Oleh Yayah B. Mugnisjah Lumintaintang
3) Dengan Verba Berafiks ter- dan di-
K5, K6, K7, dan K8 berikut memperlihatkan kasus interferensi dengan verba berafiks ter- dan verba berafiks di- sebagai inti pembentuk konstruksi partisipial. Karena hubungan makna kausal merupakan tuntutan konteks kalimat-kalimat tersebut, konjungtor untuk K5 dan K6 adalah karena atau sebab; berikut adalah contoh K5 dan K6
K5 Terkait dengan aksi mogok nasional yang akan tetap dilakukan oleh ABM, Rekson menegaskan bahwa hal itu adalah hak ABM untuk melakukannya. (RM/Hecs/06/4/4)
K6 Terbukti melakukan penghinaan, pemimpin redaksi majalah itu diseret ke pengadilan. (LP/Akh/02/22)
Di dalam keseharian, terutama dalam laras bahasa birokrasi (surat dinas) dan laras bahasa keilmuan, ada variasi kalimat lain yang cenderung lebih tinggi frekuensi pemakaiannya daripada K5 di atas, yaitu tidak dengan menggunakan konstruksi partisipial, tetapi dengan menggunakan konjungtor pengantar paragraf Sehubungan dengan (alih-alih Sekaitan dengan…) Dari segi tuntutan konteks makna, struktur kalimat dengan pola ini sebenarnya lebih tepat daripada dengan Terkait dengan:
Sehubungan dengan aksi mogok nasional yang akan tetap dilakukan oleh ABM, Rekson menegaskan bahwa hal itu adalah hak ABM untuk melakukannya.
Dalam laras bahasa jurnalistik, frasa Sehubungan dengan itu lazim disulih dengan Mengenai (Mengenai RUU Pornografi dan Pornoaksi,…) dan fungsi pemakaiannya amat bebas: dapat berfungsi untuk semua posisi konjungtor, baik sebagai konjungtor intrakalimat, antarkalimat, bahkan antarparagraf. Padahal, dalam perencanaan bahasa yang normatif, konjungtor tersebut berfungsi sebagai konjungtor intrakalimat. Setakat ini fungsi konjungtor tersebut hampir mantap di laras-laras bahasa yang lain, kecuali dalam laras jurnalistik. Untuk K5 dan K6 itu, suntingannya adalah berikut.
K5a Karena terkait dengan aksi mogok nasional yang akan tetap dilakukan oleh ABM, Rekson menegaskan bahwa hal itu adalah hak ABM untuk melakukannya.
K6a Karena terbukti melakukan penghinaan, pemimpin redaksi majalah itu diseret ke pengadilan.
Dalam K7 dan K8 berikut, dengan inti konstruksi partisipial verba berafiks di- konjungtor yang wajib hadir itu adalah juga konjungtor temporal: tatkala, sewaktu, saat, manakala, atau ketika. Selain itu, pada K7 terdapat juga pelesapan konjungtor secara (Dihubungi terpisah mestinya Dihubungi secara terpisah). Sementara itu, secara analogis, konjungtor tersebut hadir dalam K8: (Ditanyai mengenai). Agar sistem ketatabahasaan terpelihara, seyogianya K 7 juga menggunakan konjungtor/preposisi. Tanpa kehadiran konjungtor tersebut, derajat keformalan situasi pembicaraan berkurang.
Berikut data kasus berikut sungtingannya.
K7 Dihubungi terpisah, Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Rekson Silaban menandaskan, pihaknya akan menunda demo dan bersama forum tripartit nasional akan memulai kembali revisi UU 13/2003. (RM/06/4/6)
K8 Ditanya mengenai kesiapan keluarga Siti yang sudah memesan baju pengantin serta bulan madu itu, Rozi hanya tersenyum-senyum. (RM/06/11-3/17/4)
K7 itu juga mengandung pelesapan konjungtor bahwa, padahal konjungtor tersebut diperlukan sebagai pemarkah klausa AK yang berfungsi sebagai objek kalimat. Jadi, kehadirannya wajib dalam koteks itu. Seperti dalam kasus-kasus kalimat laras bahasa jurnalistik pada umumnya, konjungtor tersebut disulih dengan tanda baca koma. Ini harus disunting karena tanpa konjungtor, konstruksi kalimat itu menjadi luncas (tidak kena sasaran) dari tuntutan konteks dan situasi pembicaraan: tuntutan komunikasi menggunakan ragam bahasa resmi. Satu hal lagi adalah pelesapan tanda koma yang mengapit keterangan aposisi; frasa Rekson Silaban itu mestinya diapit dengan tanda koma. Dengan demikian, suntingannya seperti tampak pada K7a dan 8a:
K7a Tatkala dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Rekson Silaban, menandaskan bahwa pihaknya akan menunda demo dan bersama forum tripartit nasional akan memulai kembali revisi UU 13/2003.
