Dari Lokakarya Meliput Perubahan Iklim (3): Mencegah Kebakaran Hutan itu Lebih Baik

Laporan Veby Rikiyanto, Valoranews, Padang
Penulis adalah peserta lokakarya LPDS Meliput Perubahan Iklim dengan tugas kunjungan kawasan di Kalimanatan Februari 2016

Dimuat Valoranews| Kamis, 14-04-2016 | 10:52 WIB

Sumur bor adalah perangkat mengatasi kebakaran hutan secara efektif di musim kemarau. Menurut pengelola LAHG Krisyoyo, sumur bor ini mampu menghindari areal LAHG dari dampak kebakaran pada 2015 lalu. Foto Veby Rikiyanto/valoranews

VALORAnews
– Pemerintah bukannya tutup mata masalah kebakaran hutan ini. Berbagai aturan telah dibuat seperti Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2007 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan, UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan hingga ancaman pidana penjara yang tinggi. Namun, itu tidak membuat pelakunya jera.

Hutan gambut adalah hutan yang pepohonannya tumbuh di atas lahan gambut. Lahan gambut berasal dari pembusukan atau pelapukan dari akar-akar atau batang pohon yang telah mati sehingga pada saat musim kemarau sangat mudah terbakar.

Ketika terjadi kebakaran hutan pemerintah terkesan lambat melakukan tindakan. Menurut Dharma, dosen Universitas Palangka Raya,  ada  aturan mengenai tanggap darurat. “Menurut aturan itu, keadaan tanggap darurat baru diberlakukan ketika Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) mencapai angka 400. Kalau ISPU sudah mencapai angka tersebut, saya yakin kita sudah babak belur,” ungkap Dharma yang juga sekretaris CIMTROP.

ISPU sendiri adalah ambang batas pencemaran udara. Di negara maju seperti Singapura, angka ISPU 200 sudah masuk kategori darurat.

Selain itu, politik anggaran pemerintah lebih terkesan pada “politik anggaran panik.” Ketika terjadi bencana pemerintah akan menggelontorkan dana besar, yang kadang terkesan sia-sia.

Seperti contoh pada bencana kebakaran hutan dan kabut asap akhir 2015. Ribuan personel TNI dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) maupun Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) dikerahkan. Helikopter pembawa bom air diterbangkan. Bantuan luar negeri masuk. Akhirnya, hujan jualah yang memadamkan.

Sebenarnya, langkah antisipasi jauh lebih efektif dalam mencegah kebakaran hutan. Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah Sipeth Hermanto mencontohkan beberapa kelompok masyarakat di daerahnya. Mereka berhasil mengelola lahan gambut tanpa menimbulkan kebakaran.

“Mereka secara swadaya membuat sumur bor di dalam kawasan perkebunan. Ketika musim kemarau, mereka secara rutin menyiram lahan tersebut, sehingga kondisinya tetap basah. Kalau lahan basah, api tidak akan mudah menyala,” jelas Sipeth.

“Mungkin, dalam hal ini pemerintah pusat dapat mengalokasikan anggaran guna membantu membuat sumur bor di titik-titik yang dianggap rawan kebakaran. Atau membeli helikopter pembawa bom air kemudian ditempatkan di daerah  rawan kebakaran hutan, karena selama ini kita menyewa helikopter kepada negara lain,” tambahnya.

Hal yang sama diungkapkan pengelola Lab Alam Hutan Gambut (LAHG) di Taman Nasional Sebangau. Menurut Krisyoyo, pada saat kebakaran hutan 2015 lalu, mereka membuat Tim Serbu Api (TSA) yang terdiri dari masyarakat sekitar lahan. Mereka bahu-membahu membuat sumur bor di titik-titik rawan.

“Kami membuat 22 sumur bor dan berhasil mencegah api menjalar serta membakar kawasan LAHG,” terangnya.

Menurut dia, langkah antisipasi jauh lebih penting.

“Kami membuat kanal-kanal guna menampung air. Jika musim hujan, maka kanal tersebut akan dipenuhi air. Selain menampung air, kanal tersebut dapat menahan humus tanah tidak hanyut terbawa air sehingga kesuburan tanah dapat terjaga,” terang Krisyoyo tentang manfaat ganda kanal.

Pada saat air meluap, ikan-ikan juga akan masuk ke dalam kanal dan terkurung di sana. Jadi, kanal juga berfungsi sebagai tambak. “Ada keuntungan ganda dari kanal, selain menyimpan air juga berfungsi sebagai penjaga kesuburan tanah,” terang Krisyoyo. (vri)

 

Lokakarya Meliput Perubahan Iklim 2016 diselenggarakan Lembaga Pers Dr Soetomo bekerjasama dengan Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia pada 20-24 Februari 2016 di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Pesertanya adalah utusan dari 10 media terpilih dari seluruh Indonesia. Veby Rikiyanto dari valora.co.id, Padang, salah pesertanya. Tiga tulisan berseri ini merupakan feature interpretatif hasil  kunjungan kawasan.

Published in ClimateReporter