Laporan Imay Sembiring, Radio IDC FM, Balikpapan, 4 Okt 2016
Penulis adalah peserta Lokakarya Meliput Daerah Ketiga Angkatan Keempat (MDK IV). Imay mendapat tugas ke Kabupaten Lombok Utara, NTB, 24-28 Agustus 2016. Lokakarya diselenggarakan Lembaga Pers Dr. Soetomo dan Kedutaan Norwegia 23 – 31 Agustus 2016
Dusun Tampes, Nusa Tenggara Barat, terlihat sibuk. Pada RT 01 ada proyek pembangunan tower penampungan air setinggi sembilan meter. Pembangunan menara adalah langkah pertama sebelum dilaksanakan pemasangan panel surya dan saluran irigasi perpipaan. Proyek ini dinamai penguatan produktivitas perkebunan masyarakat dengan model sistem irigasi berbasis solar cell (sel tenaga surya). Irigasi berbasis solar cell di Dusun Tampes adalah yang pertama dilakukan di Indonesia.
———-
Dusun Tampes, NTB, ClimateReporter – Mesin molen pengaduk semen berputar teratur. Lima pria buruh bangunan terlihat serius membangun tower. Lima pekerja lain bagi-bagi tugas. Ada mengaduk semen, menggali tanah di lokasi pompa air dan saluran pipa untuk irigasi. Terhitung sejak awal Juli 2016, 10 pekerja yang merupakan penduduk asli Dusun Tampes dan warga Mataram ini bekerja setiap hari, mulai pukul 8 pagi hingga 4 sore. Mereka mengejar rampung sesuai target.
“Kami target akhir September 2016 semua telah terpasang agar awal Oktober 2016 bisa dilakukan penanaman. Dengan demikian, bulan berikutnya sudah sudah menghasilkan bunga pepaya california,” ujar I Dewa Gede Jaya Negara, Manager Pelaksana Proyek Solar Cell.
Salahsatu nara sumber, Supriadi, menunjukan lokasi tower penampungan air. (Foto: Imay Sembiring)
Selain memasang tenaga surya untuk irigasi perpipaan, proyek gagasan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Mataram (LPM Unram) ini juga menjadikan lahan kering di Dusun Tampes sebagai kawasan perkebunan hortikultura terpadu. Tanaman yang dipilih adalah pepaya california dan cabai dewata sebagai tumpang sari.
“Kenapa pepaya california? Karena hortikulturanya paling tinggi. juga peminatnya banyak, khususnya perhotelan. Di sini stok pepaya sering kekurangan. Temponya singkat, dalam masa tanam tiga bulan sudah menghasilkan,” katanya lagi.
Tampes, satu dari 13 dusun di Desa Selengen, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dusun yang sebelah utaranya berbatasan dengan Laut Bali ini berpopulasi 400 jiwa lebih.
Kiri: Pepaya California yang dijajakan pada salah satu sudut Kota Mataram, Lombok Barat. (Foto: Imay Sembiring)
Sebagian besar penduduk mencari nafkah dengan bertani dan berkebun. Bangunan rumah penduduk masih tradisional, Dinding rumah terbuat dari bambu anyaman, atap dari daun kelapa dan sebagian kecil asbes. Hanya lantai yang plester. Sehingga tidak heran jika kondisi ekonomi penduduk setempat masih memprihatinkan.
Dusun Tampes mengalami kendala pada sistem pengairan. Pemerintah setempat membangun bendungan untuk saluran irigasi. Jika musim kemarau tiba, debit air dari bendungan turun, menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan irigasi di Dusun Tampes. Selain itu, turunnya debit air dikarenakan kapasitas air bendungan tidak sebesar kebutuhan irigasi penduduk setempat. Akibatnya, petani kerap merugi alias gagal panen.
“Irigasinya kalau kemarau susah. Debit air kurang karena jalur pipanya sudah kemana-mana. Itu yang bikin air berkurang. Ada juga pipa sudah tidak sampai. Ya pastilah ada yang rugi, terpaksa gak nanam,” keluh Ketua RT 01 Dusun Tampes, Suparto.
Tanahnya berpasir hingga tanaman sulit tumbuh. Itulah sebabnya di dusun ini masih banyak lahan nganggur dan penduduk hanya bekerja serabutan untuk menyambung hidup.
“Kalau gak nanam, lahan jadi nganggur. Kalau gak bertani, kami jualan di pasar. Saya sendiri kerja serabutan,” tambah pria berusia 35 tahun tersebut.
I Kade Wiratama, penanggung jawab program LPM Unmar, menyebutkan dua per tiga wilayah Kabupaten Lombok Utara (KLU) adalah daerah kering. Namun di sisi lain, sebagian Dusun Tampes justru menyimpan air dalam tanah cukup besar. Oleh karena itu, upaya adaptasi pertanian yang dikembangkan adalah sumur bor dengan memanfaatkan energi terbarukan.
