Meliput Perubahan Iklim: Pakai jurnalisme berdaya gereget dan berdampak

Oleh Warief Djajanto Basorie

Perubahan iklim mempunyai tiga sifat. Pertama, ia berdampak jauh dan luas. Ia tak mengenal tapal batas geografis dan politik. Semua manusia dan benda alam di semua kawasan dunia kena dampaknya.

Kedua, perubahan iklim merupakan isu lintas aneka bidang. Ia merupakan isu meteorologi dan isu perlindungan serta pengelolaan lingkungan. Ia menyentuh konservasi, keanekaragaman hayati, sumber daya alam. Cakupannya bisa juga menyertakan pendidikan lingkungan, pembangunan masyarakat serta pemberdayaan masyarakat. Masih bisa ditambah lagi dengan produksi dan konsumsi berkesinambungan, pemukiman berkelanjutan, hak asasi perempuan, dan peran aktif para pemimpin. Perubahan iklim berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan. 1

Ketiga, pengetahuan tentang perubahan iklim mengharuskan pemahaman tentang ragam istilah: Perubahan iklim, pemanasan global, gas rumah kaca, efek rumah kaca, antropogenik, adaptasi, mitigasi, emisi gas rumah kaca , deforestasi, gigaton, UNFCCC, COP/MOP, REDD, REDD Plus, LULUCF, Peta Jalan Bali.

Karena perubahan iklim merupakan tantangan krusial bagi kelanjutan hidup bumi dan masa depan kehidupan manusia dan alam di dalamnya, pemahaman dan pemecahan masalah perubahan iklim ini memerlukan pendekatan multidimensi.

Topik Umum

Dalam meliput perubahan iklim, wartawan perlu memperhatikan ketertautan perubahan iklim dengan ragam isu lain. Jadi, meliput perubahan iklim bisa bertaut dengan masalah spesifik ekosistem seperti hutan, pantai, dan laut. Meliput perubahan iklim bisa juga memperhatikan perubahan gaya hidup dan perilaku masyarakat, terutama kaum muda. Perubahan iklim juga berkaitan dengan promosi perekonomian hijau dan bisnis akrab lingkungan. Meliput perubahan iklim juga bertautan dengan lapangan kerja dan kesejahteraan sosial. Meliput perubahan iklim juga mengangkat peranserta perempuan dan anak. Meliput perubahan iklim juga menempatkan ilmu dan teknologi terkait dalam perhatian publik.

Topik Politik

Sejauh menyangkut meliput perubahan iklim di Indonesia, ketertautan-ketertautan tersebut di atas berlaku. Namun satu topik yang perlu peliputan lebih jauh dan berlanjut ialah politik perubahan iklim baik di tingkat global, nasional, dan lokal dan dampaknya bagi masyarakat Indonesia.

Di tingkat global, apa benturan kepentingan antarnegara dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim yang berlangsung setiap Desember sejak 1995? Mengapa para pemimpin dunia yang hadir dalam temu tahunan ini sulit untuk mencapai mufakat dalam sebuah persetujuan mengikat secara hukum mengenai penurunan emisi gas rumah kaca?

Di tingkat nasional, kendala apa saja harus diatasi pemerintah dalam memenuhi target penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 26% pada 2020? Apakah pembentukan sebuah Dewan REDD Plus itu efektif untuk mencapai target tersebut? Bagaimana melakukan koordinasi antarsektor yang punya kebijaksanaan tumpang tindih dalam hal tataguna lahan dan alih guna lahan? (Kementerian Kehutanan, Pertanian, ESDM, dan PU mempunyai kepentingan berbeda untuk urusan sama yaitu mengenai rencana tata ruang) 2

Di tingkat lokal, seberapa jauhkah otonomi daerah telah memberi kuasa bagi pemerintah provinsi, kabupaten serta kota untuk mengatur kawasan hutan dalam wilayahnya? Apakah kebijaksanaan pemerintah pusat bisa membatalkan peraturan daerah dalam hal alih guna lahan? Seberapa jauhkah pemimpin daerah setempat transparen dalam melaksanakan pemerintahan yang amanah (good governance)? Seberapa jauhkah masyarakat adat penduduk kawasan hutan diberi hak bersuara dalam menentukan jalannya proyek REDD+ di kawasannya? Bagaimana interaksi antarpemangku kepentingan dalam sebuah proyek REDD+?

