Rehab Gambut, Rehab Orangutan

Laporan Ahmad Sidik, Tribun Kaltim
Penulis adalah peserta lokakarya LPDS Meliput Perubahan Iklim dengan tugas kunjungan kawasan di Kalimantan Tengah Feb 2016

Anok berada di pohon di kawasan BOS Nyaru Menteng. Orangutan berusia 8 tahun ini membolos dari kelas 22 Feb 2016.  Fotografer: Nico Pattipawae.

“Nok… Nok… turun yuk… Ini minum dulu”, kata Misna merayu Anok untuk turun.

Misna tampak lelah. Ia duduk dan menunjukkan sesisir pisang. Wajahnya menunduk kemudian menghadap ke atas berharap Anok, orang utan usia muda, kembali pulang. Misna, pengasuh orang utan di pusat rehab orangutan Nyaru Menteng,  tak menyerah. Ia kembali berdiri dan mengejar Anok yang berpindah dari satu pohon ke pohon lain. Anok nampaknya tidak mau turun dari pohon.

Anok sore itu tampak marah. Rambut di seluruh tubuh berdiri dan memandang tajam ke bawah sesekali. Misna tampak menggendong tas anyaman rotan sambil meneriaki untuk yang kesekian kali. Sesekali botol mineral berisi cairan warna orange digoyang goyangkan sambil berteriak, pandangan menghadap ke atas.

Namun orang utan usia delapan tahun ini malah mematahkan ranting, menggenggamnya. Dari ketinggian sekitar 20 meter, Anok melempar ranting ke bawah. Puluhan pengunjung BOS (Borneo Orangutan Survival) Nyarumenteng Kalimantan Tengah yang sedang menonton di bawah Anok berada, bergerak menjauh dari pohon tempat Anok bergelantungan.

Koordinator Komunikasi dan Pendidikan BOS Nyaru Menteng, Monterado Fridman atau yang akrab disapa Agung saat mengamati orangutan kabur, mengatakan Anok melarikan diri dari kelas.

Dia dan beberapa individu orang utan lain bolos kelas dan membuat baby sitter kesulitan mencari.

Belum diketahui apa penyebab Anok dan empat rekan lainnya bolos dari kelas. Sambil tersenyum Agung mengatakan  individu yang berada di sekolah BOS Nyaru

Menteng tahu hari itu banyak yang akan mengunjunginya.

Orangutan bisa merasakan keberadaan manusia dari jarak yang tidak ditentukan.

“Orangutan tahu ada banyak orang yang mengunjunginya. Makanya dia keluar dari kelas mungkin mau berkenalan,” ungkap Monterado.

Ia menimpali, “Namun dilihat dari rambut rambut yang berdiri, Anok saat ini marah. Mungkin dia shock melihat banyaknya orang, beruntung para pengunjung bisa melihat mereka langsung.”

Orangutan biasanya lari menjauh saat manusia mendekat. Kecuali bila orang utan saat diserang manusia merasa bisa menang melawan manusia, maka menyerang.
Sekira 100 meter dari kandang besi orang utan, ada tempat pelatihan bagi orang utan untuk kembali melatih kebiasaannya hidup di alam bebas. Mereka dilatih oleh baby sitter masing-masing.

Satu pengasuh orang utan bertanggungjawab kepada tujuh individu. Orangutan di BOS Nyaru Menteng biasa melarikan diri saat dilatih berbagai keterampilan dasar hidup di alam. Meski begitu mereka biasa kembali setelah melarikan diri dari kandangnya.

Jika orang utan saat pergi dari tempat latihannya dan tidak kembali ke kandang, maka pengasuh orang utan wajib mencari sampai ketemu. Orangutan yang melarikan diri biasa membuat sarang di sebuah pohon.

Baby sitter akan menandai pohon tersebut dan kembali sebelum orang utan bangun. Hal itulah yang biasa  terjadi di BOS Nyaru Menteng.

“Orang utan yang lepas biasanya saat sore hari membuat sarang di pohon, baby sitter segera menandai pohon tersebut. Pada pagi hari baby sitter harus datang sebelum orang utan bangun, kalau orang utan duluan yang bangun bisa kehilangan jejak baby sitter,” ujarnya.

