Minyak Makin Habis, Kini Jadi Objek Wisata
KAMIS, 30 NOV 2017 18:56 | https://www.jawapos.com/radarbromo/read/2017/11/30/30609/minyak-makin-habis-kini-jadi-objek-wisata
Ratusan tahun masyarakat Desa Wonocolo, Kabupaten Bojonegoro mengandalkan hidup dari menambang minyak secara tradisional. Kini, kawasan teresebut ditetapkan sebagai geohritage pertama di Indonesia.
BUTUH waktu sekitar 1,5 jam perjalanan dari Kota Bojonegoro untuk menuju ke Wonocolo, Kecamatan Kedewan. Lokasinya yang berada di kawasan pegunungan Kendeng, membuat perjalanan terasa jauh. Lepas dari jalur protokol, tampak kawasan hutan jati di kanan-kiri jalan.
Sebuah gapura bertuliskan ‘Selamat Datang di Desa Wisata Migas’ seolah menyambut pengunjung yang datang. Bau solar yang mulai terasa menyengat menjadi penanda lokasi tersebut sudah dekat. Kendaraan pengangkut BBM hasil penyulingan tradisional itu mulai tampak berlalu-lalang.
Dari kejauhan, area dengan luas sekitar 300 hektare itu tak ubahnya daerah bekas perang. Kayu-kayu pancang pengeboran dengan warnanya yang kehitam-hitaman terlihat seperti puing-puing bekas bangunan. Belum lagi bak-bak besar serta tong yang semuanya berwarna hitam akibat terlalu lama terkena minyak mentah.
Bagi warga desa setempat, sumber minyak menjadi salah satu penghasilan utama mereka. Seratus tahun lebih, kegiatan itu mereka lakoni secara turun temurun. “Dari dulu ya sudah ada. Saya masih kecil, orang tua saya juga sudah kerja cari minyak di sini,” kata Jumadi, salah satu warga setempat di lokasi, akhir pekan lalu (19/11).
Karena eksploitasi yang begitu lama, Jumadi pun memaklumi bila cadangan minyak di Wonocolo akan habis. Sebagian sumur yang ada saat ini bahkan tak lagi berproduksi alias menjadi sumur mati. Atau lebih banyak kandungan airnya daripada minyak mentahnya. Kalau sudah begitu, tidak cukup untuk menutupi biaya produksinya.
Pemerintah sendiri telah melarang pengeboran sumur baru di kawasan yang masuk wilayah Pertamina IV (Aset) itu. Jika pun masih ada aktivitas pengambilan minyak mentah, semata hanya meneruskan sampai lubang sumur benar-benar tak produktif. “Sudah dari awal 2017 lalu tidak boleh ada pengeboran baru lagi,” kata Camat Kedewan, Arifin.
Menurut Arifin, alasan ini pula yang melatarbelakangi Pemkab Bojonegoro menjadikan Desa Wonocolo sebagai desa wisata migas. Kian habisnya cadangan minyak di sana, berarti ancaman pengangguran bagi sebagian warga yang menggantungkan pendapatannya dari produksi minyak tradisional itu.
Harapannya, warga tetap mendapat pemasukan pengganti dari terobosan itu. “Paling tidak, meski produksi minyaknya mulai turun, warga tetap bisa mendapat penghasilan dengan menjadi guide atau penyedia jasa yang lain untuk wisatawan,” jelas Arifin.
Gagasan untuk menjadikan Wonocolo sebagia desa wisata pun bersambut. Melalui Cepu Petroleum, pihak Pertamina IV yang membidangi sektor aset mendukung gagasan itu. Hingga pada Juni tahun lalu, lokasi dengan topografi naik turun itu diresmikan dengan nama Petroleum Geooheritage Wonocolo.
Arifin menyebutkan, penetapan Wonocolo sebagai desa wisata itu sekaligus sebagai upaya menjaga keunikan desa tersebut. Sebab, diantara ribuan desa di Jawa Timur, bahkan Indoensia, hanya Wonocolo yang masyarakatnya banyak melakukan penambangan minyak secara tradisional. Dan itu sudah berlangsung turun temurun sejak zaman penjajahan Belanda silam.
Dijelaskannya, saat ini, Wonoocolo memiliki 720 titik sumur tua. Sebagian di antaranya masih berproduksi dengan melibatkan sekitar 366 orang. Dalam sehari, rata-rata produksi bisa mencapai 50 ribu liter. “Semuanya dijual ke Pertamina,” ujar Arifin.
Musthofa, perangkat desa setempat menuturkan, seiring dengan penetapannya sebagai desa wisata, berbagai persiapan pun dilakukan. Salah satunya adalah dengan membentuk BUM-Des (Badan Usaha Milik Desa). BUMDes inilah yang ke depan akan mengelola destinasi wisata itu lebih profesional dan menarik untuk dikunjungi.
Dengan potensi dan segala keunikan yang dimilikinya, Muthofa yakin, desa yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Rembang dan Blora itu akan menjadi destinasi wisata baru. Bukan saja di Jawa Timur, tapi juga nasional. Hal itu diyakini akan membawa impact positif terhadap perekonomian warga sekitar. Karena itu, masyarakat cukup antusias menyambut gagasan tersebut.
Di sisi lain, berada di kawasan yang oleh warga setempat dinamai Teksas (plesetan dari Texas, Amerika Serikat, Red) Wonocolo ini memang memberikan pengalaman baru bagi pengunjung. Selain bisa menyaksikan secara langsung bagaimana produksi BBM secara tradisional, juga panormanya yang menawan.
Bagi pengunjung luar kota yang khawatir kemalaman juga tak masalah. Sebab, Pemdes setempat juga menyiapkan rumah-rumah warga yang disulap menjadi home stay. Selain itu, juga ada rumah singgah yang sengaja dibangun sebagia media edukasi tentang proses penambangan minyak bumi. Lengkap dengan miniatur Wonocolo, serta dokumentasi sejarah hingga fosil-fosil hewan pada zaman lampau. (*)
Published in