Oleh Zaki Setiawan, Koresponden Koran Sindo di Batam dengan penugasan ke Sumatra Selatan Maret 2014
MEMILAH sampah rumah tangga perumahan Bhayangkara di Palembang sudah menjadi pekerjaan sehari-hari bagi Lia. Sampah kering seperti bungkus minuman dan makanan ringan, bungkus deterjen, botol air mineral, dan kardus dikumpulkan terpisah oleh ibu berusia 31 tahun ini.
Tidak ada risi menjalani pekerjaan yang sudah digeluti oleh ibu satu anak ini sejak dua tahun silam di kompleks Pakri, Kelurahan Duku, Kecamatan Ilir Timur Dua. Sehari bisa terkumpul hingga 10 kilogram sampah kering hasil pilah yang masih bernilai guna. Sampah bernilai guna ini merupakan bahan kerajinan dan suvenir yang hasilnya dipasarkan melalui Butik Galeri Kemala di Gedung Abdullah Kadir kompleks Pakri.
Selain memilah sampah dari sekira 80 rumah tangga di perumahan tersebut, Lia juga bertugas menjaga toko tempat penukaran sampah, Toko Tukar Sampah (Totusa). Di Totusa, warga dapat menukar sampah seperti kardus, koran, botol, kaleng hingga besi dengan barang dagangan atau uang.
Sebuah timbangan dan daftar harga menjadi sarana saat bertransaksi sampah. Kaleng minuman dihargai Rp8 ribu per kilogram, besi Rp2 ribu, kardus Rp1.200, kaleng dan botol campur Rp1.000, dan koran Rp700 per kilogram.
“Kadang sampah tidak langsung ditukar, tapi disimpan dulu hingga banyak untuk kemudian ditukar,” ujar Lia sambil memilah sampah kering yang menumpuk di samping Totusa.
Kehadiran Totusa dan pembuatan kerajinan berbahan sampah ini, sedikit demi sedikit mampu mengubah pola pembuangan sampah rumah tangga warga sekitar. Dari sebelumnya dibakar, dilempar, dan dibuang ke sungai, sekarang warga ikut memilah sampah sendiri untuk ditukar barang atau uang.
“Dulu enak saja sampah dibuang ke sungai, sekarang sudah tidak lagi,” kenang Lia.
Totusa dan Butik Galeri Kemala merupakan aktivitas yang dinaungi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Kemala. Ketua KSM Kemala, Lismawati, menjelaskan bahwa fokus kegiatan kelompoknya mengelola pengangkutan sampah rumah tangga dan mengolah sampah bernilai ekonomi.
Pengelolaan pengangkutan dilakukan dengan pemindahan sampah dari setiap rumah warga untuk dikumpulkan di tempat penampungan sampah (TPS). Pengangkutan dilakukan rutin setiap pagi, karena jika sampah lambat diangkat akan mengundang lalat mendekat dan bau menyengat.
Mengolah sampah bernilai ekonomi dilakukan melalui pemanfaatan sampah kering sebagai bahan produk kerajinan dan suvenir menarik. Mulai dari tas, dompet, tempat tisu, tempat tusuk gigi, sandal, alas meja, payung, bunga, bros, dan cincin. Cocok untuk kenang-kenangan, cenderamata, ataupun sebagai koleksi pribadi.
“Hasil penjualan suvenir mampu menggaji sembilan karyawan yang bekerja di Totusa dan Butik Galeri Kemala,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Butet ini.
Tidak hanya Totusa dan pembuatan suvenir, Butik Galeri Kemala juga membuka bank sampah bagi warga yang ingin menjadi nasabah. Sampah yang bisa didaur ulang menjadi produk kerajinan dan suvenir akan dihargai dan uangnya masuk dalam buku tabungan yang dikelola layaknya bank konvensional.
Pemilahan dan pemanfaatan sampah rumah tangga bernilai ekonomi dan seni, menurut dia, mampu menurunkan volume sampah rumah tangga di kompleks Pakri. Penurunan ini semakin tinggi seiring meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menghargai sampah dan menyelamatkan lingkungan.
“Dari sampah rumah tangga yang ada di kompleks Pakri 50 persennya bisa didaur ulang dan dimanfaatkan menjadi produk kerajinan dan suvenir,” jelas Lismawati.
Kasubid Pengendalian Pencemaran Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel), Andi mengatakan bahwa Sumatra Selatan (Sumsel) berupaya menurunkan volume sampah yang memicu peningkatan emisi karbon. Pemanfaatan sampah menjadi nilai ekonomi, sebagaimana dilakukan KSM Kemala, adalah di antara upaya tersebut.
Sampah domestik di Sumsel 58,85 persen didominasi sampah sisa makanan. Kemudian, 18,79 persen sampah plastik, 14,99 persen sampah kertas, karton, popok dan selebihnya sampah kayu, sampah taman, kain, produk tekstil, karet dan kulit, logam, serta gelas.
“Saat ini ada lima bank sampah yang sudah didirikan di Kota Palembang. Sistem ini juga akan kami terapkan di kabupaten/kota lain di Sumsel,” ujarnya.
Andi menjelaskan bahwa melalui Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Sumsel bertekad mengendalikan peningkatan volume sampah, terutama sampah rumah tangga. Berdasarkan estimasi dan proyeksi, volume sampah di Sumsel diperkirakan menembus 1.335 kiloton pada 2014 dan 1.480 kiloton pada 2020.
Sampah terbanyak dihasilkan Kota Palembang dengan estimasi mencapai 342 kiloton pada 2014.
Mengolah tumpukan sampah menjadi bernilai ekonomi merupakan sarana untuk mendidik dan meningkatkan kesadaran warga. Harapannya warga tidak lagi membuang sampah sembarangan dan pendapatan keluarga bisa bertambah.
“Setiap harinya kurang lebih 500 hingga 700 ton sampah dihasilkan. Dengan mengelola sampah menjadi bernilai ekonomi, ditargetkan mampu mengurangi 10 persen volume sampah dari estimasi setiap tahunnya,” ujar Andi.
Published in