K8a Saat ditanya mengenai kesiapan keluarga Siti yang sudah memesan baju pengantin serta bulan madu itu, Rozi hanya tersenyum-senyum.
4) Dengan Verba Berafiks ke-…-an dan Verba Ulang
Seperti telah dikemukakan, pemakaian verba berafiks ke-…-an, dan verba ulang tidak sekerap verba-verba yang lainnya sebagai inti pembentuk konstruksi partisipial. Tampaknya, hal ini berkaitan dengan tuntutan konteks dan situasi pemakaian. Data memperlihatkan bahwa konteks pemakaiannya pada topik pembicaraan takresmi, yaitu dunia olahraga. Berikut adalah contohnya.
K9 Ketinggalan 0-2, pelatih Juventus Marcelo Lippi yang di babak pertama membakucadangkan dua pemain andalannya terpaksa menurunkannya pada bababak kedua. (Kh/K/9/1/01/15)
K10 Kecolongan di set pertama, Joko Supriyanto bukannya bangkit, tetapi masih terus-menerus dicecer.
K11 Terus-menerus dikepung, Everton sengaja menerapkan pola bertahan ketat dengan sesekali melakukan serangan balasan yang mengagetkan. (Kh/R/25/2/01/15)
Ketiga kalimat di atas memperlihatkan hubungan makna kausal; penyuntingannya dapat dilakukan sebagaimana menyunting kasus-kasus interferensi yang lainnya, yaitu dengan membubuhkan konjungtor terpilih sebelum klausa partisipial dengan verba berafiks ke-…-an dan verba ulang.
c. Interferensi Sintaksis dari Bahasa Daerah
Laras BI media massa juga mendapat interferensi dari struktur BD. Seperti telah saya sampaikan, gejala seperti ini menjadi lumrah dalam masyarakat yang bilingual diglosik. Namun, hal ini justru harus senantiasa menjadi tolok ukur bagi semua penutur, termasuk jurnalis dan redaktur. Ketika berbahasa resmi atau manakala tuntutan konteks dan situasi berbahasa resmi, gejala interferensi harus dihindarkan. Berikut adalah contohnya.
(K12) Tersangka mengakui / kalau selama ini dirinya memang sering meminjam motor korban // Kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk
membuat kunci duplikat /// Polisi menyita barang bukti berupa sebuah sepeda motor Kawasaki Ninja / warna hitam /// Tersangka kini meringkuk di sel Polsek Metro Kebun Jeruk / Jakarta Barat ////
Konjungtor kalau dalam kalimat di atas merupakan konjungtor bahasa daerah (Jawa: yen) yang diindonesiakan menjadi kalau. Dalam BI baku konjungtor yang harus dipilih dalam konteks kalimat di atas adalah bahwa: Tersangka mengakui bahwa selama ini dirinya memang sering meminjam motor korban. Selain masalah konjungtor, struktur kalimat juga belum selari/paralel. Keselarian ditandai oleh penggunaan bentuk tata bahasa yang sama untuk unsur-unsur kalimat yang sama fungsinya. Gagasan yang dinyatakan dengan kata benda hendaknya diikuti dengan gagasan yang lain yang sejajar, yaitu dengan kata benda pula. Demikan pula halnya jika dinyatakan dengan kata kerja dan seterusnya. Dalam kalimat di atas, kata kerja itu mengakui, meminjam, dimanfaatkan, dan meringkuk yang dalam konteks itu berfungsi sebagai predikat kalimat. Jika diselarikan, kalimat itu menjadi…mengakui, meminjam, memanfaatkan, dan meringkuk.
Contoh kasus K13-K15 berikut merupakan interferensi pada tataran morfologis (pembentukan kata) dari BD dan K16 merupakan interfernsi pada tataran leksikal.