Wartawan hendaklah juga memperhatikan aspek gender perubahan iklim. Sebuah telaah berjudul “Gender dan Iklim” (Gender and Climate) diterbitkan pusat penelitian Institute of Development Studies di Inggris Oktober 2011. Pengarang laporan tersebut, ahli geografi manusia Emmeline Skinner, mencatat bahwa rangkaian tanggapan terhadap perubahan iklim secara berlebihan menekankan solusi ilmiah dan ekonomi dan bukan pada dimensi manusia dan gender. Skinner berseru agar mengalihkan tanggapan terhadap perubahan iklim dari analisis teknik murni ke fokus pada dimensi sosial dan gender.

Dalam meliput perubahan iklim, wartawan dapat menekankan peningkatan sadar-gender dalam mana perempuan dan lelaki memiliki suara sama dalam membuat keputusan.

Topik-topik tentang kebijaksanaan publik ini pelik tetapi perlu dijelaskan kepada masyarakat karena menyangkut kepentingan umum dan berdampak kepada semua orang.

Adaptasi dan Mitigasi

Bagaimanapun, meliput perubahan iklim perlu mengungkapkan masalah pokok, dampaknya pada masa kini dan mendatang, dan jalan ke luar. Laporan wartawan dapat pula mengutarakan peran serta perorangan sampai ke pemerintahan dalam pemecahan masalah dalam sorotan.

Dalam liputan tentang dampak perubahan iklim dalam kaitan ekosistem, adaptasi dan mitigasi hendaknya menjadi fokus perhatian. Dampak perubahan iklim di Indonesia bisa berupa musim kemarau tak menentu, diselang-seling turun hujan, sehingga petani cabe gagal panen besar dan harga cabe naik 100% dari Rp 20.000 per kilo Januari menjadi Rp 40.000 Juli 2010 di Jakarta. Juga karena musim bergeser, peluang nelayan melaut berkurang karena angin terlalu keras dan gelombang menjadi ganas.

Dalam keadaan alam seperti ini, jalan ke luar dalam wujud adaptasi dan mitigasi bisa menjadi sorotan liputan. Adaptasi berarti penyesuaian terhadap lingkungan. Dalam kaitan perubahan iklim, ahli meteorologi Dr. Armi Susandi mendefinisikan adaptasi sebagai upaya menyesuaikan diri dengan perubahan iklim/cuaca agar dapat dihindari risiko dampak perubahan iklim yang lebih besar. Misalnya, upaya menghadapi kenaikan muka laut di sepanjang pesisir pantai.

Sementara itu, mitigasi berarti mengurangi kadar bahaya atau tidak nyaman sesuatu. Dalam perubahan iklim, Armi Susandi mengartikan mitigasi sebagai pengurangan gas rumah kaca (karbon dioksida, metana dll) penyebab pemanasan global untuk mengurangi tingkat pemanasan yang akan terjadi.

Jadi adaptasi dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim sedangkan mitigasi merupakan upaya untuk mengurangi sumber penyebab pemanasan global. Keduanya harus dilakukan dalam menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim. 3

Mengenai adaptasi, contohnya ialah nelayan membuat perahu lebih besar, penduduk pantai membangun tanggul, dan petani mengubah jadwal tanam. Dalam mitigasi, contohnya ialah efisiensi memakai sumber energi dengan beralih dari bahan bakar fosil seperti bensin dan batubara ke sumber energi terbarukan seperti sinar matahari, angin, panas bumi dan biomasa.

