Antara UU Pers dan UU KIP

PERTANYAAN:

 

Saya agak bingung dengan keberadaan Pasal 4, Pasal 18 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Pasal 6 UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Di satu sisi, sesuai UU Pers, ada kemerdekaan pers untuk mencari informasi yang akan disiarkan kepada publik. Bahkan yang menghalang-halangi diancam pidana. Di sisi lain, menurut UU KIP, ada beberapa alasan sehingga informasi publik itu tidak bisa disiarkan.

Saya sering menghadapi masalah seperti ini di kepolisian. Mereka selalu beralasan, informasi atau data yang saya cari, jika diungkap ke publik akan mengganggu penyelidikan mereka.

Dalam beberapa kasus saya bisa memaklumi. Namun, tak jarang aturan itu selalu dijadikan alasan kepolisian untuk tidak menyampaikan informasi. Apa yang sebaiknya saya lakukan? Atas masukannya saya ucapkan terima kasih.

29 Mei 2011

Risza Saputra Bassar
inde_risza@yahoo.co.id

 

 

 

JAWABAN:

Sdr. Risza:

Wartawan ataupun warga pada umumnya pasti dari waktu ke waktu akan menghadapi kesulitan melaksanakan pasal-pasal hukum yang dianggap menguntungkan atau bermanfaat baginya atau bagi publik karena pasal-pasal ini sering multitafsir.

Pada hemat saya, dalam Pasal 6 UU Keterbukaan Informasi Publik, hanya butir e pada Ayat (3) yang dapat dikatakan tidak menimbulkan multitafsir. Pasal 6, Ayat (3) e menyatakan: [Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah]: Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Sedangkan ayat-ayat dan butir-butir lainnya pada Pasal 6 ini masih dapat diperdebatkan. Karena ini menyangkut masalah hukum, ada baiknya Anda berdiskusi dengan para ahli hukum untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan ayat-ayat dan butir-butur UU KIP ini.

Dalam upaya pers mendapatkan informasi yang dipandangnya demi kepentingan publik, wartawan tentulah harus dapat meyakinkan pejabat informasi bahwa informasi yang dicarinya tidak bertentangan dengan ayat dan butir mana pun dalam Pasal 6 UU KIP. Untuk mendukung pendapat ini, wartawan memang tidak jarang perlu berkonsultasi dengan ahli hukum atau pengacara.

Di kalangan penegak hukum dan ahli hukum pun dapat terjadi pertentangan penafsiran terhadap pasal-pasal hukum.

Di Amerika Serikat, umpamanya, karya tulis sejumlah ilmuwan mengenai sejarah Perang Vietnam yang penulisannya diproyekkan oleh Menteri Pertahanan Robert McNamara dinyatakan sebagai rahasia negara dalam putusan suatu pengadilan Negara Bagian. Dengan demikian, sesuai dengan tuntutan Pemerintah Amerika Serikat, naskah itu tidak dapat diumumkan kepada publik, termasuk melalui publikasi oleh pers. Akan tetapi, Mahkamah Agung Amerika Serikat kemudian berpendapat bahwa Pemerintah tidak dapat membuktikan bahwa informasi dalam naskah itu dapat mengganggu ketertiban negara.

Baiklah saya kutipkan pasal-pasal dari kedua undang-undang, UU Pers dan UU Keterbukaan Informasi Publik, yang dirisaukan oleh Sdr. Risza:

 

Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers:

Pasal 4

(1).  Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

(2).  Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan atau pelarangan penyiaran.

(3).  Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

(4).  Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

 

Pasal 18

(1).  Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

 

Pasal 6 UU Keterbukaan Informasi Publik:

(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. informasi yang dapat membahayakan negara;

b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;

c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;

d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau

e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.*

 

 

Published in Atma Menjawab