Menulis Berita dengan Tiga Lipatan

Jakarta (Berita LPDS) – Bagi wartawan pemula, menulis berita bisa menjadi rutinitas menegangkan atau rumit. Karena, misalnya, bingung menyusun kalimat, memilih judul, mengumpulkan bahan, khawatir beritanya melanggar kode etik, atau lebih jauh berakibat menyeretnya ke pengadilan.

Direktur Eksekutif LPDS, Priyambodo RH, memberi tips -khususnya untuk wartawan pemula- agar percaya diri saat menulis serta beritanya punya kualitas. Tips ini dimulai dengan melipat sebuah kertas menjadi tiga bagian. Pada tiap bagian lipatan kemudian ditulis kata: fakta, wawancara, dan data. Sehingga kertas tersebut berisi: di lipatan pertama tertulis “fakta”, di lipatan kedua adalah “wawancara/narasumber”, dan ketiga “data”.

Selanjutnya, di bagian lipatan “fakta” silahkan tulis apa saja peristiwa atau kejadian yang didapat. Demikian juga di dalam liptan “wawancara/narasumber”. Narasumber ini biasanya menyangkut nama-nama yang dipilih untuk diwawancarai, kebutuhan untuk pendalaman berita, keseimbangan, dan konfirmasi.

Hal sama berlaku untuk bagian lipatan “data”, misalnya dengan menulis data yang disajikan oleh narasumber atau hasil dari pencarian sendiri.

“Jika salah satu tidak terpenuhi, maka bisa timbul yang namanya kasus pers,” kata Priyambodo saat menjadi narasumber pertama Program Penyegaran Redaktur Specialis Multimedia ke 21 (PPR-21) yang digelar LPDS, Jakarta.

Program ini berlangsung selama satu minggu, mulai Senin ini (27/4) hingga Jumat (1/5), diikuti 14 peserta dari kalangan pers dan humas.

Menurut Priyambodo, menulis berita mendalam idealnya diawali dari faktor “mengapa dan bagaimana” (how & why) yang diperkuat fakta maupun data. Namun, banyak yang berawal dari narasumber alias talking news. Berita semacam itu biasanya hanya berisi pernyataan, isinya tidak cukup berbobot, dan berpotensi salah jika tidak diikuti pendalaman terhadap data dan fakta.

“Ketiga unsur ini idealnya harus kuat,” ujarnya.

Penyajian fakta, wawancara, dan data di media online memang bisa dilakukan berkelanjutan atau dalam istilah lain disebut running news. Namun, Priyambodo mengingatklan, penyajian berita semacam ini, yang lebih mengejar faktor kecepatan dibanding keakuratan dan kelengkapan, berpotensi menimbulkan masalah jika ada pihak yang merasa dirugikan kemudian menggugat.

Oleh karena itu, wartawan perlu berhati-hati saat menulis running news, antara lain secara cermat menyajikan fakta, wawancara dan data. (*)

Published in Berita LPDS