(Sumber: tempointeraktif.com)
Jakarta (TEMPO Interaktif) – Ketua Badan Pengawas Periklanan dari Persatuan Perusahaan Peiklanan Indonesia (PPPI), FX Ridwan Handoyo, mengatakan iklan mengecam dengan menggunakan latar belakang prestasi dan kelemahan pihak lain tidak etis. “Iklan itu akan membingungkan masyarakat,” katanya dalam diskusi Kontroversi Etika Iklan di gedung Dewan Pers, Kamis (5/3).
Iklan tersebut muncul dari beberapa pesan partai politik yang saling mengklaim keberhasilan. Bahkan, ada partai yang berlawanan haluan, terang-terangan saling menyerang. Menurut Ridwan, saling menjatuhkan kebijakan pemerintahan oleh partai di luar pemerintah juga tidak tepat.
Sebab, faktanya partai oposisi pun memiliki kader yang duduk di eksekutif seperti gubernur dan bupati atau wali kota. “Cek saja pasti ada bupati dari parai oposisi. Padahal kebijakan pusat pasti sampai ke tingkat daari, yang harus dijalankan bupati tersebut,” katanya.
Etika iklan lainnya, menurut Ridwan, menggunakan model profesional yang dibayar, tidak menimbulkan kecemasan, tidak menyebut pembuat iklan, penggunaan data riset harus dijelaskan, dan penggunaan ikon.
Namun, Ridwan mengakui, iklan tidak bisa keluar dari manipulatif. Manipulatif yang dimasud, katanya, bukan pembohongan. “Hanya menyampaikan kebaikan tapi belum tentu benar,” katanya.
Menurut Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Wina Armada Sukardi, iklan politik di media yang saling menjatuhkan tidak melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dengan catatan, kata dia, iklan itu mengungkap yang sebenarnya. “Bukan sebagai pembohongan,” katanya.
Jika terjadi pelanggaran, Ridwan mengatakan, tidak bisa bertindak kepada media dan pengiklan. “Kami hanya akan memberikan sanksi kepada biro iklan yang masuk dalam keanggotaan PPPI,” katanya. Lebih dari itu, menjadi kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers. (EKO ARI WIBOWO)
(Sumber: tempointeraktif.com / Kamis, 05 Maret 2009)
(Sumber ilustrasi: www.inilah.com)
Published in