Kompas.com – Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten Masduki, menilai pemberantasan korupsi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama tahun 2005 masih sebatas pidato 35 kali tentang korupsi. SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Red) itu masih pidato soal korupsi dua kali kali seminggu atau dalam setahun ada 35 kali pidato soal itu, tapi dia tidak memiliki kemampuan untuk itu, karena tak didukung kabinet dan departemen, katanya di Surabaya, Rabu (21/12).
Di hadapan belasan jurnalis Surabaya yang mengikuti lokakarya Meliput Pembangunan Berkelanjutan yang digelar Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) dan UNESCO Jakarta itu, Teten mengakui Presiden Susilo memang memiliki komitmen yang tinggi untuk memberantas korupsi. Tapi, komitmen itu masih simbolik. Pemberantasan korupsi itu bukan sekadar penegakan hukum, apalagi orang ditangkap selama ini hanya pecundang politik yang sudah mau pensiun, seperti Said Agil Al Munawar, Bob Hasan, ujarnya.
Menurut anggota Ombudsman Nasional itu, indikator keberhasilan dalam pemberantasan korupsi untuk tahun 2006 harus terlihat pada pelayanan tanpa pungutan, nilai pajak mengalami peningkatan, dan risiko koruptor juga semakin tinggi. Jadi, komitmen dalam pemberantasan korupsi harus sampai pada keberhasilan menggerakkan semua elemen, baik pemerintah, masyarakat, maupun kalangan bisnis, secara maksimum, ujar Teten.
Peraih penghargaan Ramon Magsaysay pada tahun 2005 itu menyatakan pemberantasan korupsi di kalangan pejabat pemerintah harus bersifat reformasi birokrasi dalam bidang perizinan, perpajakan, deregulasi, penghapusan pungutan, dan penegakan hukum. Itu yang banyak dikeluhkan dunia internasional, sehingga jika hal itu dilakukan tentu akan dapat memulihkan perekonomian kita, tutur mantan Kepala Divisi Perburuhan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) pada 1990-2000 itu.
Kepada jurnalis Surabaya, Teten meminta mereka turut mendorong pemberantasan korupsi secara kreatif. APBD merupakan sumber pembangunan yang dapat menjadi bahan peliputan pembangunan berkelanjutan, katanya.
Teten memaparkan, pemantauan APBD dapat dilakukan sejak mulai ada penjaringan aspirasi masyarakat pada setiap bulan Mei-Juli atau penyusunan dan pembahasan di DPRD pada setiap bulan September-Oktober.
Itu dapat dilakukan secara kreatif jika ada topik yang dianggap rawan, karena pemantauan kasus korupsi tidak hanya dapat diungkap dengan memojokkan seseorang, melainkan dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah anggaran dengan fakta dalam bentuk fisik di lapangan, jelasnya.
Sumber: Kompas, Rabu, 21 Desember 2005, 20:44 WIB
Foto: infokorupsi.com
Published in