LPM Unmar mengembangkan isu tentang sumur bor yang digerakkan tenaga matahari, mengganti genset diesel menjadi panel surya. Panel Surya ini kapasitasnya 2400 watt peak (Wp).
“Dengan tegangan ini, setiap harinya bisa dimanfaatkan selama tujuh hingga delapan jam” urai Kade.
System Layout
Untuk tahap awal, Kade menjelaskan, irigasi berbasis panel surya hanya untuk mengairi perkebunan. Sedangkan lahan di sawah, menurut Kade, petani Dusun Tampes, masih bisa mengatasi. Petani Dusun Tampes melakukan tanam padi mengikuti siklus musim untuk menghindari gagal panen. Dengan kemampuan beradaptasi dengan alam, Dusun Tampes melakukan panen padi satu hingga dua kali setiap tahunnya.
“Tekanan airnya belum mampu mengairi sawah. Untuk tanam padi, penduduk sini melihat siklus hujan. Kalau hujannya rutin dilakukan penanaman. Karena proyek ini awalnya untuk mengairi lahan kering yang sudah di demplot tadi,” ujarnya.
Program Instalasi Panel Surya untuk irigasi perpipaan ini mendapat dukungan dan pendanaan dari Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Periode 2016. ICCTF adalah Lembaga Wali Amanat Nasional yang terbentuk sejak tahun 2009. ICCTF menfasilitasi pendanaan proyek yang selaras dengan target mitigasi dan adaptasi nasional penanganan perubahan iklim.
“LPM Unram dibentuk sejalan dengan berdirinya Universitas Mataram pada 26 Juni 1962. LPM ini sebagai wadah bagi dosen untuk mengerjakan riset, publikasi ilmiah dan pengabdian masyarakat. ICCTF mendukung program ini,” kata Kade menerangkan.
Tekan Emisi Karbon
Pria yang menjabat sebagai Lektor Unmar ini mengaku sempat mengalami kendala. Secara teknis kendala yang dihadapi berupa pemilihan lokasi untuk bangunan tower penampung air setinggi sembilan meter, pemasangan panel surya, dan lokasi pemasangan pompa yang kaya kandungan pasir. Namun setelah sosialisasi ke masyarakat setempat dan kepala desa Selengen, diputuskan satu titik lokasi yang jaraknya terpaut 40 meter dari Sungai Tampes, sungai yang menjadi sumber air untuk irigasi.
Gali Lubang Pompa: Mesin pompa ditempatkan persis pada bibir sungai Tampes. Mesin pompa tidak begitu saja dipasang. Perlu ketelitian agar pompa tidak kemasukan air. (Foto: Imay Sembiring)
Kendala non teknis adalah warga Tampes yang ikut-ikutan meminta demplot (demonstration plot atau lahan percontohan untuk pertanian). Demplot sejatinya diberikan kepada warga yang lahannya terkena proyek, satu warga mendapatkan demplot berjumlah sembilan are (satu are berukuran 10 x 10 meter persegi). Berdasarkan data yang ada, hanya 23 warga yang berhak mendapatkan demplot.
“Solusinya rumah warga yang dilalui pipa irigasi juga kebagian demplot sebanyak lima are.
Sembari membangun tower, warga juga diminta menggali lubang untuk ditanami bibit pepaya california pada demplot. Lubang sedalam 60 cm ini tidak langsung ditanami, melainkan ditimbun dengan pupuk organik agar tanah menjadi subur. (Foto: Imay Sembiring)
Ada juga yang mendapat demplot masing-masing satu are. Demplot ini ditanami tanaman hortikultura pepaya california dan cabai dewata sebagai tumpang sarinya,” ujarnya.
LPM Unram menyiapkan 1.600 bibit tanaman pepaya dan 100 bibit cabai. Masing masing are ditanami 16 bibit yang merupakan produk lokal. Namun untuk bakteri pembuatan pupuk organik dan gula, sengaja didatangkan dari Pulau Jawa. Tahap awal lima hektar dijadikan perkebunan hortikultura terpadu.
“Perkiraan kami sembilan are akan mampu menghasilkan 40 sampai 50 juta rupiah dalam dua tahun. Dengan demikian kalau ditotal bisa dapat 700 sampai 800 juta rupiah dalam dua tahun,” tutur pria kelahiran 5 Mei 1968.
Lulusan strata tiga bidang Mechanical Engineering, University of Northumbria, Inggris, ini memastikan bahwa proyek tenaga surya dan perkebunan hortikultura terpadu sejalan dengan rekomendasi Dewan Energi Daerah, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), 25 persen suatu wilayah harus memiliki energi terbarukan dan energi bauran.
Energi terbarukan didefinisikan sebagai energi yang dapat diperoleh ulang, ramah lingkungan dan tidak memberi kontribusi terhadap perubahan iklim. Sementara energi bauran didefinisikan gabungan energi satu dengan yang lain, baik itu energi terbarukan dengan tidak terbarukan, ataupun keduanya dapat terbarukan. Semisal menggabungkan energi matahari dengan kincir angin untuk kebutuhan listrik.
