Enam Hal tentang Pers Indonesia Menurut David T. Hill

Jakarta (Berita LPDS) – Pengamat pers Indonesia asal Australia, David T. Hill, menilai perkembangan pers Indonesia sudah lebih baik. Namun belum sampai pada tahap yang diharapkan masyarakat.

‘Situasi pers sekarang tidak 100% yang diharapkan, (namun) tidak berarti media di sini belum berhasil,’ katanya saat menjadi pembicara diskusi mengenai perkembangan pers di Indonesia yang digelar LPDS, Jakarta, Rabu (25/02/2009).

Hill mencatat enam hal penting menyangkut kondisi pers Indonesai saat ini. Pertama, masih adanya tekanan dan kekerasan terhadap wartawan. Padahal, menurutnya, setiap kelompok yang ingin memaksakan kehendaknya ke media tidak akan dapat diterima.

Kedua, dinamika hubungan partai politik (parpol) dengan media. Menurut Hill, parpol boleh saja memiliki media. Namun, ia percaya, media partisan tidak akan terlalu dipercaya masyarakat pada situasi pasar bebas sekarang ini.

‘Yang ditakuti pengaruh partai politik ke media yang terselubung,’ imbuhnya.

Catatan ketiga dari Hill terkait konsentrasi kepemilikan media. Di Australia, lanjutnya, hampir separuh media dikuasai kelompok media milik Rupert Murdoct. Di Indonesia, monopoli atau konsentrasi kepemilikan media belum terjadi karena media dimiliki oleh beragam kelompok. Hal ini, menurutnya, harus dijaga.

Hill menempatkan institusi hukum dan peradilan sebagai poin keempat. ‘Ada beberapa langkah maju, tapi saya belum yakin jaksa hakim mengerti apa itu peran media,’ ujarnya.

Persoalan profesionalisme pers turut menjadi perhatian Hill. Persoalan kelima ini menyangkut bagaimana profesi wartawan dapat dihargai oleh komunitas pers sendiri maupun masyarakat. Karena itu, ia memberi perhatian khusus mengenai pentingnya pendidikan jurnalistik. Tujuannya agar mereka yang terjun di dunia pers dapat bekerja profesional.

Catatan terakhir dari Hill terkait keseimbangn atau timbal balik antara media nasional dengan media lokal. Menurutnya, perkembangan media lokal lebih dinamis dibanding media nasional. Para pekerja media lokal memiliki kemauan keras untuk memberi isi pada media masing-masing.

Lebih dari itu, media lokal dapat dianggap sebagai ‘garis depan’ dalam memberi petunjuk arah kemerdekaan pers Indonesia.

Kompleks
Hill mengakui, perkembangan pers Indonesia sangat kompleks. Tidak semua media berkualitas atau berkelakuan baik. Karena itu, ia tidak hendak mensimplifikasi persoalan dengan mencatat enam hal tersebut. Namun, dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara, pers Indonesia paling baik.

‘Pers di sini yang paling baik dalam mengembangkan aspek kebebasannya dan tanggung jawab pada masyarakatnya,’ katanya.*

(Foto: David T. Hill)

Published in Berita LPDS