Apa peran ideal media dalam meliput perubahan iklim? Atas pertanyaan ini, Dr. Amanda Katili mengamati media lebih sering meliput segi dampak perubahan iklim, yaitu korban musibah. Media juga meliput segi mitigasi yaitu upaya penurunan emisi karbon. Wartawan hendaklah lebih sering berfokus ke pemecahan persoalan dan mengangkat segi adaptasi, ujar koordinator divisi komunikasi, informasi dan edukasi Dewan Nasional Perubahan Iklim ini. Misalnya, penduduk pantai apakah lebih baik pindah bila tempat tinggalnya dihantam ombak besar. Lebih lanjut, Amanda berpendapat surat kabar bisa memberitakan perubahan iklim dalam setiap rubriknya dalam sudut tekanan sesuai dengan rubrik yang bersangkutan. Amanda menyampaikan pandangannya ini dalam diskusi dengan wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta, 13 Feb 2012.

Penyajian

Dalam meliput perubahan iklim, wartawan tidak cukup mempraktekkan panduan dasar menulis berita dengan rumusan 5W 1H dan ABC. Dalam panduan 5W 1H, isi berita ialah jawaban atas pertanyaan apa yang terjadi, di mana itu terjadi, bilamana itu terjadi, bagaimana itu terjadi, mengapa itu terjadi, dan siapa yang terlibat. ABC ialah panduan menulis berita dengan memastikan faktanya accurate (tepat), brief (singkat), clear (jelas). Berita juga ditambah syarat balanced (berimbang) dan complete (lengkap).

Lebih jauh dari 5W 1H serta ABC, sebuah laporan perubahan iklim harus punya dua kualitas: daya gereget (compelling) dan dampak (impact). Daya gereget berarti berita itu menimbulkan semangat ingin tahu dan daya tarik berita tersebut tidak bisa ditolak. Perhatian audiens ditawan. Irresistibly interesting, captivating. Maksudnya ialah supaya audiens menangkap pesan laporan dan menimbangnya dengan sungguh-sungguh. Wartawan membangkitan audiens untuk berpikir, setidaknya pada tingkat individu.

Satu kunci berita berdaya gereget ialah dalam menulis intro atau alinea pertama berita. Tulislah intro atau lead efektif. Lead efektif ialah alinea awal berita yang menjerat mata pembaca sehingga ia tertambat pada berita tersebut. Satu cara menulis lead efektif ialah dengan kombinasi deskripsi dan narasi kuat dengan unsur manusia aktif. Satu cara lain ialah dengan memakai kutipan hidup, bisa serius dan bisa jenaka, dari narasumber. Satu cara lain lagi ialah dengan membuat analogi. Keadaan pokok liputan dibandingkan dengan keadaan masalah sama di daerah lain. Lead efektif bisa juga berupa fakta baru yang penting atau mengesankan.

Kualitas kedua berita perubahan iklim ialah dampak. Berita itu tidak saja mengenai dampak perubahan iklim tetapi berita itu bisa juga menimbulkan dampak. Berita berdampak berarti berita perubahan iklim itu tidak saja membuat orang sadar tentang suatu masalah tetapi juga bisa mendorong orang untuk berbuat sesuatu, bahkan sampai mengubah perilaku dan gaya hidup. Dampaknya tidak pada tingkat individual saja tetapi pada tingkat institusional.4

Apa dampaknya pada orang per orang? Pada masyarakat luas? Dapatkah berita itu mengubah sikap atau kebijaksanaan pemerintah? Satu contoh berita berdampak ialah berita halaman 1 harian Jakarta Kompas 29 Juli 2006. Judul beritanya ialah “Warga Riau Dikepung Asap Pekat.” Akibat berita ini, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar bersama pejabat eselon I Sekretariat Kabinet, Kantor Menko Polhukam dan Departemen Kehutanan perlu datang ke Pekanbaru 3 Agustus guna minta penjelasan. Dengan bantuan survei udara TNI AU, menteri tidak menemukan data luasan hutan dan lahan yang terbakar hingga 3.000 hektare seperti yang diberitakan.

Menurut penulis buku jurnalistik lingkungan Andi Noviriyanti, berita tersebut menyesatkan. Tidak memeriksa informasi dari sumber yang tepat dalam hal ini dapat disamakan dengan kurang seksamanya wartawsan tersebut, Andi menulis. 5

Jurnalisme berdampak (journalism with impact) adalah semboyan Pusat Filipina untuk Jurnalisme Investigatif (Philippine Center for Investigative Journalism, PCIJ). Perubahan iklim menuntut jurnalisme berdaya gereget dan berdampak. Ini karena jurnalisme demikian bisa menghasilkan perubahan.