K13 Asap Rokok Masih Ngepul di Dua Mesjid. (KT/Mtr/06/12/4/13/Tjk)
K14 Pekan lalu, ketika hendak keluar dari istana negara setelah ngantor, Direktur The Wahid Institute ini melihat penjual koran asongan menawarkan majalah Playboy Indonesia dengan gambar sampul Andhra Early. (RM/Spr/06/12/4/3)
K15 “Kalau Naikin Listrik Aja, Semua Bisa” (RM/06/3/16/1/2)
K16 Condy Cuma Pengen Lindungi Garong Amrik (RM/06/4/12/2/JD)
Bentuk kata ngepul dan ngantor dalam K13 dan K14 merupakan salah satu proses pembentukan kata dalam bahasa daerah, khusunya bahasa Jawa dan bahasa Sunda, juga dialek Jakarta, yang menggunakan nasal /N-/. Proses afiksasi seperti ini tidak dimiliki dalam sistem pembentukan kata bahasa Indonesia baku. Dalam BI proses ini dinyatakan dengan membubuhkan afiks meng- (mengepul dan mengantor/berkantor). Dengan katalain, pembentukan kata K13 dan K14 itu dipengaruhi oleh sistm pembentukan kata bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa (BJ), Sunda, dan dialek Jakarta DJ). Lain halnya dengan K15; akhiran N- + �in ( me-…-kan dalam BI) pada verba naikkin merupakan dalah satu sistem pembentukan kata kerja dari dialek Jakarta. Begitu pula, K16 mengandung gejala interferensi pada tataran leksikal (pengen ingin) dari DJ. Dengan kata lain, struktur K15 mengandung gejala inteferensi dari dialek Jakarta. Demi kualitas BI dalam laras bahasa jurnalistik, dan demi pemantapan fungsi-fungsi bahasa di Indonesia, seyogianya struktur K13-K16 itu disunting sehingga menjadi bersih dari gejala interferensi BD dan DJ.
d. Gejala Alih Kode dari BI ke BD
Seperti telah dikemukakan dalam Bagian I, kondisi kebahasaan sebuah masyarakat yang bilingualisme/multilingualisme, apalagi diglosik, akan menyebabkan suburnya gejala saling pengaruh (interferensi) di antara bahasa-bahasa yang ada dalam masyarakat itu, termasuk timbulnya gejala alih kode dari BI ke BD. Berikut adalah contohnya.
K17 Sekalipun saat ini terkesan pihak eksekutif dan DPRD nggondeli Bumiayu pisah dari Kabupaten Brebes, pihaknya akan terus berusaha melangkahhingga terwujud kabupaten baru nanti. (BY/Srb/SM/P2/11/01/2)
K18 Meskipun dengan idealisme lain, ketegasan sikap DPP PDI-P mencopot kader di legislatif yang mbalela sebenarnya bisa berdampak positif. (BY/Srb/SM/P2/11/01/2)
K19 Yusril pretheli kubu Hartono.(BY/Srb/Jp/2/23/03)
Contoh K17, K18, dan K19 mengandung pemakaian alih kode BI ke BD pada tataran morfologis (pembentukan kata), tepatnya dari BI ke BJ. Kode/bahasa yang dialihkan adalah bentuk kata nggondeli, mbalela, dan pretheli. Seperti telah dikemukakan, alih kode timbul karena dorongan psikologis. Sementara itu, salah satu karakteristik laras bahasa jurnalistik bercirikan sensasional dalam kerangka pemertahanan komunikasi. Penyajian informasi dengan sensasional dimaksudkan agar dapat berkomunikasi dengan pembaca atau pendengarnya secara lebih emotif. Salah satu strategi untuk mencapai cara itu bagi jurnalis yang bilingual/multilingual memanfaatkan bahasa ibunya, atau bahasa daerah setempat (khususnya yang dipahami oleh pembaca atau sasarannya) seperti beralih kode ke BJ dalam contoh K17, K18, dan K19 tersebut.
Bentuk kata BJ nggondeli berpadanan dengan BI berkeberatan, mbalela berpadanan dengan menentang pemerintah/tidak mau mematuhi perintah, dan pretheli berpadanan dengan melepasi/mencopoti. Ketiga kalimat dengan kode BJ di dalamnya itu secara psikologis dirasakan mengandung nuansa yang berbeda dengan padanannya dalam BI, seperti tampak dalam K17a, K18a, dan K19a berikut, apalagi jika ditautkan dengan panjangnya kata tersebut.
K17a Sekalipun saat ini terkesan pihak eksekutif dan DPRD berkeberatanBumiayu terpisah dari Kabupaten Brebes, pihaknya akan terus berusaha melangkah hingga terwujud kabupaten baru nanti.
