Menolak Wawancara

PERTANYAAN

Apa kabar pak? Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

Tempo hari, Aburizal Bakrie diminta keterangannya oleh beberapa wartawan tentang tuduhan melanggar pajak, salah satu wartawan berasal dari Metro TV. Dengan terang-terangan Ical menolak menjawab pertanyaan dari wartawan Metro TV dengan alasan wartawan tersebut dari Metro TV.

Menurut saya, apa yang dilakukan Ical tersebut diskriminatif. Hal tersebut dikarenakan Ical sudah melekat dengan salah satu media pers di Indonesia dan bukan rahasia umum bahwa Metro TV berasal dari rival Ical di kancah perpolitikan nasional (Surya Paloh).

Apakah ini fakta dari analisis tentang “independensi media pers” yang dimiliki beberapa politisi ataupun pengusaha?

Saya khawatir terjadi perang propaganda media yang tidak sehat antara perusahaan media “Ical” dan perusahaan media dari kompetitornya: “Surya Paloh”. Apabila hal tersebut terjadi dan sepertinya memang sudah terjadi, ditakutkan peranan media yang memberi informasi dan edukasi kepada masyarakat akan memudar karena hanya menjadi alat untuk saling menjatuhkan. Dan perslah yang menjadi tumbalnya.

Bagaimana pendapat Bapak tentang adanya kejadian tersebut? Apa seharusnya yang dilakukan oleh kedua belah pihak sebagai pemilik media?

10 Juni 2010

Muhammad Rizky Fauzi

rizky_kotaksurat@yahoo.com

—————————————

 

JAWABAN

 

Bung Rizky di Universitas Pasundan, Bandung:

 

Konflik antara stasiun TVOne dengan MetroTV, seperti tercermin pada penolakan Ketua GOLKAR Aburizal Bakrie untuk menjawab pertanyaan reporter MetroTV dalam suatu konferensi pers, sangat menyedihkan.

 

Sebagai narasumber atau subjek berita, ia memang berhak untuk tidak menanggapi pertanyaan atau permintaan wawancara dari wartawan media pers mana pun. Akan tetapi, narasumber atau subjek berita itu akan “rugi” bila tidak memberikan klarifikasi, atau hanya menyatakan “no comment,” kepada pers tentang suatu masalah yang diketahuinya dan perlu diketahui oleh publik pembaca, pendengar, atau penonton. “Rugi” karena publik tidak mengetahui atau tidak memahami pandangannya. Jadi, masyarakat pun sama “ruginya” karena tidak mendapatkan informasi yang mungkin penting dari narasumber atau subjek berita.

 

Lebih menyedihkan lagi karena masyarakat mengetahui bahwa ia adalah pemilik TVOne. Sebagai seorang pemimpin politik, ia harus lebih berlapang dada untuk menghadapi kritik serta konflik.

Karena ia sudah menjadi pemimpin politik, sebaiknya ia sepenuhnya meninggalkan kegiatan bisnis dengan melepaskan semua saham perusahaannya. Bila itu terjadi, media pers harus memperlakukannya secara adil dengan tidak lagi menyebut Aburizal Bakrie sebagai “pengusaha Kelomnpok Bakrie.”

Itulah yang dilakukan (mantan) Presiden Carter ketika mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat. Ia menjual semua saham perusahaan kacangnya. Sampai sekarang pun ia tidak pernah kembali ke dunia bisnis, tetapi lebih memusatkan perhatian pada kegiatan sosial, karena tentu saja ia masih tetap berpengaruh dalam segala bidang walaupun hanya memiliki predikat “mantan presiden.”

 

Bagi baik para pemilik maupun para pengelola TVOne dan MetroTV, insiden ini merupakan pelajaran  yang penting bahwa seharusnya kebijakan redaksi kedua stasiun televisi itu tidak dicampurtangani oleh kepentingan politik dan bisnis pihak pemiliknya.

 

Dengan demikian, redaksi dapat mempertahankan independensi pemberitan sesuai dengan standar jurnalisme profesional–tanpa melakukan diskriminasi terhadap narasumber dan subjek berita.

 

Salam

Atmakusumah Astraatmadja

 

Published in Atma Menjawab