mereka cari. Awalnya saya juga berpikir, ‘kayaknya abal- abal deh, enggak mungkin ada yang mau buat film di NTT. Enggak mungkin ada, tapi mungkin kita jadi ekstra kali ya.’ Akhirnya saya diyakinkan lagi oleh teman saya dan Bapak Jeremias,” jelas Irma.

Adegan pertama dalam film menjadi salah satu momen paling berkesan bagi Irma. Jeremias menjelaskan bahwa pada adegan tersebut, hanya kru penting yang tetap berada di lokasi syuting. “Kami menghormati pekerjaan, tapi kami juga menghormati perempuan, bagaimanapun dia perempuan, begitupun dengan laki-laki” katanya.

Jeremias menutup diskusi dengan menyebutkan pencapaian film ini. “Film ini sudah dapat 30 penghargaan dari luar dan dalam negeri. Bawalah film ini sejauh mungkin untuk bangsa ini,” tutupnya. (Zahrah Alyaa/Mahasiswa magang PNJ)

 

Published in Berita LPDS