 

Rujukan

  1. 11 isu inti dalam Working Paper: Asia-Pacific Regional Strategy for Education for Sustainable Development, 2005, UNESCO Bangkok
  2. Untangling the web of REDD governance, Climate Solutions, Fitrian Ardiansyah, Jakarta Post, 3 Agustus 2010
  3. http://adaptasi.dnpi.go.id/index.php/main/askexpert#
  4. The ESD Story: Make it Compelling, makalah, Warief Djajanto Basorie, Education for Sustainable Development Media Workshop: Testing the Toolkit, UNESCO, Bangkok, 14-17 Agustus 2007
  5. Objektivitas Berita Lingkungan, Jurnalistik Berkelanjutan 2006:18, Andi Noviriyanti, Yayasan Taman Karya (TAKAR) Riau

 

Lampiran

PUSTAKA IKLIM

Sumber: Buku panduan film dokumenter perubahan iklim di Indonesia, Lakukan Sekarang Juga, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Jakarta, 10 September 2009

Pemanasan Global

Meningkatnya suhu rata-rata di seluruh permukaan bumi.

 

Perubahan Iklim

Berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.

Gas Rumah Kaca

Gas-gas di atmosfer baik alami maupun yang antropogenik (dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia). Gas ini berkemampuan untuk menyerap radiasi matahari di atmosfer sehingga menyebabkan suhu di permukaan bumi menjadi lebih hangat. Gas rumah kaca ialah C02 (Karbon-dioksida), CH4 (Metana), N20 (Dinitro-oksida), SF6 (Sulfur Heksaflorida, PFC (Perfluorokarbon), dan HFC (Hidrofluorokarbon).

Efek Rumah Kaca

Efek dari sebuah proses di mana gas rumah kaca pada atmosfer bumi menyerap radiasi inframerah dari sinar matahari yang seharusnya kembali ke ruang angkasa, sehingga suhu bumi meningkat.

Adaptasi

Mengembangkan cara-cara untuk melindungi manusia dan tempat dengan mengurangi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim dan meningkatkan resiliensi mereka terhadap perubahan iklim global.

Mitigasi

Usaha untuk memperlambat proses perubahan iklim global, biasanya dengan mengurangi tingkat gas rumah kaca di atmosfer dan mengurangi emisi dari kegiatan manusia.

Emisi gas rumah kaca

Gas rumah kaca yang dikeluarkan ke udara karena berbagai kegiatan manusia.

Deforestasi

Konversi lahan berhutan menjadi tidak berhutan.

Gigaton

Milyar ton.

UNFCCC

United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim).

COP/MOP

Conference of Parties/Meeting of Parties (konferensi para pihak/pertemuan para pihak).

REDD

Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan).

LULUCF

Land-Use, Land-Use Change and Forestry (Alih Guna Lahan dan Kehutanan).

Bali Road Map

Peta Jalan Bali, kesepakatan pada Conference of Parties ke-13 di Bali Desember 2007. Mufakat dicapai untuk membentuk dua jalur negosiasi. Jalur pertama berada di bawah Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim untuk membahas isu-isu jangka panjang pasca-2012. Jalur kedua di bawah perjanjian Protokol Kyoto yang membahas komitmen selanjutnya negara maju dalam Annex I sesuai ketentuan Protokol Kyoto. (Ismid Hadad, Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan, h. 13, Prisma, April 2010)

Kyoto Protocol

Protokol Kyoto ialah perangkat dalam Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim. Protokol ini memuat pernyataan yang mengikat secara hukum bagi negara maju dalam Annex I untuk mengurangi emisi gas rumah kaca kolektif mereka paling sedikit 5 persen dari tingkat emisi tahun 1990 yang harus dicapai pada periode 2008-2012. (idem Ismid Hadad, h. 12)

Published in Kajian Media