Dulu Wartawan Monitor, Kini Pemilik Warung Sop

SEBUAH  warung sop sederhana dengan dinding dihiasi sejumlah ukiran kayu Jepara. Terletak di sebuah ruas jalan menuju daerah Bendungan Katulampa, Bogor, itulah warung sop milik Gatot Sukoco, mantan wartawan tabloid hiburan Monitor yang juga sarjana filsafat dari Universitas Gajah Mada. Dahulu, tempat ini toko mebel, namun Gatot kini mengalihkannya menjadi warung makan dengan kursi dan meja dengan ukiran khas Jepara. Warung ini menyimpan cerita panjang perjalanan hidup sang empunya.

Gatot Sukoco lahir sekitar tahun 1962 dan memiliki beragam pengalaman sebelum menjadi “pengusaha” kuliner. Setelah menamatkan pendidikan di jurusan Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), ia misalnya, mengajar para biksu di Vihara Dama Caka, Sunter Podomoro, Jakarta.

Tertarik dengan ajaran Mahatma Gandhi yang menekankan nilai-nilai anti kekerasan, Gatot memutuskan untuk mempelajari filosofi hidup ajaran Gandhi lebih dalam. Ajaran Gandhi mempengaruhi sudut pandangnya terhadap dunia, memperkenalkannya pada kedalaman berpikir dan pentingnya menghargai setiap individu.

Namun, meski memiliki ketertarikan mendalam pada ajaran spiritual, Gatot kemudiab berpindah ke tempat lain. Ia memasuki dunia jurnalistik. Itu terjadi pada awal 1980-an. Diajak kakak angkatannya di UGM, ia bekerja sebagai reporter di sebuah tabloid hiburan ternama saat itu, “Tabloid Monitor,” yang langsung membuatnya mengenal gemerlap dan glamor dunia hiburan, terutama di Ibu Kota.

Bagi Gatot, menjadi wartawan bukan hanya soal mengejar popularitas atau berkecimpung di dunia selebriti. Baginya, dunia jurnalistik adalah dunia yang penuh dengan cerita dan informasi yang layak disampaikan. “Saya tidak menganggap diri saya wartawan, tetapi kalau ada informasi yang menarik, saya akan menuliskannya,” tutur Gatot.

Menurut dia, menjadi wartawan pada era 1980-an memiliki tantangan tersendiri. Saat itu, ujarnya, mencari alamat atau informasi yang akurat bukanlah hal yang mudah. “Dulu, mencari alamat seorang artis itu sangat sulit. Selain itu, para artis saat itu kerap meminta wartawan untuk “mengarang” cerita, dengan harapan tulisan itu tidak akan merugikan mereka,” ujarnya.

Setelah beberapa lama berkecimpung di dunia hiburan, Gatot melanjutkan kariernya di dunia media dengan bergabung di Majalah Manajemen milik LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat). Tak hanya itu, Gatot juga bekerja di MATARI, yang berfokus pada bidang advertisement, atau gabungan antara dunia periklanan dan hiburan.

Gatot juga kemudian berkesempatan untuk terjun ke dunia LSM, khususnya di bidang pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan. Ia menuturkan, selama bekerja di sana, ia menyaksikan banyak rumah yang dihuni oleh dua hingga tiga kepala keluarga dalam satu rumah. Dalam pengalaman tersebut, Gatot banyak belajar tentang tantangan sosial yang dihadapi masyarakat miskin dalam upaya mereka untuk keluar dari jeratan kemiskinan. Pengalaman tersebut membentuk pentingnya keberpihakan kepada kelompok masyarakat yang lebih rentan.

Setelah bertahun-tahun berkecimpung di dunia jurnalistik dan pemberdayaan sosial, Gatot memutuskan untuk merintis usaha di luar bidang yang telah lama digelutinya. Keputusan pertama untuk membuka usaha dimulai saat sang adik masuk kuliah. Gatot memilih untuk membuka toko mebel. “Awal buka toko mebel belum banyak yang laku, setahun, dua tahun sedikit yang membeli karena belum tau pasarnya,” katanya. Usaha ini menjadi langkah awal Gatot dalam dunia perdagangan dan kewirausahaan, yang menjadi pondasinya untuk lebih memahami dunia bisnis dan mengelola usaha.

Gatot terus melangkah. Ia kemudiab juga membuka kedai kopi di Klaten yang bertahan selama tiga tahun. Pada 2019, Gatot kemudiab memutuskan untuk membuka kedai sop di Bogor, sebuah langkah baru yang “beriringan” dengan bisnis furnitur yang telah digelutinya. Kedai soto tersebut menjadi bisnis yang cukup sukses dan dikenal dengan cita rasa khas serta suasana hangat yang dibangun dari dekorasi yang kental dengan sentuhan tradisional.

Tidak hanya itu, bisnis kedai sop tersebut terus berkembang berkat dedikasi dan inovasi. Anaknya, yang melihat potensi besar dalam bisnis tersebut, membuka cabang kedai sop di Depok. Kini, kedai sop tersebut tidak hanya menjadi simbol perjalanan hidup Gatot, tetapi juga telah berkembang menjadi bisnis keluarga yang menorehkan kesuksesan di bidang kuliner.

Gatot menaruh harapan besar terhadap masa depan bisnisnya. “Semoga kedai ini bisa sukses dan punya banyak franchise, seperti fast food yang terkenal,” ujarnya berkelakar. Sejurus kemudian ia mengungkapkan keinginan dan dan tekadnya untuk memperluas jangkauan bisnis kulinernya itu lebih jauh lagi: “Sop Klaten Pak Gatot.” (Asyifa Sekar-Mhs PNJ)

Published in Berita LPDS