Sulitnya Mencari Parsel

Oleh T.D. Asmadi

Parsel mulai menggeliat lagi bersamaan dengan dimulainya bulan puasa. Tahun ini berita ten tang parsel tidak segegap-gempita tahun lalu. Mungkin karena KPK sekarang sedang “demisioner”: pimpinan yang lama sedang menuju akhir masa kerjanya, sementara yang baru masih dalam pemilihan.

Ketika tahun lalu sedang ramai masalah parsel, saya punya pengalaman yang sulit dipercaya: susah mencari parsel. Ya, saat KPK melarang pejabat menerimanya, ketika pengusaha barang itu berunjuk rasa, dan manakala barang itu dipamerkan di mana-mana, saya sungguh sulit mencari arti kata parsel.

Saya membuka gudang kata bahasa Indonesia yang resmi, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ternyata di halam an 831 buku terbitan 2001 itu setelah kata parotitis (radang pada kelenjar ludah) langsung melompat ke parser (alat untuk mendeteksi kesalahan sintaksis pada program komputer). Kok, tidak ada parsel? Dalam KBBI 2001 ini, sama dengan edisi pertama tahun 1988 atau edisi kedua 1991, tidak ada kata parsel.

Saya terpaksa ke berbagai toko bu ku untuk “mencuri” ilmu –mencari parsel– dari kamus-kamus yang dipamerkan. Hampir semua kamus bahasa Indonesia, dari yang namanya kamus umum sampai yang menyebut kamus modern, tidak mencantumkan lema parsel. Kamus lama Indonesia yang saya miliki, mulai dari Kamus Umum Bahasa Indonesia (Purwadarminta) sam pai kamus dengan nama yang sa ma dari J.S. Badudu dan Sutan Moh. Zain, tidak mencantumkan lema itu. Apalagi Baoe-sastra Melajoe-Djawa (R. Sasrasoeganda, 1915) atau Kitab Arti Logat Melajoe (E. Soetan Hara hap, Oktober 2602 /1943?). Jadi apa dong arti parsel?

Saya pun jadi tertantang. Barangkali ada kata itu di kamus kata serapan. Saya buka yang dibuat oleh Jus Badudu. Tidak ada. Masih ada satu lagi kamus tentang kata serapan, disusun oleh Surawan Martinus. Nah, ini dia kata parsel. Pada halaman 436 parsel –ada di antara pars pro toto dan parsial– ditulis berasal dari kata Inggris parcel, yang mengutipnya dari bahasa Prancis parselle. Dalam buku terbitan 2001 itu parsel artinya barang-barang yang dikemas/dibungkus menjadi satu bingkisan (kecil). O, jadi arti awal parsel adalah barang yang dibungkus kecil. Yang dibungkus besar bukan parsel?

Kata bingkisan membawa saya mene lusuri kamus-kamus lagi. Nah, rupa nya yang dipergunakan kamus-kamus itu (semuanya) adalah kata bingkisan untuk barang yang dibungkus (dibing kis) dan dikirimkan ke sese orang seba gai hadiah –yang kini di sebut par sel itu. KBBI (semua edisi) menulis bing kisan sebagai “barang pemberian se bagai tanda bakti, hormat dsb; hadiah”. Kamus lain, termasuk yang Melayu -Jawa yang tahun 1915 itu, menyebut bingkisan sebagai pemberian yang diki rimkan ke seseorang yang dihormati.

Harian Kompas sendiri sudah mela porkan adanya bingkisan pada 1975. Koran ini pada 23 September me nulis Presiden Soeharto menyerukan lagi agar kebiasaan memberi kiriman kepada para pejabat menjelang Le baran dihentikan. Ini berarti sebelumnya sudah ada bingkisan yang dikirim ke pejabat. Kompas sudah mencantumkan kata parcel (dengan c) untuk bingkisan itu dalam laporan tentang Natal dan Tahun Baru 1976. Kompas melapor kan pesanan bingkisan (parcel) berupa makanan dan minuman berkurang 50 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Usaha bingkisan tentu saja tak pernah sepi meski Presi den Soeharto melarang pengiriman kepada pejabat. Namun kata parcel tidak selamanya muncul.

Parcel mulai ramai dipergunakan pa da 1980-an, menggantikan kata bing kisan. Dasawarsa berikutnya, ketika Indonesia makin terlibat dalam suasana dunia, bingkisan makin menepi dan parcel makin sering ditulis. Parcel pun berubah menjadi parsel (de ngan s). Seolah-olah parsel sudah menjadi bahasa Indonesia.
Yang menarik adalah bingkisan…, eh parsel…, kini bukan pekerjaan sambilan yang hadir hanya setiap tahun. Perusahaan khusus parsel mulai bermunculan. Sebuah supermarket terjun ke dunia parsel dan perusahaan parsel dunia membuka cabang di Jakarta. Lalu, sebuah jalan disebut Jalan Parsel karena di situ banyak peda gang parsel.

Lalu pada 2004 KPK melarang peja bat menerima parsel. Pengusaha parsel pun marah-marah. Presiden Yudho yono mendinginkan suasana dengan memborong parsel di Cikini. Kini larangan itu dipertegas lagi dan peng usaha marah lagi. Pengusaha minta agar kata parsel jangan dimasukkan secara khusus.

Saya punya usul: bagaimana kalau pengusaha mempergunakan istilah Indonesia, bingkisan, sehingga terhindar dari larangan KPK? Para pejabat pun tentu tidak ragu menerima bingkisan, karena bukan parsel. Bingkisan bisa besar bungkusnya (mobil juga bisa masuk) sementara parsel kecil. Lagi pula, bingkisan itu istilah yang lebih Indonesia, kan?

T.D. Asmadi adalah Wartawan Kompas 1975-2003. Pengajar LPDS.

Sumber: Majalah Tempo, Edisi 35/XXXVI/22 – 28 Oktober 2007 (http://www.tempointeractive.com/hg/mbmtempo/arsip/2007/10/22/BHS/)

Published in Bahasa Media