Karya Peserta Lomba Jurnalistik Banyu Urip 2017 – “Senyum Merekah Perajin Batik Pratiwi Krajan”

Senyum Merekah Perajin Batik Pratiwi Krajan

Kamis, 19 Oktober 2017 | http://www.suarabanyuurip.com/kabar/baca/senyum-merekah-perajin-batik-pratiwi-krajan

Batik Pratiwi Krajan, kian berkembang pesat. Usaha ini pun mampu menambah penghasilan ibu-ibu rumah tangga Rp600 ribu per bulan.

SENYUM Pancasunu Puspitosari terus mengembang. Kerajinan Batik yang dirintisnya sejak 2014 silam itu, sekarang ini berkembang pesat. Hampir tiap hari lingkungan RT 05/RW 01 Kelurahan Ngelo, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, yang menjadi sentra produksinya, ramai dikunjungi pengunjung dari dalam dan luar Blora. Mereka adalah para penikmat batik khas Blora.

Pancasunu Puspitosari merupakan empunya Klaster Batik Pratiwi Krajan. Sebelum memetik  keberhasilan, pasang surut di dunia perbatikan telah dirasakan perempuan ramah tersebut. Namun mimpinya untuk bisa mengembangkan dan mengenalkan kerajinan batik khas Blora kepada masyarakat luas tak pernah surut.

Puspitosari dibantu tujuh belas anggotanya yang didominasi ibu rumah tangga dari warga sekitar Ngelo dan Karangboyo. Setiap hari mereka datang ke rumah produksi untuk membuat kain batik.

“Awalnya anggota hanya 5 orang, sekarang sudah berjumlah 17 orang,” kata Puspitosari membuka perbincangan dengan suarabanyuurip.com, Kamis (19/10/2017). 

Dengan rata-rata produksi per bulan sekitar 250-300 kain batik. Dari hasil produksi itu, ibu-ibu pembatik dapat menerima penghasilan tambahan hingga Rp 600.000, per bulan. Mereka hanya memanfaatkan waktu luang selama 4 jam/hari untuk beraktifitas mulai pukul 10.00-14.00 WIB di rumah produksi. 

“Di sini kami mengembangkan motif batik khas Blora seperti jati. Cepu juga memiliki potensi minyak dan gas bumi yang kita gambarkan dengan motif kilang minyak dan pompa angguk,” ujar Puspitosari menjelaskan.

Dari motif tersebut, Nunu panggilan akrabnya, sudah mendapatkan sertifikat hak cipta dari Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual sejak 2016 dengan judul “Batik Jatiku”. Banyak tamu dari luar Blora yang mencari batik hingga ke Ngelo hingga membuatnya kuwalahan memenuhi permintaan.

“Dari berbagai daerah hingga Kalimantan pesannya ke sini. Mereka dari berbagai kalangan. Ada juga dari anggota partai politik,” ungkap Nunu.

Jemput bola menjadi strategi pemasaran yang dilakukan Nunu. Salah satunya melalui parade dan bazar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Melalui gelaran ini Nunu membuka jaringan pemasaran Batik Pratiwi Krajan dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dekranasda hingga ke luar Jawa.

“Selain dari penjualan di showroom, kami rutin mengikuti pameran hingga keluar kota Blora seperti baru-baru ini Parade UMKM BRI di GOR Trilumba Juang Semarang,” tuturnya.

Harga yang ditawarkan untuk selembar kain batik pun beragam dan cukup terjangkau. Mulai dari Rp 150.000,- hingga Rp Rp 300.000.

“Tergantung dari jenisnya,” ucap Nunu sambil menunjukan beberapa jenis kain batik produksinya.

Produksi Batik Pratiwi Krajan terdiri dari batik tulis maupun batik cap (printing) dengan kualitas tinggi. Menggunakan pewarna alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan khas yang hidup di sekitar, dengan sedikit pewarna kimia.

“Ada secang, mahoni, jati, dan tumbuhan lain yang bisa digunakan untuk pewarna alami,” jelasnya.

Dipilihanya pewarna alam oleh Batik  Pratiwi Krajan ini karena banyak berpengaruh terhadap pelestarian lingkungan. Mereka menyadari limbah batik dapat menjadi momok polusi air seiring pertumbuhan batik yang cukup pesat.

Untuk menyelamatkan air dari polusi, kelompok Batik Pratiwi Krajan melakukan pemasangan instalasi pengelolaan limbah sederhana. Meski masih sederhana, terbukti telah terjadi penurunan tingkat pencemaran berdasarkan hasil uji air limbah di Balai Laboratorium kesehatan dan Pengujian Alat Kesehatan Semarang.

Selain aktif dan peduli terhadap lingkungan, sosok Nunu pun lekat dengan siswa-siswi SD Negeri 3 Karangboyo. Mengajar batik menjadi rutinitas Nunu setiap hari Sabtu.

“Saya senang mengajar kepada adik-adik karena batik merupakan warisan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan. Kita juga terbuka untuk menerima kunjungan seperti Maret lalu TK Tunas Rimba 1 datang ke rumah produksi,” terangnya.

Perkembangan Kelompok Batik Pratiwi Krjajan ini mengundang perhatian banyak pihak. Kelompok batik yang berada di klaster Blora banyak yang “berguru” kepada Nunu dan kelompok batik pratiwi krajan.

“Di sini kami saling sharing ilmu dan saling bantu dengan desa lain seperti Sumber, Wado, dan Nglebur,” tegasnya.

Keberhasilan Nunu dan kelompoknya dalam mengembangkan kerajinan batik ini tidak lepas dari peran perusahaan Migas yang ada di wilayah Blora, yakni PT Pertamina EP (PEP) Asset 4 Field Cepu. Melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), Pertamina EP Aset 4 melakukan pembinaan sejak 2014 lalu.

Bantuan yang diberikan tidak sekadar pelatihan teknis membatik, namun menyeluruh dari hulu sampai hilir. Seperti di sektor manajemen kelompok maupun pemberian alat-alat membatik hingga pemasangan IPAL.

“Alhamdulillah karena bantuan Pertamina kami sebagai perempuan bisa mandiri dan tumbuh,” pungkas Nunu mengakhiri perbincangannya.

Dihubungi terpisah, Cepu Field Manager, Heru Irianto berharap usaha batik ini terus berlanjut dan berkembang sehingga kesejahteraan dan perekonomian masyarakat dapat meningkat.

“Saya mengapresiasi keberhasilan kelompok dalam memajukan batik khas Blora. Perusahaan akan support agar Batik Pratiwi Krajan dapat bersaing lebih luas dan memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat,” harap Heru.(AS) 

Published in