K18a Meskipun dengan idealisme lain, ketegasan sikap DPP PDI-P mencopot kader di legislatif yang menentang perintah/yang tidak mau mematuhi perintah/yang membangkang perintah sebenarnya bisa berdampak positif.
K19a Yusril mencopoti/melepasi kubu Hartono.
Data pemakaian BI yang mengandung gejala kebahasaan seperti diuraikan dalam Bagian b ,c, dan d itu, khususnya yang berkaitan dengan BD, akan lebih mudah ditemukan pada media-media yang diterbitkan di daerah di seluruh negeri tercinta ini.
e. Kalimat Rancu
Pemakaian BI dalam media massa, khususnya yang disampaikan dalam tajuk-tajuk yang mencerminkan situasi keformalan yang tinggi, seyogianya terbebas dari penggunaan struktur kalimat yang rancu. Namun, data memperlihatkan, baik melalui media cetak maupun media elektronik, adanya pemakaian struktur tersebut; berikut adalah contohnya.
K20 Meski telah dilakukan pertemuan di Istana Negara antara pertemuan pengusaha, serikat buruh dan Pemerintah, Jumat lalu, namun sejumlah organisasi buruh masih tidak kompak. (RM/06/4/)
K21 Walaupun Pemerintah telah silih berganti, akan tetapi penyelesaian kasus penggerogotan uang negara lewat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tak pernah tuntas. (RMe/06/6)
Kedua kalimat di atas sebenarnya merupakan kalimat majemuk subordinatif, yang pola kalimatnya memperlihatkan urutan anak kalimat (AK) mendahului induk kalimat (IK). AK pada K20 adalah Meski telah dilakukan pertemuan di Istana Negara antara pertemuan pengusaha, serikat buruh dan Pemerintah, Jumat lalu; IK-nya adalah sejumlah organisasi buruh masih tidak kompak. Jadi, hadirnya konjungtor namun sebelum IK dalam K20 itu betul-betul tidak berfungsi. Selain itu, konjungtor namun merupakan konjungtor kalimat koordinatif; pemakaiannya dalam konstruksi K20 membuat kalimat menjadi tidak gramatikal, bahkan rancu, yang sekaligus mengurangi derajat keformalan situasi pemakaian. Demikian pula secara analogis analisis yang dapat dilakukan terhadap K21. Bedanya hanya terletak dalam jenis konjungtornya, yaitu walaupun sebelum AK dan akan tetapi sebelum IK.
Konstruksi yang rancu seperti ini masih dipakai juga dalam pemberitaan lewat televivi. Padahal, jika ditautkan dengan durasi yang selama ini menjadi kilah peningkatan kualitas bahasa di televisi, berapa banyak waktu yang mubazir/tidak efektif jika kekerapannya tidak terkontrol. Oleh karena itu, K20 dan K21 harus disunting dengan membuang konjungtor namun pada K20 dan akan tetapi pada K21. Namun, jika Anda suka menggunakan kedua konjungtor tesebut, suntinglah kedua kalimat itu dengan menjadikannya berstruktur kalimat tunggal sehingga penggunaan konjungtor sesuai dengan fungsi dan perannya tercapai, yaitu sebagai konjungtor antarkalimat, bukan intrakalimat. Berikut adalah suntingan K20; penyuntingan atas K21 dapat dilakukan seperti yang dikerjakan terhadap K20.
K20a Meski pertemuan antara pengusaha, serikat buruh, dan Pemerintah di Istana Negara telah dilakukan pada Jumat lalu, sejumlah organisasi buruh masih tidak kompak.
K20b Pertemuan antara pengusaha, serikat buruh, dan Pemerintah di Istana Negara telah dilakukan pada Jumat lalu, tetapi sejumlah organisasi buruh masih tidak kompak.
K20c Pertemuan antara pengusaha, serikat buruh, dan Pemerintah di Istana Negara telah dilakukan pada Jumat lalu. Tetapi, sejumlah organisasi buruh masih tidak kompak.
K20d Pertemuan antara pengusaha, serikat buruh, dan Pemerintah di Istana Negara telah dilakukan pada Jumat lalu. Akan tetapi, sejumlah organisasi buruh masih tidak kompak.
K20e Pertemuan antara pengusaha, serikat buruh, dan Pemerintah di Istana Negara telah dilakukan pada Jumat lalu. Namun, sejumlah organisasi buruh masih tidak kompak.
K20f Pertemuan antara pengusaha, serikat buruh, dan Pemerintah di Istana Negara telah dilakukan pada Jumat lalu. Meskipun demikian, sejumlah organisasi buruh masih tidak kompak.
