Setu Babakan, yang terletak di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, bukan hanya danau biasa. Di tempat ini, masyarakat dapat menemukan budaya Betawi yang autentik, mulai dari kuliner khas hingga kesenian tradisional yang jarang ditemukan di tempat lain. Situs budaya ini dikenal sebagai Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
Diapit oleh gedung-gedung kota metropolitan, Setu Babakan menjadi oasis budaya, tempat pelestarian dan pengenalan warisan Betawi yang kaya. Di lahan seluas 289 hektare, PBB Setu Babakan terbagi atas empat kampung yaitu Kampung Muhammad Husni Thamrin, Kampung Abdurrahman Saleh, Kampung Ismail Marzuki dan Kampung KH Noer Ali.
Kampung awal dimulai pembangunan situ budaya ini dikenal sebagai Zona Embrio. Di sinilah cikal bakal PBB Setu Babakan yang menjadi kantor Forum Pengkajian dan Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi (Forum Jibang) Setu Babakan.
Pada Rabu, 6 November 2024, para tokoh Betawi yang menjadi anggota Forum Jibang yaitu Roosyana Hasbullah, Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Beky Mardani, Apriansyah Bahtiar, Sibroh Malisi, seniman keroncong Yoyo Muchtar, budayawan Betawi Yahya Andi Saputra, dan sekretaris Indra Sutisna tampak tengah rapat yang dipimpin oleh Lahyanto Nadie. Tokoh terakhir ini adalah wartawan senior yang mengampu di Lembaga Pers Dokter Soetomo (LPDS).
Wawan, pemuda yang menjadi petugas keamanan tampak siaga berjaga di depan pintu gerbang Bang Pitung. Ia berperan besar dalam menjaga kelangsungan tempat ini agar tetap hidup dan menjadi pusat interaksi budaya bagi pengunjung dari berbagai kalangan.
Pedagang Kerak Telor
Saya memulai cerita ini dengan kiprah Muhtar. Pria paruh baya itu adalah salah satu wajah yang dikenal oleh banyak pengunjung Setu Babakan. Sebagai pedagang kerak telor, ia sudah berada di area ini sejak 2017. Sebelumnya Muhtar setelah sebelumnya berjualan keliling di daerah Jagakarsa. Kini, lapaknya yang berada di pinggir danau menjadi salah satu tempat favorit pengunjung yang mencari makanan khas Betawi.
Kerak telor buatannya disukai karena menggunakan telur ayam yang cenderung tidak terlalu amis, sesuai dengan selera kebanyakan pembeli.
“Biasanya sih orang-orang lebih suka pakai telur ayam, karena tidak terlalu amis,” jelas Muhtar, seraya menyiapkan kerak telor dengan cekatan. Dedikasinya pada usaha ini tidak hanya soal bertahan di tengah kesulitan ekonomi, tetapi juga menjadi bagian dari komitmen untuk memperkenalkan kekayaan kuliner Betawi.
Menurut dia, bertahan di Setu Babakan memberinya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. Keberadaan Setu Babakan juga memberinya kesempatan untuk mendapatkan perhatian lebih, bahkan saat pandemi dan krisis ekonomi melanda.
Menjadi Perhatian Prabowo
Muhtar mengenang saat-saat spesial ketika kerak telornya menjadi pusat perhatian dalam acara besar yang dihadiri oleh tokoh publik. Misalnya, ia pernah diundang dalam acara yang dihadiri oleh Sandiaga Uno ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, serta acara yang dihadiri oleh Prabowo Subianto. “Waktu itu banyak yang tertarik sama kerak telor saya sampai antre,” kenangnya.
Pengalaman ini menjadi sumber motivasi dan semangat bagi Muhtar untuk terus melestarikan kuliner Betawi yang unik dan tradisional di tengah perkembangan zaman.
Selain para pedagang, ada organisasi penting di Setu Babakan yang didedikasikan untuk pelestarian budaya Betawi, yaitu Forum Jibang. Forum ini memiliki misi untuk mengembangkan dan mengkaji segala bentuk tradisi dan budaya Betawi melalui berbagai program dan inisiatif.
Roosyana, yang juga Ketua Persatuan Wanita Betawi (PWB), menjelaskan bahwa forum ini berperan sebagai mitra dari UPK Setu Babakan dan bertugas menyusun program-program yang berorientasi pada pelestarian dan pengenalan budaya Betawi.
Menurut ibu tiga anak yang berprofesi sebagai dokter tersebut, setiap tahunnya Forum Jibang membuat perencanaan kegiatan dengan tujuan yang jelas untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai budaya Betawi.
Forum Jibang
Program unggulan untuk tahun ini, misalnya, termasuk optimalisasi lahan di Setu Babakan agar lebih sesuai dengan standar UNESCO, seperti pembangunan fasilitas edukasi dan balai bahasa. UNESCO, atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, merupakan lembaga internasional yang didirikan di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
“Di provinsi lain kan udah ada tuh. Kami juga harus menyesuaikan program kita dengan UNESCO,” ujar Roosyana. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Forum Jibang tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menyesuaikan diri dengan perkembangan global agar budaya Betawi dapat tetap relevan.
