Karya Peserta Lomba Jurnalistik Banyu Urip 2017 – “Perempuan Wonocolo Kembangkan Kerajinan Talikur”

Perempuan Wonocolo Kembangkan Kerajinan Talikur

Rabu, 30 November 2016 | http://www.suarabanyuurip.com/kabar/baca/perempuan-wonocolo-kembangkan-kerajinan-talikur

Bojonegoro- Kerajinan Talikur mulai berkembang di sekitar sumur tua Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Hal ini tak lepas dari ide kreatif Wiji, seorang guru taman kanak-kanak (TK) desa setempat.

Membuat Talikur cukup mudah. Kerajinan ini tidak jauh beda dengan kerajinan merajut yang menggunakan alat songket untuk merangkai benang menjadi sebuah kerajinan.

Dalam membuat talikur tidak diperlukan sebuah alat. Merangkainya hanya menggunakan tangan. Di simpul kemudian ditarik dengan tangan. Jenis benangnya pun berbeda dengan benang rajut.

“Sangat mudah, dan bisa dilakukan di mana saja,” kata Wiji (43), pelopor kerajiinan Talikur membuka perbincangan dengan suarabanyuurip.com, Rabu (30/11/2016).

Ide mengajarkan kerajinan Talikur ini berawal saat Guru TK itu melihat para wali murid yang sedang menunggui anak-anaknya tidak memiliki aktifitas. Mereka yang mayoritas kaum peremuan tersebut hanya bergerombol dan kemudian menggelar makanan setelah mengantarkan anaknya.

“Setiap hari melihat seperti itu rasanya gimana gitu. Nah, dari situ kemudian saya berpikir bagaimana caranya mengubah kebiasaan mereka agar bisa produktif,” tutur anggota BPD Wonocolo itu. 

Dari situlah akhirnya Wiji belajar kepada salah satu rekannya yang mahir membuat kerajinan Talikur. Dalam waktu dua jam dia sudah berhasil membuat kerajinan tersebut.

“Kemudian saya ajarkan kepada para wali murid di sini,” tuturnya.

Transformasi ilmu itupun berhasil dilakukan Wiji. Wali murid tertarik dengan kerajinan Talikur. Mereka belajar sambil menunggu anak-anaknya.

Tak berapa lama para ibu-ibu rumah tangga itu mahir menguasai kerajinan Talikur. Mereka telah mampu membuat tas dan dompet. Bahkan sudah ada beberapa motif yang bisa mereka kerjakan.

Saat ini para ibu-ibu banyak menerima pesanan dari para tetangga maupun desa lain. Bahkan mereka juga menerima pesanan dari luar kota.

“Sekarang saya merasa senang melihat para Ibu telah mempunyai kesibukan baru. Tidak hanya ngerumpi dan makan-makan,” ucap Wiji.

Kerajinan Talikur ini cukup prospek. Untuk harga satu buah tas antara Rp150.000 sampai Rp 200.000. Sedangkan untuk sebuah dompet seharga Rp50.000 sampai Rp 100.000.

“Saya berharap melalui kerajinan ini para ibu di Desa sini bisa membantu keuangan keluarga. Mengingat kondisi perminyakan di pertambangan sumur tua Wonocolo mulai menurun,” ujar Wiji.

Karena itu untuk mengembangkan kerajinan diperlukan inovasi dari perajin agar mereka dapat membuat motif dan model lebih banyak agar bisa bersaing di pasaran.

“Mungkin dari Pertamina bisa membantu untuk memberi pelatihan sekaligus membantu dalam hal pemasaran. Karena masalah pemasaran ini yang rata-rata dialami sektor kerajinan,” harap Wiji.

Impian Wiji hanya satu, Desa Wonocolo bisa menjadi sentra kerajinan Talikur. Sehingga kaum perempuan memiliki tambahan penghasilan untuk menopang ekonomi keluarga mereka.(ams)

Published in Inside Mining