Mengusir Jerebu Demi Balita Batuk

Oleh Dian Emsaci, Wartawan Mingguan Kabar Aceh, Kota Bandaaceh,
peserta kunjungan kawasan ke Riau, Juni 2014

Burhanuddin tenang-tenang saja, meski di sebelah kiri pos menara pantau kebakaran hutan dan lahan menyembul jerebu tipis. “Sebentar lagi hujan bakal turun. Lihat itu awan hitam sudah tebal. Kalau hujan, api pun akan padam dan asap menghilang,” kata pria berusia 41 tahun, ketua Regu 2, Masyarakat Peduli Api (MPA), Desa Sepahat dan Tanjungleban.

Tenang bukan berarti tidak khawatir. Hanya saja asap mengepul lebih besar sudah disaksikannya. Makanya anggota regunya tidak dikerahkan ke titik kebakaran. Seandainya tidak hujan—begitu  melihat jerebu atau asap kecil saja—pihaknya  langsung menuju lokasi untuk memadamkan api. Namun, hari ini tidak dilakukannya dengan alasan sebentar lagi api bakalan padam diguyur air dari langit.

Ayah empat anak ini mengungkapkan menjelang siang anggota regunya sudah memantau kebakaran dan asap dari menara pemantau yang tingginya 32 meter. Laporan anggota regu bahwa hanya terlihat satu titik asap dan sejauh mata memandang tidak tampak kebakaran gambut atau hutan. Ia dan anggota regu yang merupakan swadaya bentukan masyarakat enam tahun lalu bisa bernapas lega dan tenang. Burhanuddin baru beberapa bulan menjadi ketua regu pemantau di pos menara pemantau pemadam kebakaran di Jalan Seipakning—Dumai, tepatnya di perbatasan Desa Sepahat dengan Tanjungleban. Ia mengatakan MPA dibentuk dilatarbelakangi seringnya kebakaran hutan dan lahan perkebunan warga. Seingatnya belasan tahun silam kebakaran sudah melanda daerahnya. Dan berulang pada tahun berikutnya. Kerap kali kerugian tak terhingga dirasakan masyarakat karena kebun belum sempat dipanen keburu ludes dilahap si jago merah.

Berdasarkan hal itulah masyarakat kemudian membentuk lembaga desa yang tugasnya memantau api dan asap sekaligus membentuk regu pemadam kebakaran untuk memadamkan api. Notabene  ”usir” asap layaknya petugas pemadam kebakaran pemerintah daerah. Mereka digaji dari dana desa yang per bulannya Rp200.000 hingga Rp400.000 per orang. “Tak banyak memang, tapi tugas kemanusiaannya yang paling penting,” tukasnya. Lagi pula saat tidak bertugas, mereka ke kebun sawit dan karet seperti petani lainnya.

Dia menyebutkan apabila ada api, regu yang bertugas hari itu akan meluncur ke titik api dan asal asap. Jarak tempuhnya tidak menentu. Kadang dekat dengan menara pantau, bahkan ada yang berkilo-kilometer jauhnya. Bagaimana dengan peralatan pemadam? Hanya ember dan gerobak. Gerobak?

Benar, ujarnya, saat regu menuju ke lokasi hanya menenteng ember atau timba juga mendorong gerobak yang berisi mesin pompa air beserta selang sepanjang 300—500  meter. Apabila titik api sangat jauh, gerobak ditarik dengan sepeda motor MPA. Sesampai di lokasi, tim harus mencari sumber air terdekat. Apabila titik api kecil, maka regu menyiramkan air menggunakan ember. Jika api agak besar, pihaknya berusaha menyiram dengan satu-satunya mesin milik MPA. Jika lebih besar lagi lahan yang terbakar, mereka berkoordinasi dengan petugas pemadam kebakaran dari kabupaten.

Pernah saat memadamkan api sempat kewalahan disebabkan kurangnya ketersediaan air di dekat lokasi kebakaran lahan gambut. Parit-parit mengering dan kanal terdekat sangat jauh jaraknya. Kantong air tidak tersedia, alhasil upaya pemadaman api pun dilakukan menggunakan dahan dan ranting pepohonan yang ada. Aksi terakhir hanya alternatif sementara supaya api tidak membesar dan menjalar lebih jauh.

Satu hal lagi, ujarnya, pakaian petugas pemadam kebakaran yang mereka miliki hanya seadanya, tetapi tidak membuat petugas goyah. Semangat membara memadamkan api dan menghilangkan asap, itu modalnya. Mereka tidak mengeluh dengan minimnya fasilitas di pos pemantau dan pemadam kebakaran MPA dua desa tersebut. Bagi mereka tugas kemanusiaan dan demi terhindarnya keluarga dan masyarakat dari asap yang berdampak timbulnya penyakit dianggap sudah final. “Anak keempat saya berusia tiga bulan, batuk-batuk. Saya menyalahkan asap kebakaran lahan kemarin itu, makanya rela menyisihkan waktu menjadi regu pemantau kebakaran,” tegasnya. *

Published in ClimateReporter