Bahasa Pasar di Media Bisa Turunkan Kualitas Bahasa Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com – Penggunaan bahasa pasar atau bahasa tidak baku di media dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas bahasa Indonesia di masyarakat. Demikian salah satu pendapat yang terlontar dalam diskusi di Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS), Jumat (23/10), menyoal penggunaan bahasa pasar dalam media.

Setidaknya ada tiga faktor yang mendorong masuknya bahasa pasar dalam bahasa jurnalistik, bahasa yang digunakan para reporter, redaktur, dan pengelola surat kabar. Demikian diungkap Kristanto Hartadi, Pemimpin Redaksi Harian Sinar Harapan, dalam diskusi tersebut.

Faktor itu pertama, dorongan pasar. Menurut Kristanto, mengikuti keinginan pasar adalah salah satu upaya mendekatkan diri dengan khalayak pembacanya sehingga muncullah bahasa sehari-hari atau bahasa pasar. Contohnya, media remaja yang nuansanya “gaul.”

Tidak hanya itu, lanjutnya, belakangan ini malah ada sejumlah surat kabar yang sengaja menggunakan bahasa kasar. “Tentulah salah satu tujuannya adalah membidik ceruk pembaca yang bisa menerima penggunaan bahasa pasar itu dalam hal pelaporan berita. Jadi, pasar merupakan alasan penggunaan bahasa pasar itu dalam penulisan berita,” ujar Kristanto.

Kedua, persoalan teknis. Bahasa pasar masuk dalam kalimat jurnalis karena penguasaan bahasa Indonesia yang tidak terlalu baik di kalangan para wartawan. Kata yang kerap dipakai wartawan, seperti “diobok-obok”, “bantai” untuk bunuh, atau “cuek” untuk tak acuh, masih terus dipakai.

“Harus diakui bahwa kosakata pasar itu juga diucapkan oleh para pembentuk opini, selain juga ungkapan yang ada di masyarakat,” papar Kristanto.

Ketiga, pemahaman etika. Menurutnya, ada kaitan antara ketidakpahaman mengenai etika jurnalistik para wartawan dengan penggunaan bahasa pasar atau penerapan bahasa Indonesia yang tidak tepat.

“Cukup banyak wartawan yang tidak pernah membaca kode etik wartawan dan apalagi memahaminya,” ucap Kristianto.

Melihat ketiga fenomena di atas, ia pun merekomendasikan perlunya pelatihan bagi wartawan. Tujuannya supaya mereka bisa menyosialisasikan pada masyarakat penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. (ONE. Editor: wah)

Sumber: www.kompas.com / Jumat, 23 Oktober 2009 | 16:42 WIB

 

Published in Berita LPDS