Upaya pelestarian budaya yang digagas oleh Forum Jibang juga fokus pada generasi muda. Mereka kerap menyelenggarakan kegiatan kreatif, seperti lomba menciptakan lagu tentang Setu Babakan dan bedah buku yang berkaitan dengan budaya Betawi.
Menurut Roosyana, kegiatan seperti ini penting agar generasi muda dapat memahami dan menghargai budaya lokal. “Banyak kebetulan anak-anak muda yang ikut waktu itu,” ujarnya. Dengan pendekatan yang modern, Forum Jibang berharap anak-anak muda tidak hanya menganggap budaya Betawi sebagai warisan yang usang, tetapi sebagai sesuatu yang hidup dan relevan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Di balik kemeriahan Setu Babakan, ada sosok-sosok yang bekerja keras untuk memastikan pengunjung merasa nyaman dan aman. Wawan, salah satu petugas keamanan di Setu Babakan, bertugas mengawasi ketertiban di seluruh kawasan. Pengamanan yang dilakukan Pak Wawan dan timnya mencakup berbagai kegiatan, mulai dari patroli rutin hingga pemantauan melalui kamera CCTV. Area yang paling ramai seperti pusat kuliner, amfiteater, dan tepi danau mendapatkan perhatian khusus dari tim keamanan.
Wawan menuturkan bahwa waktu kunjungan paling ramai biasanya terjadi saat akhir pekan dan liburan nasional. Pada waktu-waktu seperti ini, pengamanan ditingkatkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pencurian atau kecelakaan. “Keamanan perlu diperketat untuk memastikan pengunjung merasa aman dan nyaman, serta untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya. Dengan langkah-langkah ini, Wawan berharap pengunjung dapat menikmati waktu mereka di Setu Babakan tanpa gangguan.
Menurut Wawan, pengunjung yang datang ke Setu Babakan sangat beragam, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Semua kalangan usia tertarik menikmati kuliner, seni, dan budaya Betawi yang ditawarkan di sini. Pengawasan yang ketat serta kerjasama dengan Satpol PP dan pihak kepolisian menjadi kunci dalam menjaga keamanan di kawasan ini.
Setu Babakan bukan hanya soal mempertahankan tradisi, tetapi juga tempat bagi masyarakat untuk merasakan keindahan alam yang dikombinasikan dengan warisan budaya. Menurut Roosyana, Setu Babakan dipilih sebagai pusat pelestarian budaya Betawi karena memiliki lahan yang luas dan strategis. Awalnya, wilayah seperti Condet juga dipertimbangkan sebagai pusat kebudayaan, tetapi setelah berbagai kajian, Setu Babakan dianggap lebih ideal. “Karena kan harus mikir lahannya walaupun dari depan keliatannya kecil tapi lahan disini itu kan luas banget,” jelasnya.
Di lahan seluas 289 hektare, pengunjung bisa menikmati suasana danau yang dikelilingi oleh pepohonan, sambil menyaksikan pertunjukan budaya yang digelar secara rutin. Setiap sudutnya dirancang agar dapat mencerminkan kehidupan dan budaya asli Betawi, dari arsitektur bangunan hingga kuliner yang disajikan. Tempat-tempat seperti museum, gedung serbaguna, dan pusat kuliner menjadi spot favorit pengunjung, terutama anak-anak sekolah dan turis asing yang ingin mengenal budaya lokal secara mendalam.
Modernisasi sering kali dianggap sebagai ancaman bagi budaya tradisional, tetapi di Setu Babakan, modernisasi dihadapi dengan pendekatan inovatif. Forum Jibang bekerja sama dengan UPK untuk memastikan bahwa budaya Betawi tetap relevan dan menarik bagi generasi muda. Salah satu strategi yang dilakukan adalah mengintegrasikan teknologi dan modernisasi dalam setiap program yang dirancang, seperti lomba menciptakan lagu yang mengangkat tema Setu Babakan.
Roosyana percaya bahwa penting untuk menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya dan perkembangan zaman. Misalnya, mereka berencana mengadakan lebih banyak kegiatan yang dapat menarik minat generasi muda, seperti pengenalan tokoh-tokoh pahlawan Betawi yang mungkin belum banyak diketahui. Program edukatif ini diharapkan dapat membangkitkan rasa cinta dan bangga terhadap budaya lokal di kalangan anak muda.
Bagi Muhtar, Forum Jibang, dan Wawan, keberadaan Setu Babakan adalah wujud dari kerja keras dan dedikasi mereka dalam melestarikan identitas budaya Betawi di tengah gempuran modernisasi. Dengan berbagai inisiatif pelestarian dan pengenalan budaya, Setu Babakan akan tetap menjadi pusat kebudayaan yang hidup dan relevan, menyambut pengunjung dari berbagai penjuru, yang ingin menikmati keunikan budaya Betawi yang kaya dan autentik. (Hanif Adhi Nugroho, Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)
Published in