Perubahan Iklim, Sang Pemusnah Massal

Laporan Jeane Rondonuwu, Sulutdaily.com, 31 Mei 2016

Penulis adalah peserta Lokakarya Wartawan Meliput Perubahan Iklim, Hotel Novotel, Manado,

26-27 April 2016. Lokakarya diselenggarakan Lembaga Pers Dr Soetomo dan Kedutaan Norwegia.

KOTA Tomohon tak lagi sejuk. Penambangan liar dan penebangan hutan telah merusak kelestarian hutan serta keindahan kota yang dihuni oleh 87.719 jiwa ini. Kota dataran tinggi Tomohon, 30 km ke arah selatan dari Manado, dikenal sebagai ladang sayur mayur  dan tanaman bunga, bak Lembang di Jawa Barat.


ClimateReporter, Manado – ”Dulu Kota Tomohon dikenal karena sejuknya tapi sekarang tidak lagi dan semuanya itu tinggal kenangan,” kata Martina Langi, dosen  kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi di Manado.

Martina mengungkapkan penebangan pohon di lokasi Cagar Alam Gunung Lokon di barat Tomohon dan aktivitas  galian C di kaki gunung tersebut di Sulawesi Utara, telah memicu terjadinya perubahan iklim. Ini berdampak pada terhapusnya sekat  antara dataran tinggi dan dataran rendah dalam hal habitat serangga seperti nyamuk Aedes aegypti, pembawa virus demam berdarah.

Penebangan pohon menghasilkan emisi karbon yang mengakibatkan pemanasan global. Naiknya suhu rata-rata tahunan ini menghapus sekat antara dataran tinggi dan dataran rendah tersebut. ”Sebelumnya, kasus inkubasi nyamuk demam berdarah tidak pernah terjadi di Tomohon, tapi kini warga Tomohon harus waspada terhadap bahaya wabah penyakit yang mematikan ini,” tuturnya lanjut dengan wajah kecewa.


Sejak tahun 2015 kasus Demam Berdarah (DBD) di Kota Tomohon sudah memprihatinkan, bahkan sudah menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Buktinya, terdapat 20 kasus yang terindikasi positif DBD dan tersebar di 4 kecamatan.


” Memang jumlah penderita DBD di Kota Tomohon sudah menurun tahun 2016 ini , tapi kami tetap waspada karena adanya perubahan iklim yakni panas, hujan, panas, hujan. Cuaca seperti ini rawan memicu DBD,” kata Kepala Dinas Kesehatan dan Sosial (Dinkessos) Kota Tomohon dr Isye Liuw.

Menurut data Dinas Kesehatan Sulut , tahun 2015 terdapat 593 kasus yang terdiri dari 488 penderita dan 5 orang meninggal. Awal tahun 2016 hingga akhir Januari terdapat 165 kasus yang terdiri dari 164 penderita dan 1 orang meninggal .

‘’Data ini terakumulasi dari 15  kabupaten/kota, memang menurun tetapi kita harus tetap waspada,’’kata Kepala Dinas Kesehatan Sulut dr Jemmy Lampus.

Bahkan, seorang penderita demam berdarah yang meninggal dunia adalah politisi Partai Gerindra yang juga anggota DPRD Provinsi Sulut. Politisi itu adalah  M. Yusuf Hamim, di  daerah pemilihan Bolaang Mongondow.

Curah Hujan

Di Sulut, tak hanya kasus DBD yang menjadi ancaman. Curah hujan yang tak terkendali telah membuat sebuah sejarah pahit bagi daerah Nyiur Melambai ini. Awal tahun 2014, terdapat 80.000 jiwa menjadi korban dampak bencana di Sulawesi Utara . Sebanyak 19 orang korban  meninggal , 27 dirawat inap serius, 706 jiwa lainnya dirawat jalan dan 20.000 warga mengungsi. Banjir bandang dan tanah longsor menerjang Sulut15 Januari 2014.

‘’ Kerugian kita sebesar Rp 1,871 triliun. Banjir juga telah merusak rumah warga, kendaraan, fasilitas publik, jaringan air bersih, listrik dan saluran komunikasi,” ungkap Gubernur Sulut Dr SH Sarundajang saat memberikan laporan kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono saat itu.


Tahun 2015 juga warga Manado masih dihantui bencana banjir dan longsor. Awal tahun 2016 juga demikian. Bahkan satu orang meninggal karena tertimbun longsor di Batu, Kota Kecamatan Malalayang, Manado. Bayang bayang bencana terasa di depan mata, apalagi jika cuaca ekstrim dan curah hujan semakin tan menentu.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat  dalam 10 tahun terakhir lebih dari 11.000 kejadian bencana di Indonesia dengan kerugian lebih dari 200 triliun rupiah dan  193.000 orang meninggal dunia.


