Wartawan Harus Waspadai Jebakan Kriminalisasi Pers

SERANG – Pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS), Petrus Suryadi Sutrisno, meminta wartawan mewaspadai upaya-upaya yang dilakukan pihak lain untuk melakukan kriminalisasi pers melalui jebakan-jebakan.

“Pers harus memperhatikan hal-hal penting, seperti membuat berita seakurat mungkin serta melaksanakan UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik secara konsisten dan benar,” kata Petrus di Serang, Rabu (7/7).

Petrus mengatakan, upaya menghindari jebakan-jebakan atau ranjau tersebut adalah dengan melaksanakan kode etik jurnalistik secara konsisten. Kemudian, meminimalisasi kesalahan-kesalahan, karena sangat mungkin hal itu sengaja diciptakan pihak tertentu, dengan tujuan sebagai jebakan yang bisa mengarah pada kriminalisasi pers.

“Wartawan harus memiliki rumus kehati-hatian dalam menyajikan hasil karya jurnalistik,” kata Petrus dalam Lokakarya Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang digelar Dewan Pers dan LPDS di Kota Serang.

Menurut Petrus, pers harus bisa meminimalisasi kesalahan yang dilakukan sendiri, seperti kesalahan nama dan sebagainya. Kemudian, kalau tidak yakin dengan yang ditulis, wartawan juga harus melakukan cek dan ricek, kroscek, dan kauntercek.

Secara tidak sadar, kata Petrus, pers juga bisa saja dimanfaatkan narasumber tertentu untuk menuliskan pemberitaan yang tendensius dan sarat kepentingan. Dengan demikian, pers perlu cermat menilai, mana yang bersifat memenuhi kepentingan publik, dan mana yang merupakan sebuah desain untuk memuluskan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Petrus mengatakan, masyarakat awam saat ini masih ada yang memperkarakan kerja pers ke ranah hukum pidana jika ada kesalahan-kesalahan dalam pemberitaan. Misalnya dengan mengenakan pasal 130 ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik, dan pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.

Padahal, kata Petrus, sengketa pemberitaan yang dilakukan pers, harus lebih mendahulukan UU Pers dan KEJ. Sehingga, hak jawab atau hak koreksi perlu lebih didahulukan.

Tangkap saja
Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, meminta organisasi wartawan di daerah bersama aparat keamanan menangkap wartawan gadungan yang ditemukan sedang melakukan kegiatan yang tidak sesuai KEJ, seperti pemerasan. “Silakan tangkap saja. Jangan dibiarkan berkeliaran karena mengganggu profesi jurnalis,” kata Bagir Manan.

Bagir mengatakan, biasanya di daerah-daerah banyak wartawan yang tak memiliki media jelas berkeliaran ke desa-desa, sekolah-sekolah, dan instansi pemerintah dengan alasan konfirmasi. Namun, ternyata mereka meminta ongkos dan lain-lain, yang terkadang dilakukan dengan cara memeras. “Kasus seperti ini sering terjadi. Saya perintahkan tangkap saja mereka,” kata mantan ketua Mahkamah Agung ini.

Menurut Bagir, wartawan gadungan atau wartawan yang tidak jelas medianya tersebut, sangat mengganggu kerja wartawan yang benar-benar menjalankan kegiatan jurnalistik. Tapi, persoalannya, di era kebebasan pers saat ini, seseorang sangat mudah mendapatkan kartu pers, meskipun mereka tidak memiliki media.

“Organisasi pers di pusat dan daerah agar lebih intensif menghadapi persoalan konkret seperti ini. Kalau ada kesulitan segera lapor ke Dewan Pers,” kata Bagir.

Bagir juga meminta agar aparat penegak hukum dan pihak terkait tidak menerapkan pasal-pasal dalam KHUP kepada jurnalis yang diduga melakukan pelanggaran hukum saat melaksanakan tugas peliputan atau dalam pembuatan berita. antara, ed: harun

Sumber: republika.co.id / Kamis, 08 Juli 2010 pukul 13:16:00
http://republika.co.id:8080/koran/33/114736/Wartawan_Harus_Waspadai_Jebakan_Kriminalisasi_Pers

Published in Berita LPDS