Kalimat yang mengandung kerancuan seperti K 20 dan K21 itu sangat tinggi frekuensi pemakaiannya, tidak mengenal medium dan jenis laras bahasanya. Baik dalam BI lisan resmi, apalagi takresmi, maupun BI tulis resmi atau takresmi (yang sudah mendapat penyuntingan), seperti dalam pidato sambutan/arahan, dst., masih marak dengan struktur kalimat rancu sejenis itu. Demikian pula, telitian saya (begitu juga telitian sejawat saya) menunjukkan tidak pernah absennya konstruksi yang rancu ini: mulai dari laras bahasa hukum yang mestinya menunjukkan ragam BI bekunya (freozen), laras bahasa keilmuan (yang seharusnya memeragakan kejernihan nalar penyusunnya), laras bahasa lagu (yang mestinya menampilkan keindahan variasi kalimatnya), laras bahasa birokrasi (yang sudah waktunya memajankan keadaan birokrasi yang apik (clean governnance), temasuk laras bahasa jurnalistik, baik cetak maupun elektronik, tidak pernah lupa menampilkan konstruksi kalimat yang rancu sejenis K 20 dan K21 di atas.
Berikut adalah beberapa pola kalimat rancu yang masih marak dipakai dalam komunikasi resmi.
Meskipun…, tapi/tetapi/akan tetapi/ namun/namun demikian….
Biarpun…, tapi/tetapi/akan tetapi/ namun/namun demikian..,
Walaupun…, tapi/tetapi/akan tetapi/ namun/namun demikian… .
Kendatipun…, tapi/tetapi/akan tetapi/ namun/namun demikian….
f. Ekonomi Bahasa dan Kelewahan
Salah satu ciri yang amat menonjol dalam BI laras bahasa jurnalistik, baik media cetak maupun elektronik televisi, adalah ekonomi bahasa. Kecenderungan yang diberikan terhadap interpretasi konsep ekonomi bahasa itu adalah penghilangan/ pelesapan satuan bahasa tertentu sesuai dengan konvensi kaum jurnalis itu sendiri. Namun, jika ditautkan dengan konteks dan situasi berbahasa di dalam media tersebut, tidak jarang data menunjukkan bahwa penghilangan/pelesapan itu justru mengurangi derajat keresmian bahasa yang dipakai penutur/jurnalis di dalam situasi berbahasa yang dihadapi, misalnya, manakala sedang membacakan berita resmi.
Sehubungan dengan masalah ini, data menunjukkan bahwa ekonomi bahasa dalam laras bahasa ini ditandai oleh penghilangan/pelesapan afiks meng-, penyulihan konjungtor bahwa dengan tanda koma, pelesapan konjungtor bahwa dan konjungtor lainnya. Sebaliknya, terdapat pemakaian unsur-unsur bahasa yang berlebih (yang tidak menambahkan informasi baru), yang sebenarnya mengganggu konsep ekonomi bahasa itu sendiri. Keadaan ini sudah relatif lama berlangsung, sekurang-kurang seusia saya menjadi peneliti dan penyuluh bahasa. Jika ditautkan dengan permasalahan/ kendala sosiolinguistik yang kita hadapi, saya cenderung menautkan hal ini agak berlebih kepada masalah sikap bahasa jurnalis/redaktur terhadap sistem kebahasaan BI (seperti juga hal ini dihadapi oleh laras-laras bahasa yang lainnya) daripada terhadap empat karakteristik cara kerja pers menurut Iskandar.
