Masyarakat Bisa Mengeluh Melalui Media Massa

Jakarta, Kompas – Parlemen lewat Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Rumah Sakit, Senin (28/9). Kini masyarakat dapat mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik.

Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning mengatakan, salah satu poin penting perundangan tersebut adalah perlindungan kepada masyarakat. Selain itu, dengan UU RS, diusahakan tak ada kelas-kelas di rumah sakit publik. Ini untuk pertama kalinya Indonesia mempunyai UU RS.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan, dengan adanya undang-undang itu, pemerintah dapat lebih mengawasi rumah sakit demi perlindungan kepada masyarakat. Dalam perundangan diatur hak dan kewajiban rumah sakit serta pasien. “Kalau terjadi pelanggaran, akan ada sanksinya,” ujarnya.

Dalam undang-undang itu disebutkan, pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi. Pasien juga berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapat, bahkan menggugat dan menuntut rumah sakit apabila pelayanan rumah sakit diduga tak sesuai standar.

Pasien miskin

Terdapat 20 kewajiban rumah sakit, di antaranya ditegaskan, rumah sakit melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan bagi pasien tidak mampu atau miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulans gratis, pelayanan korban bencana alam, kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan. “Semoga tidak ada lagi pasien yang tidak dirawat karena tidak memberikan panjar,” ujar Ribka. Kewajiban rumah sakit yang lain mulai dari menghormati hak pasien dan melindungi para pekerja kesehatan di rumah sakit tersebut. Pelanggaran atas kewajiban itu diancam sanksi administratif.

Dalam perundangan tersebut, Menteri menetapkan pola tarif nasional rumah sakit pemerintah. Pola tarif nasional menjadi pedoman dasar yang berlaku secara nasional dalam pengaturan besaran tarif rumah sakit.

Pola tarif nasional ditetapkan berdasarkan komponen biaya satuan pembiayaan dengan memerhatikan kondisi regional. Gubernur menetapkan pagu tarif nasional maksimal berdasarkan pola tarif nasional yang berlaku di provinsi bersangkutan. Besaran tarif kelas III RS pemerintah ditetapkan menteri, sedangkan besaran tarif kelas III yang dikelola pemda ditetapkan dengan peraturan daerah.

Terdapat keberatan dari Fraksi PKS terhadap Pasal 34 Ayat (1) yang menyatakan, kepala RS harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. “Kami menilai rumusan frase ‘harus tenaga medis’ terlalu dipaksakan. Jabatan itu mestinya dapat diemban juga oleh mereka yang memiliki latar belakang manajemen dan kesehatan,” ujar Wakil Fraksi PKS Zuber Safawi. (NWO/INE)

Sumber: harian Kompas, Selasa, 29 September 2009

 

Published in Berita LPDS