Menjelang Pilkada, suasana Jakarta semakin ramai dengan berbagai alat peraga kampanye. Di setiap sudut kota, mulai dari jalan protokol hingga gang sempit, poster, baliho, dan spanduk para calon gubernur terpampang dengan beragam pesan. Para calon pemimpin daerah ini berlomba- lomba menyampaikan visi dan misinya kepada masyarakat melalui media visual tersebut.
Bagi sebagian warga, alat peraga kampanye memiliki manfaat tertentu. Faiz, seorang warga Jakarta Selatan, menyampaikan pandangannya, “Menurut saya, untuk baliho yang di pinggir jalan itu sebenarnya bagus. Yang pertama kita bisa tahu siapa yang mencalonkan diri, yang kedua kita bisa tahu visi misinya apa, yang ketiga khususnya buat orang-orang yang sudah lansia mungkin nggak punya sosial media, jarang nonton TV, jadi bisa tahu nih, oh orang ini mencalonkan diri.”
Alat peraga kampanye memang dikenal sebagai salah satu cara efektif untuk memperkenalkan calon kepada masyarakat. Namun, ada pertanyaan penting yang muncul: apakah pemasangan alat peraga tersebut selalu sesuai dengan aturan yang berlaku?
Di beberapa lokasi di Jakarta, alat peraga kampanye terlihat terpasang di tempat-tempat yang sah dan sudah diatur dalam perundang-undangan. Contohnya, baliho yang terpasang di Jalan Lenteng Agung dan Jalan TB Simatupang. Area tersebut merupakan lokasi resmi yang diperbolehkan untuk pemasangan iklan atau alat peraga, sesuai dengan ketentuan hukum.
Namun, di sisi lain, ada alat peraga kampanye yang dipasang di lokasi yang melanggar aturan. Misalnya, di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, ditemukan poster-poster yang dipaku di pepohonan. Padahal, menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2024 Pasal 64, disebutkan bahwa partai politik, pasangan calon, dan tim kampanye dilarang menempelkan bahan kampanye di taman atau pepohonan.
Tidak hanya itu, alat peraga yang terpasang sembarangan sering kali merusak estetika kota. Poster- poster yang berjatuhan di pinggir jalan menjadi sampah, menciptakan pemandangan yang kurang sedap. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28 Ayat 3, yang mengatur bahwa pemasangan alat peraga kampanye harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota.
Faiz, yang prihatin dengan hal ini, menambahkan, “Menurut saya sih kalau ditempel di pohon emang kurang bagus ya, soalnya kan dapat merusak lingkungan, merusak alam, mungkin ada hewan yang tinggal di pohon jadi terganggu oleh baliho.”
Alat peraga kampanye memang efektif untuk memperkenalkan calon pemimpin kepada masyarakat. Namun, sudah seharusnya para calon dan tim kampanye mereka memperhatikan aturan yang berlaku. Selain untuk menjaga ketertiban, hal ini juga penting untuk melindungi keindahan kota dan kelestarian lingkungan. Mari berharap Pilkada tahun ini bisa menjadi momentum yang tidak hanya melahirkan pemimpin terbaik, tetapi juga menyadarkan kita akan pentingnya menjaga lingkungan dan estetika kota. (Wildan Nur Alif Kurniawan. Mahasiswa Magang PNJ).
Published in