1) Pelesapan Afiks meng-
Pelesapan afiks meng- dalam BI laras bahasa ini cenderung dilakukan terhadap tajuk-tajuk berita. Konon ini merupakan konvensi laras bahasa jurnalistik. Namun, seperti terjadi pada unsur-unsur kebahasaan yang lain, tampaknya konvensi mengenai ini belum menyosialisasi secara taat asas karena tajuk-tajuk yang masih menggunakan afiks meng- masih tersebar di setiap media cetak dan terdengar secara eklsplisit tatkala presenter membacakan tajuk berita
K22 Penggelontoran Uang Tak Pernah Selesaikan Masalah (KTN/A5/06/04)
K23 Indonesia Minta Howard Terbang ke Jakarta (KTN/A5/06/04)
K24 Pemerintah Tak Berwenang Tegur Playboy (KTN/A20/06/04)
K25 Kekerasan Kian Ancam Perempuan (RP//06/14/04)
K26 Pemerintah Lepas Saham di BII dan Permata (RP//06/14/04)
K27 DPR Gugat Cara Menneg PAN Tunjuk Langsung Pemasok
(Kp/Polhuk/06/04/15)
K28 Pesantren Harus Jaga Toleransi (Kp/Polhuk/06/04/15)
K29 Mega Ajak Simpatisan Berjoged di Grobogan (Rc/04/04/02)
K30 Warga Kelurahan Lai Parak Kopi Enggan Gunakan Hak Pilih (SC/05)
K31 Masyarakat Diminta Waspadai Kecurangan Pemilu (SC/05/04
K32 Cina Kalahkan Hongkong 1-0 (SC/06/04)
2) Penyulihan Konjungtor dengan Tanda Koma
Contoh penyulihan konjungtor dengan tanda koma tampak pada K33, K34, dan K35 berikut. Namun, demi peningkatan derajat keformalan BI, tanda koma itu harus disunting dan konjungtor bahwa sekaligus diletakkan sebelum klausa yang berfungs sebagai objek pada ketiga kalimat tersebut.
K33 Presiden mengemukakan, keadilan dapat makin terwujud dengan tersedianya lapangan kerja dan berkurangnya jumlah penganggur (Kp/06/04/)
K34 Seusai menghadiri Rapat Koordinasi Terbatas dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono, Rabu (12/4) di Jakarta, Menteri Pertanian Anton Apriyantono menegaskan, pertimbangan pemerintah nenaikkan
HET karena seluruh biaya yang mendukung produksi pupuk telah naik, misalnya ongkos angkut dan ongkos bongkar muat. (Kp/06/04/13/1/6)
K35 Sofyan juga mengingatkan, 16 nama yang disebut Tibo dkk bukanlah data baru. (Kp/15/13/04/06)
3) Pelesapan Konjungtor bahwa dan agar
Di samping terdapat penyulihan konjungtor bahwa dengan tanda koma, laras bahasa jurnalistik juga melesapkan konjungtor bahwa dan agar pada konstruksi kalimat yang mengandung klausa anak kalimat, seperti tampak pada contoh K36, K37, dan K38. Namun, seperti telah disampaikan, pelesapan-pelesapan konjungtor pada struktur kalimat seperti ini dapat mengurangi kadar keformalan situasi berbahasa. Oleh karena itu, pada K36 wajib disisipkan konjungtor bahwa, pada K37 dan K38 konjungtor agar.
K36 Juru bicara Pertamina, Mochammad Harun mengatakan proyek iniditargetkan selesai pada 31 Mei 2006.(KT/A20/12/04/06)
K37 Khoirul Anam, Wakil Presiden Kongres Serikat Pekerja Indonesia, mengingatkan pemerintah untuk tidak memaksakan kompromi. (KT/A7/06/12/04 )
K38 Presiden berharap kerja sama organisasi kepolisian yang tergabung dalam ICPO-Interpol dapat diperkuat, terutama dalam melawan kejahatan korupsi. (KT/A7/06/12/04 )
4) Kekohesian dan Kekoherensian
Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau koheren. Kohesi merupakan hubungan formal antarkalimat pembentuk paragraf. Dalam laras bahasa jurnalistik, dari seluruh kasus kebahasaan, yang paling tinggi derajat ketidakmantapannya adalah penggunaan alat-alat kohesi ini. Jurnalis/redaktur media massa, khusunya media cetak, nyaris tidak membedakan peran-peran alat kohesi tersebut. Tampaknya, seluruh alat kohesi antarkalimat, bahkan intrakalimat, dapat berperan sebagai antarparagraf, di antaranya berikut.
Sementara itu, …
Kendatipun demikian, … Jadi,…
Sedangkan, ….
Bahkan, ….
Tetapi, ….
Namun, …./Namun demikian, ….
Akan tetapi, ….
Dengan demikian, ….
Meskipun demikian, ….
Padahal, ….
Malahan, ….
Selain itu, ….
Di samping itu, ….
Kendati demikian, ….
Meski demikian, ….
Bahkan, ….
Oleh karena itu, …./Oleh sebab itu, …,(*)
Hj. Yayah B. Mugnisjah Lumintaintang adalah pengajar di LPDS
Tulisan ini disajikan dalam kegiatan “Lokakarya Jurnalistik untuk Redaktur” yang diselenggarakan Dewan Pers bersama Lembaga Pers Dr. Soetomo pada 18 – 20 April 2006, di Semarang.
Published in