(Sumber: Harian Koran Jakarta)
Di dunia, demam blog mulai menggejala sejak 1997. Empat tahun kemudian, tren tersebut merambah ke Tanah Air.
Di dunia, demam blog mulai menggejala sejak 1997. Empat tahun kemudian, tren tersebut merambah ke Tanah Air. Para pengguna Internet pun ramai-ramai membuat blog yang biasanya digunakan sebagai media untuk menuliskan berbagai hal. Pada awal kemunculannya, isi blog masih berupa jurnal atau diari pribadi. Seiring berjalannya waktu, kata Enda Nasution, bapak blogger Indonesia, isi blog jauh lebih informatif dengan tema yang beragam.
Berbagai tema, seperti sosial, budaya, politik, hingga teknologi, banyak menghiasi situs-situs blog. Penulis-penulis online pun marak bermunculan. Sebagian dari mereka bisa jadi belum pernah mencicipi pendidikan jurnalistik sama sekali. Pun, bukan pula berprofesi sebagai jurnalis. Kebanyakan blogger hanya mengawali niatnya untuk berbagi kabar, informasi, serta menjalin pertemanan melalui dunia maya. Namun, ada pula yang menjadikan blog sebagai sumber berita online layaknya pers profesional. ‘Ada kebanggaan tersendiri jika kabar atau berita yang ditulis melalui blog ternyata berguna,’ ujar Enda.
Lantas, adakah para blogger bisa pula dikatakan menjalani aktivitas jurnalistik? Menurut Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen, Nezar Patria, para blogger tidak bisa dikategorikan sebagai jurnalis. Pasalnya, dalam menjalankan profesinya, seorang jurnalis profesional memiliki standar prosedur kerja tertentu.
Ada pula undang-undang, prinsip, serta kode etik yang mengatur profesi jurnalis. Setiap langkah dalam pencarian maupun penulisan berita harus berpegang pada standar prosedur kerja tersebut. ‘Andai ada blog yang mendekati standar jurnalistik, mereka masuk pro-am jurnalisme, setingkat di atas blogger biasa, tapi belum bisa disebut jurnalis profesional,’ tegas Nezar.
Dilirik Wartawan
Tidak bisa dimungkiri, kehadiran blog menarik banyak kalangan, terutama mereka yang memang hobi menulis. Bahkan, para jurnalis yang bekerja di perusahaan pers pun ikut ngeblog sebagai wadah lain bagi mereka untuk mengekspresikan ide atau pemikirannya. Pasalnya, tidak semua pemikiran bisa tertampung di media-media tempat si wartawan bekerja.
Hal itu pulalah yang mendorong para awak redaksi Liputan 6 SCTV menyediakan wadah ekspresi jurnalistik lain di luar media utama. Mereka memilih membuat blog yang digarap bersama-sama. ‘Blog ini sangat terbuka untuk diisi oleh awak-awak redaksi Liputan 6, mulai dari level asisten redaktur ke atas,’ ujar Yus Ariyanto, web administrator blog.liputan6.com.
Lebih lanjut, Yus yang juga koordinator Liputan 6 mengatakan meski saat ini yang berhak memasukkan tulisan masih dibatasi level asisten redaktur ke atas, tidak tertutup kemungkinan reporter berpartisipasi menyumbangkan tulisannya. Jika ada hal menarik dari hasil laporan reporter, mereka akan diundang untuk ikut menulis.
Di blog tersebut, para penulis hanya menulis hal-hal yang dianggap menarik dan perlu dikabarkan pada publik. Tidak jarang para jurnalis blogger itu mengangkat kisah-kisah di balik layar liputan mereka yang karena keterbatasan ruang dan gambar di media utama akhirnya mereka tuangkan di blog.
Seperti halnya yang dilakukan Mauluddin Anwar, wartawan Liputan 6 yang baru saja kembali dari Gaza. Begitu banyak fakta menarik yang tidak semuanya bisa ditampung pada program Liputan 6. ‘Ternyata banyak fakta yang lebih humanis, yang sayang untuk dibuang,’ ungkap Mauludin yang akrab disapa Awan.
Salah satu tulisan di blog tersebut menceritakan betapa publik terlena dengan fakta tentang Hamas yang sangat identik dengan peperangan dan jihad. Padahal ketika di Gaza, Awan secara langsung melihat fakta yang berbeda. Partai pemegang kendali pemerintahan di Palestina itu ternyata sangat memprioritaskan pendidikan dan pembangunan. ‘Justru jihad menjadi prioritas ketiga. Hamas menyumbangkan banyak kemajuan pembangunan di Palestina dengan membantu membangun sekolah dan mesjid,’ kata Awan.
Fakta lain yang juga menarik ia tuangkan dalam blog adalah cerita tentang seorang warga Rafah, Jalur Gaza, yang dengan santainya menyeruput minuman bersoda produk Amerika di sebuah kafe. Peristiwa itu dianggap menarik karena di Mesir seorang pendakwah muda menyerukan bahwa dengan meminum Pepsi berarti sama saja dengan akronim pay every penny to save Israel (Pepsi).
Adanya blog memang semakin menyemarakkan dunia tulis-menulis dan jurnalistik Tanah Air. Blog bisa menjadi media alternatif para insan pers untuk menuangkan ide, pemikiran, serta fakta-fakta menarik yang tidak tertampung dalam media utama. Dengan demikian, selain kemampuan menulis semakin terasah, para jurnalis pun tetap bisa menjalani perannya sebagai penyampai informasi bagi publik. (cit/L-2)
Harian Koran Jakarta, Senin, 09 Februari 2009
Foto: (Dokumen LPDS)
Published in