Jakarta, ClimateReporter – Badan Restorasi Gambut bekerja di tujuh provinsi karena di tujuh provinsi itu kerusakan gambut “cukup parah” dibanding provinsi lain.
Myrna Safitri, Deputi III Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG, menjelaskan ini kepada 10 peserta lokakarya Meliput Perubahan Iklim Lembaga Pers Dr Soetomo di kantor BRG di Jl Teuku Umar 10, Jakarta Pusat, 23 Agustus 2016.
Wartawan dari 10 daerah di luar Jawa itu dapat tugas LPDS untuk meliput masalah terkait perubahan iklim di daerah yang asing bagi mereka. Mereka peserta lokakarya Meliput Daerah Ketiga Angkatan Keempat (MDK IV). Daerah Ketiga itu adalah daerah yang wartawan bersangkutan belum kenal.
Empat wartawan meliput daerah dengan kegiatan restorasi gambut pascakebakaran besar-besaran akhir 2015 di Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah.
“Tujuh provinsi ini sebenarnya punya gambut cukup parah lebih besar dibanding provinsi-provinsi yang lain,” kata Myrna. Tujuh provinsi itu ialah tiga di Sumatera (Riau, Jambi, Sumatera Selatan), tiga di Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan), dan Papua.
Restorasi gambut, menurut Myrna, mengacu pada Peraturan Presiden 2016 tentang BRG, UU Lingkungan Hidup 2009 dan Peraturan Pemerintah no 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
PP tersebut menjelaskan restorasi dilakukan dalam satu kawasan yang disebut Kesatuan Hidrologi Gambut. BRG mencatat 438 KHG dengan luas 22,6 juta hektare di tujuh provinsi tersebut. Target restorasi ialah 2 juta ha selama 2016 hingga 2020.
Kubah
Area gambut itu disebut dengan kubah gambut dan kaki-kaki kubah. Gambut itu seperti spon berisi air. Kubah itu tempat penyerap air lebih banyak. Kubah ini area yang harus dilindungi. Presiden telah menegaskan kubah gambut ini harus menjadi zona lindung, Myrna mengatakan.
BRG menentukan KHG prioritas untuk restorasi dengan memakai empat kriteria.
Pertama ialah area yang terbakar 2015. Kedua adalah kubah-kubah gambut yang sudah terlanjur dibuka buat kanal-kanal jadi prioritas. Ketiga ialah kubah-kubah lainnya yang masih belum dibuka. Keempat ialah daerah-daerah nonkubah yang sudah dibuka dan dibuat kanal-kanal.
BRG sedang membuat peta zonasi restorasi gambut. Ini hasil overlay (tumpang tindih) peta-peta terkait gambut dari bebagai lembaga. Ini mencakup peta kebutuhan lahan, peta kanal, juga peta kebakaran itu sendiri. Semua di-overlay untuk kemudian memperoleh peta restorasi gambutnya, Myrna menguraikan.
Peta zonasi mengambil peta skala 1:250.000 menjadi berskala 1:50.000. Ini untuk menentukan mana masuk zona gambut lindung, mana masuk zona budidaya.
Kemudian ada lagi peta pengelolaan. Itu peta kerja skala 1:2000. Peta kerja nanti akan menentukan ketika ada kanal, kanal mana harus disekat, mana harus ditimbun dsb, Myrna menjelaskan.
Ekonomi masyarakat
Restorasi menyangkut tiga hal, kata Myrna lanjut. Pertama ialah restorasi hidrologi, jadi pembasahan gambut. Perpres menyebutkan harus ada restorasi dengan membasahi gambut. Gambut itu makeupnya basah, lembab. Sebanyak 90 persen air. Jadi kalau menyelamatkan, jangan melakukan intervensi terlalu jauh. Biarkan ia pada sifat alamiahnya. Ia harus lembab, kata Myrna.
Pembasahan ini dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, kalau ada kanal, kanal disekat. Kalau kanalnya besar sekali dan kalau disekatnya tidak efektif, bisa ditimbun juga. Cara lain adalah membangun sumur-sumur bor.
Hal kedua ialah restorasi yang sifatnya dedikasi menanami kembali lahan gambut yang sudah rusak terbakar. Penanamannya sedapatnya menggunakan spesies-spesies lokal.
Hal ketiga di dalam melakukan restorasi itu tidak melihat restorasi hanya ingin membangun konstruksi, hanya menanami. Gambut dilihat bagaimana bisa dimanfaatkan masyarakat itu untuk bisa menghasilkan komoditi yang bermanfaat bagi ekonomi masyarakat. Ini bisa mencakup sayur mayur, nenas, kelapa, perikanan air tawar. Di Kepulauan Meranti, Riau, sagu ditanam besar-besaran.
Desa peduli gambut
BRG menyiapkan panduan-panduan restorasi gambut Ketika ada di areal konsesi, pemegang konsesi melakukan restorasi dengan supervisi BRG. Di samping itu BRG harus membuat perencanaan tepat menentukan lokasi restorasi tepat.
BRG ingin cara restorasi itu menjadi perbincangan banyak pihak. Salah satu cara adalah dengan kuliah kerja nyata mahasiswa. Selanjutnya mengidentifikasi inovator-inovator yang mencoba beradaptasi dengan perubahan agroekologi akibat kebakaran besar. Bagaimanan mereka bisa bertahan. Ini yang ingin disasar juga di dalam program restorasi gambut, kata Myrna.
Ini masuk di program lain bernama Desa Peduli Gambut. Desa Peduli Gambut ini bukan program baru. Ini sebenarnya sifatnya adalah merajut program-program yang sudah banyak masuk desa tetapi tidak ada komunikasi dan koordinasi satu dengan yang lain, Myrna menambahkan.
Selain itu, BRG juga sedang mengembangkan penanganan pengaduan. Mekanismenya sekarang sedang dibuat. Contoh kasus di Pulau Kadang di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Ada satu usaha perusahaan besar HTI membuka kanal. Masyarakat mengadu ke BRG. BRG melihat ada indikasi pelanggaran hukum. BRG menyampaikan ke KLHK. Team turun membuat asesmen. Ketemulah masalahnya. Selain kanal yang besar juga kanal kecil di area masyarakat perlu segera disekat, Myrna mengatakan.
Uraian Myrna disusul tanya-jawab para peserta.
Published in