Oleh Petrus Suryadi Sutrisno
Lembaga Pers Dr Soetomo/LPDS pada 26 dan 27 Januari 2011 lalu menyelenggarakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW). UKW di Jakarta yang diikuti oleh 16 wartawan terdiri dari kategori wartawan muda sebanyak lima orang, enam wartawan madya, dan lima wartawan utama.
UKW ini merupakan pelaksanaan amanat Piagam Palembang pada peringatan Hari Pers Nasional Februari 2010. Dari UKW ini bisa dicatat bahwa tidak mudah untuk memenuhi jumlah kuota 20 peserta UKW yang direncanakan oleh LPDS. Karena ternyata hanya 80 persen yang memastikan diri mengikuti UKW ini. Sementara itu, seorang peserta UKW tercatat mengundurkan diri.
Catatan LPDS menunjukkan, kursi peserta UKW untuk kategori wartawan muda (reporter) dan wartawan madya (redaktur) masing-masing lowong satu kursi, sementara kategori wartawan utama (pemimpin redaksi) lowong dua kursi.
Meskipun pada awal kegiatan UKW terlihat ketegangan, keraguan dan munculnya situasi “gamang” di hampir semua peserta UKW ini, pada akhir sesi UKW atau sesi penilaian, ke-16 peserta UKW ini, oleh tiga orang penguji kompetensi wartawan, semuanya dinyatakan “Kompeten” sebagai seorang wartawan, sesuai kategori masing-masing.
Dari evaluasi catatan pendaftaran dan konfirmasi peserta UKW ini ternyata masih terdapat perusahaan pers yang menjadi ratifikator atau penandatangan Piagam Hari Pers Nasional Palembang 2010 yang belum atau tidak mengirimkan peserta UKW yang diselenggarakan oleh LPDS dan pembiayaannya disponsori Yayasan Tifa.
Yang bisa dicatat dari pelaksanaan UKW ini adalah: pertama, diperoleh kesan bahwa peserta UKW pada kategori wartawan utama terlihat kecenderungan jumlah yang lebih sedikit yang tidak menggunakan peluang UKW tanpa dibebani biaya apa pun dibandingkan dengan kategori wartawan muda dan wartawan madya.
Data pendaftaran peserta UKW yang mulai disampaikan lima minggu ke masing-masing perusahaan pers sebelum pelaksanaan UKW memperoleh respons yang relatif sedikit lamban untuk peserta kategori wartawan utama dibandingkan wartawan muda dan wartawan madya. Bahkan, sampai tenggat yang ditentukan berakhir, ternyata ada dua media massa yang tidak mengirimkan nama pesertanya.
Berbagai alasan muncul, dari belum diputuskannya nama yang akan dikirimkan untuk ikut UKW sampai calon peserta yang tidak bisa meninggalkan tugas rutinnya selama dua hari dan ada calon peserta yang masih ragu atau gamang terhadap proses UKW.
Keraguan dan sikap gamang atau lambannya memberikan respons terhadap keikutsertaan wartawan utama dalam UKW ini antara lain membuktikan bahwa proses sosialisasi tentang Standar Kompetensi Wartawan/SKW dan Uji Kompetensi Wartawan/UKW terbukti kurang dan belum maksimal.
Bahkan proses sosialisasi tentang SKW dan UKW sendiri pasca-Piagam Palembang 2010 amat terbatas. Sementara itu, minimnya pemahaman pemimpin media massa terhadap SKW dan UKW merupakan bukti lain yang mengindikasikan bahwa proses sosialisasi SKW/UKW dilakukan tidak menggunakan prosedur dan format yang benar dan terukur pada setiap tahapan proses sosialisasi. Atau, dengan kata lain proses sosialisasi SKW/UKW tidak berjalan melalui proses yang benar dan dapat diukur.
Dengan telah dilakukannya UKW Perdana oleh LPDS pada akhir Desember tahun lalu dan kemudian UKW angkatan kedua pada akhir Januari 2011 ini, maka Dewan Pers bekerja sama dengan LPDS telah bergerak selangkah lebih maju dalam hal Kompetensi Wartawan. Dari keberhasilan Dewan Pers memiliki Standar Kompetensi Wartawan/SKW pada HPN 2010 kini telah berhasil melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan/UKW seperti UKW yang telah dilaksanakan LPDS.
Beri Perlindungan
Dengan adanya SKW dan UKW ini, paling tidak komunitas pers mampu memberikan perlindungan terhadap kehormatan profesi wartawan sendiri yang setiap hari berkaitan erat dengan hal-hal yang menyangkut kepentingan dan hak pribadi masyarakat.
SKW menjadi acuan dari pelaksanaan UKW, sementara UKW adalah proses pembuktikan atau rekonstruksi dan pencatatan ulang dari kegiatan seorang wartawan sesuai kategori wartawan muda, madya, atau utama.
Dalam UKW dilakukan penilaian terhadap beberapa “indikator unjuk kerja” sesuai dengan “unit kompetensi” di mana setiap “unit kompetensi” masing-masing memiliki “elemen kompetensi” yang berkaitan dengan tingkat kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan teknis jurnalistik.
Tujuan SKW adalah agar dan pijakan untuk peningkatan kualitas dan profesionalitas wartawan. SKW juga bertujuan sebagai perangkat yang diharapkan dapat menjaga harkat dan martabat profesi wartawan, di samping juga berperan sebagai rambu untuk menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan.
SKW adalah salah satu rumusan rangkaian kemampuan kerja wartawan yang memiliki aspek kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan jurnalistik sebagai acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan pers.
Dengan adanya SKW dan pelaksanaan UKW ini profesi wartawan yang memenuhi standar kompetensi diharapkan akan mampu mereduksi wartawan yang sering disebut “wartawan abal-abal” dengan “media ecek-ecek” sehingga di masa depan tidak akan pernah ada lagi wartawan yang berprofesi ganda, sekaligus merangkap profesi lain sebagai pengacara dan aktivis LSM.
Dengan telah berjalannya UKW ini, komunitas pers mencatat bahwa wartawan kini selain memiliki SKW juga memiliki sertifikasi kompetensi profesi wartawan seperti halnya profesi-profesi lain dari dokter, pengacara, notaris sampai penerbang pesawat atau pilot.
Petrus Suryadi Sutrisno adalah pengajar di Lembaga Pers Dr Soetomo dan Penguji Kompetensi Wartawan serta anggota Tim Perumus Standar Kompetensi Wartawan-Dewan Pers.
(Sumber: Harian Sinar Harapan, 1 Februari 2011)
Published in