Proyek lima ha perkebunan hortikultura jenis pepaya ini ditopang pengairan irigasi perpipaan dengan tenaga surya. Dengan terealisasinya proyek ini, efek mitigasi yang diperoleh adalah terjadi pengurangan gas buang atau emisi 58 ton gas CO2.Emisi karbon (CO2) bisa memicu pemanasan global. Karbon terkumpul di atmosfir dan berperilaku seperti selimut yang menahan panas matahari.
“Saya pakai standar Denmark. Kontribusi proyek, mulai dari panel surya sampai lima hektar perkebunan ini untuk gas emisi adalah pengurangan 58 ton CO2 per tahun. Saya optimis ini berhasil dan menjadi yang pertama di Indonesia,” kata Kade menekankan.
Hemat Jutaan Rupiah
I Dewa Gede Jaya Negara, Manager Pelaksana Proyek, menilai memanfaatkan tenaga surya lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan mesin diesel (energi fosil atau tidak terbarukan).
Dosen mata kuliah Hidrolika Teknik Sipil Unmar ini mengaku telah melakukan penelitian. Pemerintah di era 1980an memberi bantuan pengadaan sumur yang ditopang dengan pompa air bertenaga diesel (BBM jenis solar), untuk mengairi tanah. Butuh waktu sekitar tujuh jam untuk mengairi tanah seluas satu ha.
Karena mengairi tanah digerakkan oleh mesin diesel, setiap jamnya petani harus mengisi lima liter. Sehingga untuk mengairi lahan seluas satu ha selama tujuh jam, petani setempat harus mempersiapkan BBM jenis solar sebanyak 35 liter.
“Kalau dilakukan selama tujuh jam bisa diperhitungkan betapa mahal. Pemberian air juga tidak bisa dilakukan sesuai dengan masa tanaman. Yang ini gak bisa diefisiensikan. Sehingga menjadi pemborosan air yang sangat tinggi di situ,” ujar Dewa menerangkan.
Akibatnya, ujar Dewa, banyak sumur yang tidak dimanfaatkan warga karena besarnya modal yang harus dikeluarkan. Sampai akhirnya lahan pertanian menjadi lahan tidur (lahan nganggur) dan sebagian lagi disewa oleh pengusaha dengan biaya sewa yang cukup rendah, yaitu Rp2 juta per hektare selama satu tahun.
“Nah, dengan panel surya pada sistem irigasi perpipaan ini masyarakat hemat jutaan rupiah dan tidak mengeluarkan biaya. Bibit tanaman dan pupuk sudah kita sediakan. Agar masyarakat bisa memanfaatkan lahannya sendiri,” imbuh Dewa.
Panel Surya yang digunakan LPPM Unmar, bermerk Lorentz buatan Jerman. (Sumber: sun.water.life)
Agar penduduk setempat mandiri dikemudian hari, pihaknya menggelar pelatihan cara membuat pupuk organik cair dan padat. Selain itu, mereka juga diajarkan cara mengelola keuangan dengan benar. Sehingga kedepan diharapkan Dusun Tampes sudah berdiri koperasi simpan pinjam yang bertujuan untuk menyejaterakan anggotanya.
Bupati Kabupaten Lombok Utara (KLU) mengapresiasi inovasi LPM Unmar memanfaatkan energi panel surya untuk sistem irigasi perkebunan. Bupati berharap Dusun Tampes menjadi percontohan dan bisa diadopsi sistem tersebut oleh desa lainnya di KLU.
Kata Dewa menjelaskan, ketika LPM Unmar menggelar Focus Group Discussion (FGD) pada Juni 2016, Bupati KLU mengaku tertarik untuk mengembangkan program tersebut ke desa lainnya dengan memfasilitasi dari segi pendanaan. Pengembangan akan terfokus pada sumur-sumur bor bertenaga BBM jenis Solar (diesel) yang tidak berfungsi lagi. Artinya mesin penggerak irigasi dan pompanya diganti dengan panel surya
“KLU ini banyak sumur yang menghasilkan air, namun tidak termanfaatkan. Kedalaman sumur 120 sampai 125 meter. Kalau ini berhasil Pemda tertarik kembangkan ke sumur-sumur tadi, khususnya di lahan kering,” kata Dewa menerangkan.
Warga setempat, Supriadi, menyambut baik program pemanfaatan tenaga surya untuk mendukung sistem irigasi perpipaan tersebut, yang dibarengi dengan terbentuknya perkebunan hortikultura.
“Mudah-mudahan program ini bermanfaat untuk kita di sini. Apalagi anggarannya cuma-cuma dikasih. Kita di sini merasa bersyukur sekali. Tinggal kita bagaimana ke depan,” pungkasnya seraya tersenyum.
Penulis serahkan buku Climate Reporter II kepada LPPM Unram melalui I Kade Wiratama (Foto: Suparto/ Ketua RT 01 Dusun Tampes)