JAKARTA, KOMPAS.com – Inflasi kata dan kalimat-kalimat rancu masih muncul di media massa. Dewasa ini ada dua perangkat norma bahasa yang bertumpang tindih. Yang satu berupa norma yang dikodifikasi dalam bentuk buku tata bahasa sekolah, yang lain ialah norma berdasarkan adat pemakaian yang antara lain dianut oleh kalangan media massa dan kaum sastrawan.
Demikian antara lain benang merah yang mengemuka dalam diskusi Bahasa Media Massa bertajuk Mencari Kata Baku, yang digelar Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) bersama Forum Bahasa Media Massa (FBMM), Rabu ( 16/12) di Jakarta. Dimoderatori Rita Srihastuti, dua pembicara yang dihadirkan adalah Redaktur Senior Majalah Tempo Amarzan Lubis dan pakar bahasa Anton Moeliono.
Amarzan Lubis mengatakan, pembakuan bahasa itu perlu selama itu bukan pembukuan. Media massa sudah saatnya mengembalikan makna kepada kata. Kata meninggal makna sudah jelas, tak mesti ditambahi lagi kata dunia. Cukup meninggal, bukan meninggal dunia. Sebab tak ada meninggal akhirat, katanya menyontohkan.
Anton Moeliono menegaskan, media massa mencerdaskan masyarakat melalui bahasa. Bahasa di media massa tak harus seragam satuan-satuannya. Yang harus segaram itu norma dan kaidah bahasa.
Buku atau standar berpraanggapan adanya keseragaman; norma dan kaidah yang tidak bersifat mutlak. Keseragaman itu berhubungan dengan ciri bahasa baku lain yakni kemantapan/kestabilan yang luwes dan kecendekiaan, katanya.
Anton menjelaskan, dengan latar kediglosiaan masalah pembakuan bahasa Indonesia memperoleh dimensi tambahan yang jarang dipersoalkan. Situasi diglosia yang menjelaskan menga pa ada perbedaan yang besar di antara pemakaian bahasa Indonesia tulis dan lisan; di antara bahasa lisan formal dan lisan sehari-hari.
Dewasa ini, lanjutnya, ada dua perangkat norma bahasa yang bertumpang tindih. Yang satu berupa norma yang dikodifikasi dalam bentuk buku tata bahasa sekolah, yang lain ialah norma berdasarkan adapt pemakaian yang antara lain dianut oleh kalangan media massa dan kaum sastrawan.
Ketua Forum Bahasa Media Massa, TD Asmadi mengatakan, FBMM sudah menghasilkan rekomendasi untuk kata baku, penulisan kata, padanan kata/istilah, peluluhan, dan istilah, serta akronim/singkatan.
Ada 74 permasalahan yang direkomendasikan, untuk mengingatkan agar media massa tetap mengacu pada ejaan yang disempurnakan. Juga mengingatkan pentingnya Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai acuan penulisan, katanya. NAL
Sumber: www.kompas.com / Rabu, 16 Desember 2009 | 21:23 WIBhttp://oase.kompas.com/read/xml/2009/12/16/21233395/Media.Massa.Kembalikan.Makna.kepada.Kata..
Published in