Nur Alisa Pujiastuti, Pengusaha Muda Lulusan SMP
Ingin Ajak Warga Tak Hanya Mengincar Proyek di Perusahaan Migas
Hidup di dekat lapangan yang memproduksi migas, tak membuatnya terjebak dengan pola pikir umumnya masyarakat sekitar yang hanya mengandalkan proyek migas. Dia keluar dari pola piker praktis itu dan merintis usaha dari bawah. Pendidikannya yang hanya lulus SMP tak menghalanginya sukses. Itulah Nur Alisa Pujiastuti, pengusaha muda asal Desa/Kecamatan Gayam.
“Saya lahir di Desa/Kecamatan Gayam 20 tahun yang lalu. Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Saya hanya lulusan SMP. Alhamdulilah, saya bisa menjadi seperti sekarang ini. Saya punya usaha yang juga bisa bermanfaat untuk orang sekitar,” ujar Alisa dengan suara agak terbata-bata ketika membagikan pengalamannya pada para peserta pelatihan perempuan di Pendapa Malowopati Bojonegoro, Rabu (23/8).
Dari segi usia, Alisa memang masih muda. Namun, perjalanan dan liku hidupnya bisa menjadi inspirasi perempuan lainnya. Sebab, dia yang hanya lulusan SMP tak punya kemampuan dan modal apa-apa untuk mengembangkan diri.
Kondisi lingkungannya di desa juga mempengaruhi pola pikirnya. Terlebih dia seorang perempuan yang hanya berijazah SMP. Sebab, untuk sekolah lagi, orang tuanya tak mampu membiayai. Maka, ketika lulus SMP pada 2004, dia menjadi buruh linting rokok. Pekerjaan itu dilakoni selama empat bulan. “Karena selanjutnya saya merantau ke Berau, Kalimantan, untuk mencari uang, “ tuturnya.
Di tanah seberang, tak membuat kehidupannya lantas membaik. Pada 2006, dia kembali ke kampung halamannya, namun tak mengubah apa-apa. Sehingga, setahun setelah kepulangannya, Alisa dinikahkan. Sang suami yang mempunyai usaha kecil-kecilan mengenalkan pada dunia usaha. “Saat itu hanya dagang kopi kecil-kecilan,” ungkapnya.
Usaha itu terus dikelola, hingga pada 2011 mulai berani mengontrak tempat usaha yang lebih baik. Hanya, belum punya pengalaman dan manajemen pengelolaannya masih sederhana, menjadikan usahanya tak berkembang. Bahkan, semakin lama modal menipis. Pada 2012, di desanya didatangi sebuah lembaga yang menawarkan pelatihan bagi warga desanya yang ingin berkembang. Dengan didukung suaminya, dia memutuskan ikut.
Pelatihan itu diakuinya membuka pikirannya. Pandangan dia tentang usaha yang selama ini diyakini dijungkirbalikkan. Dia mendapat ilmu-ilmu untuk pengembangan usahanya. “Bukan hanya diajari mengelola manajemen, namun bagaimana promosi, branding, memelihara pelanggan dan lainnya,” jelasnya.
Salah satu contoh adalah soal pembukuan. Jika sebelumnya dilakukan setahun sekali. “Dari sana kita tahu produk apa yang digemari konsumen dan berapa omzet kita. Sangat bermanfaat pelatihan itu,” katanya.
Saat ini, dia sudah punya beberapa usaha seperti toko busana, rumah makan, rental playstation (PS) dan lain sebagainya. “Saya ingin mengajak warga untuk tidak hanya menjadi pekerja proyek, namun menjadi pengusaha. Kalau saya bisa, semua pasti bisa,” katanya bersemangat. (*/haf)
Published in