Pantang Pulang Sebelum Padam

Oleh Yudhistira, Kontributor Beritasatu TV Medan,
peserta kunjungan kawasan ke Riau, Juni 2014

Jari tangan kirinya menjepit rokok. Tangan kanannya menggenggam botol bekas air mineral berisi beberapa tetes bensin. “Tinggal inilah minyak yang tersisa,” ucap Andi lirih. Itulah tantangan bagi petugas kecil di daerah terpencil.

Andi adalah satu dari dua belas orang petugas honorer pemadam kebakaran yang sejak ratusan titik api kembali bermunculan sengaja disiagakan di posko Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bengkalis di Jalan Lintas Dumai—Pakning.

Bensin dalam botol itu memang hanya tersisa sedikit. Bensin itu untuk mengisi mobil pemadam kebakaran berukuran kecil berkapasitas lima liter. Bagaimana jika tiba-tiba terjadi kebakaran? “Saya berutang dulu ke warung bensin,” kata Andi.  Meski baru menginjak usia 28 tahun, penduduk Desa Sepahat ini bukanlah sosok pria biasa dan tak bisa dipandang sebelah mata.  Malah mungkin teramat istimewa. Di tengah segala keterbatasan, ia bersama rekannya-rekannya, nekad bergabung menjadi honorer di dinas pemadam kebakaran sejak beberapa bulan lalu. Mereka sengaja direkrut untuk membantu pemadaman kebakaran lahan gambut di areal sekitar desanya.

Salah satu keterbatasan itu mungkin mengenai fasilitas. Kendaraan pemadam kebakaran yang diharapkan selalu siaga di posko desa, justru tak pernah tersedia. Gantinya hanya sebuah mesin kecil tadi.

“Kalau ada laporan temuan titik api yang jaraknya di atas 100 meter, kami angkut mesin ini mendekat ke lahan. Kalau lebih jauh lagi dan selangnya tak bisa menjangkau, kami terpaksa ke tengah menerobos lahan gambut yang mudah amblas itu,” tuturnya.

Bahkan walau gajinya tak seberapa, karena perbulannya hanya 650 ribu rupiah, Andi tidak pernah mempersoalkannya. Sebaliknya, ia tetap menjalaninya dengan penuh suka cita. Asanya, ia bisa tetap bisa menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya, dan terus berusaha menghapus jejak bencana tahunan di desa tempatnya bermukim.

“Ya, mau apalagi, Pak! Yang penting kami bisa berbuat untuk warga di sini biar gak ada lagi lahan gambut yang terbakar. Makanya kami di sini selalu koordinasi dan saling membantu dengan MPA,” ucap Andi penuh semangat.

Menjadi petugas pemadam kebakaran, tentu merupakan pilihan. Begitu juga dengan Andi yang mengaku siap mempertaruhkan jiwa raganya menjadi seorang petarung melawan api dan bara yang terus merayap dan siap melahap lahan desa kapan pun.

“Pantang Pulang Sebelum Padam” merupakan jargon yang harus tetap tertanam di dada mereka setiap petugas pemadam kebakaran. Tentu semangatnya tidak boleh kalah dengan kobaran api  bagaimanapun sulitnya dijinakkan, apalagi sampai menyerah kalah.* 

Published in ClimateReporter