Peringati Usia ke-35, LPDS Terbitkan Riwayat Tokoh Pers Adinegoro

Jakarta –  Memperingati HUT-nya ke 35, Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) yang berdiri pada 23 Juli 1988, meluncurkan Buku Adinegoro: “Melawat ke Talawi, Tapak Langkah Wartawan Adinegoro” di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (25/7).

Sejumlah tokoh pers, seperti Atmakusumah, Tribuanna Said, Bambang Harymurti, dan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu hadir memeriahkan acara peluncuran buku tokoh pers multitalenta ini. Tampil sebagai pembicara dalam diskusi adalah salah seorang putra Adinegoro, Adiwarsita Adinegoro, Priyambodo RH, Wartawan Utama LKBN Antara, dan Lestantya R. Baskoro, penulis dan editor buku. Diskusi ini dimoderatori Monalisa, Kepala Redaksi Antara TV.

Dalam pengantarnya, Direktur Eksekutif LPDS, Kristanto Hartadi menyampaikan bahwa LPDS menerbitkan buku Adinegoro untuk mengenang tokoh pers kelahiran Talawi, Sawahlunto, Sumatra Barat.

“Ketika pers menghadapi tantangan disrupsi digital dan ketidakpastian global akibat dominasi platform digital, maka penting bagi kita untuk menengok sejarah pejuang jurnalistik Indonesia,  Adinegoro,” ujar Kristanto.

Adinegoro semasa muda pernah menempuh pendidikan di Sekolah Pendidikan Dokter Hindia Belanda (STOVIA) atau Sekolah Dokter Jawa di Jakarta pada 1918-1925. Kendati demikian, pikirannya justru lebih terpatri pada dunia jurnalistik. Ia lalu memperdalam bidang pendidikan jurnalistik, geografi, kartografi, dan geopolitik di Jerman dan Belanda (1925-1930).  Dia membuat serangkaian liputan bergenre perjalanan (travel writing), berita beranalisis (news analyst), dan diplomasi melalui peliputan pers. Banyak pula karya jurnalistik pria bergelar Datuak Maradjo Sutan ini dipublikasikan Pewarta Deli di Medan, Bintang Timur, dan Pandji Poestaka. Sekembali dari Eropa, ia memimpin Pandji Poestaka (1931) selama enam bulan, kemudian memimpin Pewarta Deli (1932-1942), dan mengepalai Mimbar Indonesia (1948-1950). Ia sempat mendirikan Radio Republik Indonesia (RRI) Stasiun Bukittinggi, Sumatra Barat pada awal kemerdekaan RI. Juga memimpin Yayasan Pers Biro Indonesia yang dikenal sebagai Kantor Berita PIA (1951) yang kemudian dilebur menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional Antara oleh Presiden Soekarno pada 1962.

Menurut Baskoro judul buku ini, Melawat ke Talawi, memang sengaja dimiripkan dengan judul buku Adinegoro yang terkenal itu, Melawat ke Barat. Talawi sendiri, yang kini masuk wilayah Sawahlunto, Sumantera Barat,  merupakan kampung kelahiran Adinegoro.

Untuk menulis buku ini, Baskoro, selain mendatangi kampung Adinegoro di Talawi juga  mewawancarai dua putra Adinegoro yang masih ada, Adiwarsita, 75 tahun dan Anita Marni, 86 tahun, serta keponakan Adinegoro yang pernah disekolahkan Adinegoro di Medan saat Adinegoro memimpin Harian Pewarta Deli, Julinar yang kini berusia 98 tahun dan menetap di Bandung. Baskoro juga mendatangi Perpustakaan Dokumentasi Sastra HB. Jassin untuk mencari dua novel Adinegoro, Darah Moeda dan Asmara Djaja yang diterbitkan pada 1931.  “Adinegoro pernah terlibat dalam polemik kebudayaan dan ia juga penyeleksi pidato pada Kongres Pemuda pertama pada 1926 yang pada Kongres keduanya, pada 1928 melahirkan Sumpah Pemuda,” kata Baskoro. Saat Kongres kedua, Adinegoro tengah melawat ke Barat.

Priyambodo, wartawan senior Antara menyebut Adinegoro wartawan multitalenta dan menguasai banyak bahasa asing serta pengetahuan yang luas. “Buku-bukunya menggambarkan itu, termasuk pengusaan ilmu psikhologi,” ujar Priyambodo. Menurut Priyambodo, keahlian Adinegoro membuat peta, ia terapkan dalam koran yang dipimpinnya untuk menggambarkan sesuatu sehingga media yang dipimpinnya itu banyak disukai publik.

Ketua Umum PWI Pusat, Atal S. Depari, menyatakan gembira dengan adanya buku “Melawat ke Tawali”  dan menyatakan wartawan perlu untuk membaca buku ini. PWI setiap tahun, pada peringatan Hari Pers Nasional memiliki tradisi memberi penghargaan untuk karya jurnaslistik terbaik dengan nama “Anugerah Jurnalistik Adinegoro.” []

 

Published in Berita LPDS