Orang utan yang kelelahan dari pelariannya menjadi kesempatan bagi baby sitter untuk membuatnya kembali ke kandang. Orang utan akan turun dari pohon dan segera mengambil makanan yang disediakan, kemudian baby sitter akan menggendongnya dan mengembalikan ke kandang.

Baby sitter di Yayasan BOS Nyaru Menteng bertugas merawat orang utan sampai bisa dilepasliarkan. Dari hal itulah setiap individu orang utan memiliki ikatan batin yang kuat dengan baby sitter.

“Sebanyak 35 baby sitter bertugas mengembalikan perilaku orang utan seperti sifat liarnya. Orang utan diajari membuat sarang, cari makan di tempat tinggi, mengenali predator saat berada di area sekolah orang utan,” ungkap  Monterado.

Ia menambahkan  baby sitter akan menjaga orang utan sampai bisa dikembalikan ke habitat aslinya. Semua perawat orang utan harus ibu-ibu dan diwajibkan memiliki sifat keibuan. Sewaktu waktu orang utan sakit, para baby sitter dipanggil dan wajib datang.”

Saat dalam masa perawatan, biasanya hari Sabtu dan Minggu ratusan warga berkunjung ke Pusat Rehabilitasi Orangutan BOS Nyarumenteng. Mereka biasa berkunjung bersama keluarga untuk melihat orang utan secara langsung.

Pengunjung hanya sekadar berkunjung untuk melihat orang utan di kandang dari balik kaca transparan. Orangutan terlihat memainkan drum biru berlubang kecil di setiap sisi, berayun pada besi besi yang dipasang melintang dan berayun pada tali karet yang dikaitkan pada sudut sudut kandang. Mereka terkadang berhenti pada ban dan tiduran sambil berayun.

Alasan kesehatan membuat para pengunjung hanya bisa melihat orang utan dari kejauhan. Orangutan rentan tertular penyakit dari manusia. Jika sudah tertular penyakit dari manusia, maka proses penyembuhan akan lebih lama.

Bahkan para baby sitter saat terkena flu sekalipun dilarang untuk mendekat dengan orang utan. Baby sitter yang sedang sakit diizinkan untuk tidak bekerja sampai mereka benar benar sembuh.

Di BOS Nyaru Menteng terdapat 483 orangutan yang sedang dalam proses rehabilitasi. Mereka terbagi dalam tujuh kelas mengikuti tingkatan usianya. Pada usia lebih dari delapan tahun  individu dilepasliarkan ke alam sesuai dengan habitat aslinya.

Orang utan hanya bisa tinggal pada ketinggian antara 200 meter sampai 600 meter di atas permukaan laut. BOS Nyaru Menteng sudah melepasliarkan orang utan sebanyak 159 sejak tahun 2012. Pusat pengenalan kembali   orang utan Kalteng ini sudah berdiri sejak 1999. Borneo Orangutan Survival (BOS) Nyaru Menteng terletak di Jl Tjilik Riwut km 28 Komplek Arboretum Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Setiap orang utan yang masuk program rehabilitasi akan melalui tahap karantina dan akan diperiksa baik secara fisik maupun psikis. Usia rata rata orang utan yang masuk BOS Nyaru Menteng antara 0-4 tahun. Kemudian mereka akan menjalani sosialisasi melalui sekolah alam orangutan.

Setiap hari orang utan belajar mulai pukul 07.00 pagi sampai dengan 16.00  Di sekolah yang terletak sekira 100 meter dari kandang besi, mereka belajar memanjat, mencari makan di pohon, membuat sarang dan berbagai aktivitas alami orang utan.

Beberapa tempat pra pelepasliaran orang utan dari pusat reintroduksi orang utan Nyarumenteng Kalimantan Tengah diantaranya Pulau Kaja, Kabupaten Murung Raya, Pulangpisau, dan Palas. Hutan Lindung Bukit Batikap menjadi tempat pelepasliaran orang utan. Bukit Batikap berkapasitas 300 orang utan. Rencananya BOS Nyaru Menteng hanya akan mengisi sampai 250 orang utan.

“Kami perkirakan 50 sisa kapasitas merupakan anak dari orang utan yang sudah berkembang biak,” jelas Monterado.

