Pengguna Elpiji Desak Adanya Sosialisasi

BANDAR LAMPUNG (LampostOnline): Keluhan seputar penggunaan dan penanganan tabung gas elpiji bermunculan dari para ibu rumah tangga pengguna bahan bakar gas. Mereka mengharapkan adanya sosialisasi penggunaan secara aman, termasuk penanggulangannya jika terjadi masalah dengan tabung gas.

Hal tersebut terkuak dalam Seminar Publik Energi untuk Masyarakat terkait penggunaan gas elpiji yang bersih, murah, aman, dan ramah lingkungan yang digelar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) bekerja sama dengan Lampung Post, Kamis (3-3), di kantor Lampung Post Rajabasa. “Belum pernah ada penyuluhan sejak diberi tabung gas sekitar tiga tahun lalu. Cuma dikasih brosur,” ucap Ibu Ningrum dari Kelurahan Rajabasa Raya.

“Kami mau kalau diberi penyuluhan pak,” sambut puluhan ibu tumah tangga lainnya, saat pembicara dari Pusat Starategi dan Kebijakan Publik (Pusbik) Lampung Aryanto Yusuf menggelontorkan ide sosialisasi. Seminar yang dimoderatori Ridwan Nyak Baik dari LPDS juga menghadirkan pembicara praktisi ekonomi Unila Asrian Hendi Cahya dan subagen elpiji Amirudin Sormin yang juga seorang jurnalis. Menurut Asrian, progam konversi minyak tanah ke gas elpiji terkesan terburu-buru tanpa melihat aspek sosial budaya dan juga masalah keamanan.

Memang tujuannya untuk menghemat anggaran karena subsidi BBM terlalu membebani anggaran negara, tapi dampak sosial budaya terabaikan. Miasalnya, kalau menggunakan minyak tanah membelinya bisa ngecer seliter sesuai kondisi keuangan, tetapi kalau elpiji harus 3 kg karena sudah paket, kata Asrian. Namun, menggunakan elpiji 3 kg lebih murah dari pada minyak tanah yang subsidinya sudah dicabut, paparnya.

Masalah teknis terkait gas elpiji juga mencuat seperti, api yang berawarna merah, karet (sil) yang sering kendur dan cepat rusak, regulator yang tak berfungsi, sampai soal isi tabung yang kurang dari 3 kg. Peserta diskusi yang umumnya ibu rumah tangga itu menolak jika diberi tabung dengan lingkar gas biru. “Males, soalnya isinya suka kurang,” kata Ibu Mala,” pemilik warung dan juga penjual elpiji.Keluhan itu dijawab Amirudin, subagen elpiji di Bandar Lampung, yang mengajak para pengguna elpiji mengenal tabung yang asali atau palsu. “Gampang kok, dari fisik saja dilihat tabung palsu itu umumnya berwarna hijau pudar, tabungnya tipis jika diketuk, dan bobotnya lebih ringan.”

Ariyanto menambahkan bahwa untuk membedakan tabung palsu dan asli agak sulit karena para pemalsu juga makin canggih. Oleh karenanya kita harus mampu mengenalnya secara manual, atau dlihat secara fisik. Misalnya jika ada bau dan bunyi itu berarti ada kebocoran entah dari selang atau tabungnya. “Mengatasinya pertama jangan panik. Lalu, copot selang atau regilator dan rendam tabung dalam air atau dibawa ke tangah lapangan,” papar direktir Pussbik Lampung.

Ariyanto menyatakan bahwa selama ini memang belum ada sosialisasi terkait konversi elpiji ini, untung saja ada LPDS bersama Lampung Post yang menggagas tentang elpiji.Sementara untuk tabung lingkar biru, diakui Amir bobotnya sering tidak stabil (3 kg) karena retus tabung langsung diisi ulang. “Harusnya ditera ulang dulu baru diisi. Tapi saat ini Lampung sudah ada dua restater yakni tempat menterra tabung agar konsidinya sesuai atau layak,” katanya. Diskusi diakhiri dengan simpulan moderator yang hasilnya akan dikumpulkan untuk riset lebih lanjut. SAG/L-1

sumber: www.lampungpost.com / Kamis, 3 Maret 2011

Published in Uncategorised