Perubahan iklim kini merupakan ancaman global atas bencana kemanusiaan dan bisa saja menjadi senjata pemusnah massal bagi peradaban manusia.

‘’ Perubahan iklim telah menjadi isu ancaman bagi bumi dan peradaban manusia,’’ ungkap Ica Wulansari, dosen hubungan internasional di Universitas Paramadina, Jakarta, dan penulis spesialis perubahan iklim di Mongabay Indonesia.

Perubahan iklim dipengaruhi oleh pengrusakan hutan. Menurut data yang disampaikan Joula Palealu dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulut, hutan sangat kritis di Sulut telah mencapai 23.785,68 hektare dan hutan kritis sejumlah 274.786,98 hektare.

” Untuk mengantisipasi hal ini tahun 2016 ini kami Dinas Kehutanan sementara melakukan program pengadaan dan penyaluran bibit sebanyak 108.000 bibit melalui posko bibit di kabupaten,” kata Joula, Kepala Bidang Rehabilitasi  dan Perhutanan Sosial.

Pemerintah RI telah melakukan integrasi kelembagaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pengendalian perubahan iklim.  KLHK membentuk Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim sesuai Peraturan Presiden No. 16 tahun 2015 tentang pembentukan KLHK yang ditandatangani Presiden Jokowi 21 Januari 2015. KLHK merupakan hasil peleburan empat kementerian dan lembaga: Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Dewan Nasional Perubahan Iklim, dan Badan Pengelola REDD+.

Kepala Subdirektorat Pemantauan Pelaksanaan Mitigasi,  Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim RI, Yulia Suryanti,  menjelaskan mitigasi dan adaptasi sebagai konsep terpadu dalam menanggulangi perubahan iklim. Mitigasi merupakan usaha penanggulangan   perubahan iklim melalui kegiatan  menurunkan emisi gas rumah kaca dari berbagai sumber.


Sementara itu adaptasi  adalah upaya mengurangi dampak perubahan iklim.

‘’ Misalnya, program Kampung Iklim (ProKlim) yang adalah program berlingkup nasional yang dkembangkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dan seluruh pihak dalam melaksanakan aksi lokal untuk meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim dan pengurangan emisi GRK. Melalui pelaksanaan ProKlim, pemerintah memberikan penghargaan terhadap masyarakat di lokasi tertentu yang telah melaksanakan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim secara berkelanjutan,’’ jelas Yulia.


Diungkapkan Yulia, pada 22 April 2016, 175 negara  termasuk Indonesia menandatangani Kesepakatan Paris (Paris Agreement, PA ) di Markas Besar PBB, New York. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mewakili Presiden Joko Widodo.

Kesepakatan Paris merupakan hasil konferensi PBB tentang perubahan iklim yang berlangsung di ibukota Prancis 30 November – 12 Desember 2015. Mufakat intinya ialah tekad agar kenaikan suhu rata-rata dunia tidak melebihi 2 derajat Celcius di atas suhu rata-rata era pra-industri dan sedapatnya ditekan pada batas 1,5 derajat saja. Bila kenaikan suhu melebihi 2 derajat, para ilmuwan sudah memperhitungkan dampak perubahan iklim tidak lagi terkendali.

Ambang batas 2 derajat akan dicapai bilamana konsentrasi karbon dioksida di atmosfir sudah mencapai 450 PPM (parts per million).  Ini artinya 450 molekul CO2 per sejuta molekul ragam gas di udara. Pada tahun 2016 ini konsentrasi  CO2 ialah 400 PPM. Pada 2006 konsentrasi CO2 ialah 300 PPM. Dalam rentang 10 tahun 100 PPM sudah dicapai sehingga meningkatkan pemanasan global.

Untuk memenuhi sasaran Kesepakatan Paris, setiap negara membuat dokumen Intended Nationally Determined Contribution, INDC). Ini merupakan rencana aksi iklim pasca 2020 negara bersangkutan dalam mana negara tersebut menetapkan target berapa besar niat untuk menurunkan emisi karbon penyebab pemanasan global. INDC Indonesia menetapkan penurunan emisi sebanyak 29 persen pada 2030 dan 41 persen dengan kerjasama internasional.

Besaran ini naik dari target 26 persen yang ditetapkan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009 untuk dicapai 2020. Setelah PA ditandatangani, kata Intended dilepas sehingga dokumen disingkat menjadi NDC. NDC ini harus terikat hukum dan diundangkan selambatnya 2020.

Yulia, Joula, Ica dan Martina merupakan narasumber  dalam Lokakarya Wartawan Meliput Perubahan Iklim di Hotel Novotel, Manado, 26-27 April 2016.

Editor: Warief Djajanto Basorie

 

Published in ClimateReporter