Sebanyak 51 orang utan dilepasliarkan selama setahun di Pulau Kaja, 40 individu di Palas, dan 30 individu di Batikap. Individu orang utan tersebut menjalani pra pelepasliaran selama setahun. Selama setahun ada ada pemeriksaan dan evaluasi. Jika dinilai bisa untuk dilepasliarkan maka orang utan akan dikembalikan ke habitat aslinya.
“Orang utan Kalimantan Barat dikembalikan ke Kalbar, Kalteng ke Kalteng, Kaltim ke Kaltim, sesuai dengan jenis dan daerah asalnya,” ujar Agung menambahkan.

Diceritakan pada tahun 1995 Proyek Lahan Gambut (PLG) sejuta hektare membuat tiap tahun Kalimantan Tengah dilanda kebakaran hutan. Hal ini membuat ekosistem di area gambut rusak dan hal ini berdampak pada rusaknya habitat orang utan.

Orang utan sebagai pelestari hutan semestinya bisa menyebarkan bibit pohon melalui buah yang dimakan. Biji buah yang dimakan orang utan akan disebarkan ke daerah lain sehingga menghasilkan pohon baru. Namun kegiatan orang utan untuk menyebar bibit tanaman terganggu.

Ribuan orang utan mati sia sia dan sejak itu kebakaran hutan berulang di setiap tahunnya. Pembukaan lahan gambut untuk perkebunan sawit membuat satwa endemik kehilangan habitat aslinya.

Pemerintah pusat, pemerintah daerah, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah seolah tidak peduli dengan ancaman kebakaran hutan yang setiap tahun terjadi. Upaya pencegahan maupun mengatasi kebakaran hutan tidak berdampak sedikitpun pada kerusakan hutan gambut. Pemerintah selalu bertindak ketika kebakaran sudah mengancam jiwa.

Berbagai alasan mulai dari tumpang tindih kewenangan hingga tidak adanya anggaran membuat lahan berisi humus ini terbakar pada musim kemarau.

Selain banyak orang utan mati selama kebakaran hutan terjadi, beberapa orang utan lainnya ditangkap dan diperjual belikan. Bahkan penyelundupan sampai ke luar negeri sering kali terjadi.

Januari 2016  dikembalikan satu individu orang utan yang berhasil diamankan saat akan keluar dari bandara Kuwait. Anehnya seringkali penyelundupan orang utan lolos saat masih berada di negara asal orang utan.

“Aneh sekali, di Indonesia tidak terdeteksi ada orang bawa orang utan melalui bandara. Namun saat akan keluar dari bandara Kuwait tertangkap orang membawa individu orang utan dari Indonesia. Jelas ini ada permainan,” ujarnya.

Bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah, penyitaan orangutan dilakukan berdasarkan Undang – Undang nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati pasal 21. Kemudian rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan kondisi orang utan seperti berada di habitatnya.

Kebakaran tahun 2015 tepatnya mulai bulan Juni sampai Oktober berimbas pada 18 bayi orangutan. Semua orang utan yang dievakuasi mengidap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Hutan penyangga Nyarumenteng bahkan juga terbakar, anehnya dua minggu setelah terbakar bibit sawit muncul dan kegiatan perkebunan sawit berjalan normal.

Pengelola BOS Nyaru Menteng berpikir tidak banyak hutan yang dapat menjadi tempat baru bagi individu setelah keluar dari rehabilitasi. Perluasan dan pengembangan kawasan pusat reintroduksi orang utan harus segera ditambah.

Terlebih antusias warga yang berkunjung ke kawasan BOS Nyaru Menteng dirasa cukup besar.

Monterado Fridman mengatakan BOS Nyarumenteng akan membangun kandang orang utan menjadi objek wisata dan pusat edukasi bagi masyarakat. Rencananya kawasan seluas 62 ribu hektar tersebut akan dibuat bangunan berbentuk dome dengan lorong tembus di tengahnya.

Para pengunjung nantinya bisa melihat berbagai aktivitas orang utan sepanjang lorong dengan dibatasi kaca transparan.

“Sangat sulit mencari hutan untuk mengembalikan orang utan ke hutan tempat mereka berasal, banyak hutan yang sudah tidak bisa dihuni orang utan. Saat ini kami sedang mengembangkan kawasan rehabilitasi ini agar bisa menjadi objek wisata dan edukasi kepada masyarakat terkait orang utan. Terlebih lagi kawasan Nyaru Menteng   bisa menampung banyaknya orang utan yang selalu masuk setiap bulannya,” tuturnya.

Published in ClimateReporter