Jakarta (Berita LPDS) – Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menganut asas demokrasi. Karena, misalnya, mengharuskan wartawan menulis berita secara berimbang serta memberi tempat bagi perbedaan pendapat.
KEJ juga mengandung asas profesionalisme dengan meminta wartawan menyajikan berita yang akurat, faktual, atau membedakan antara fakta dengan opini. Asas moralitas ikut melekat pada KEJ, seperti tidak boleh beritikad buruk, tidak menyebut identitas korban kesusilaan, atau tidak membuat berita cabul dan sadis.
Asas lain yang terkandung dalam KEJ yaitu supremasi hukum. Contohnya, melarang wartawan melakukan plagiat, menghormati asas praduga tak bersalah, dan tidak menyalahgunakan profesinya.
Demikian antara lain pendapat Anggota Dewan Pers, Wina Armada Sukardi, saat menjadi pengajar pada Program Penyegaran Redaktur Spesialis Multimedia yang digelar LPDS, Jakarta, mulai hari ini (27/4) sampai Jumat, (1/5).
Hak Tolak
Kode etik mengatur soal hak tolak wartawan. Dengan hak tolak tidak berarti wartawan dapat begitu saja menolak panggilan polisi atau hakim saat terjadi sengketa akibat berita. Sesuai UU No.40/1999 tentang Pers, hak tolak hanya dapat digunakan jika wartawan diminta mengungkap identitas atau keberadaan narasumber yang dirahasiakannya.
Namun, panggilan dari polisi dapat ditolak jika ditujukan bukan kepada penanggung jawab perusahaan pers. “Yang harus dipanggil adalah penanggung jawab pers,” kata Wina.
Wartawan harus berhati-hati menggunakan sumber anonim. Sebab, Wina menegaskan, tanggung jawab dari isi pernyataan sumber anomin ada di redaksi pers. (red)
Published in