Karya Peserta Lomba Jurnalistik Banyu Urip 2017 – “Seberkas Harapan dari Pantai Labuhan”

Seberkas Harapan dari Pantai Labuhan

Rabu, 21 September 2016 | http://www.suarabanyuurip.com/kabar/baca/seberkas-harapan-dari-pantai-labuhan

Integrasi antara lingkungan, perikanan, peternakan, dan perkebunan menjadi konsep program taman pendidikan mangrov yang digulirkan PHE WMO. Program itu pun menjadi harapan baru bagi masyarakat Labuhan.

TIGA tahun silam, warga Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, begitu acuh terhadap kondisi lingkungan pantai di wilayah setempat. Mereka membiarkan begitu saja sampah-sampah berserakan di sepanjang bibir pantai. Pun ancaman abrasi (pengikisan tanah) akibat gerusan ombak.

Dalam benak mereka kala itu yang utama adalah mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan keluarga setiap hari. Melestarikan lingkungan dan menjaga ekosistem pantai begitu jauh dari angan-angan warga.

Mayoritas warga Labuhan setiap harinya bekerja sebagai nelayan. Sisanya pergi ke luar desa untuk merantau mengadu nasib.

Namun pola pikir warga pesisir itu perlahan berubah ketika Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) mulai menggulirkan program Taman Pendidikan Mangrov (TPM). Program sebagai bentuk tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) tersebut digulirkan mulai tahun 2014.

“Awalnya masyarakat sulit menerima. Mereka menganggap program ini tidak penting dan tidak menghasilkan,” kata pendamping program TPM Labuhan, Agus Satriono membuka perbincangan dengan suarabanyuurip.com usai tanam pohon di wilayah setempat dalam rangkaian acara Lokakarya Media SKK Migas dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Jabanusa, Selasa (20/9/2016).

Kondisi inilah yang menjadi tantangan PHE WMO dan pendamping program. Mereka melakukan pendekatan dan memberikan pencerahan kepada warga agar bisa terketuk hatinya. Sedikit demi sedkit pola pikir mereka mulai terbuka dan mau menerima program ini.

Sebuah kelompok pun akhirnya dibentuk. Yakni Kelompok Mangrov Petani Cemara sejahtera. Kelompok ini beranggotakan sepuluh orang.

Mereka kemudian diberikan serangkaian pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan TPM. Mulai dari membudidaya mangrov, menjaga ekosistem dan lingkungan pantai di Labuhan.

“Mereka ini merupakan agen-agen perubahan yang akan menularkan ilmunya kepada warga lainnya untuk mengembangkan TPM ini,” tegas pria Kelahiran Tuban itu.

Kesadaran warga labuhan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan pantai semakin tinggi. Melalui program TPM ini sedikitnya 17 hektar (Ha) tanah negara di desa setempat ditanami mangrov dan cemara laut.

Ada 13 ribu tanaman yang ditanam di sepanjang pantai. Jenis mangrov yang ditanam sebanyak 17 tanaman. Dua di antaranya adalah jenis mangrov yang terancam punah yakni cheriop decandra dan igicyras Cornikulat.

“Kami baru menyadari betapa pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan. Ini bukan soal pendapatan semata, tapi keberlanjutan untuk generasi kita yang akan datang,” sambung Sekretaris Kelompok Petani Mangrov Cemara Sejahtera, Muhamad Sahril.

Program TPM yang digulirkan PHE WMO ini tidak sekadar pada budidaya mangrov dan cemara laut. Namun diintegrasikan dengan peternakan, perikanan dan perkebunan yang saling berkaitan.

“Jadi tidak hanya lingkungan, tapi ada nilai ekonomi yang didapat warga,” timpal Agus Satriono kembali.

Budidaya ikan misalnya, dilakukan di bawah pohon mangrov. Kemudian peternakan kambing yang memanfaatkan daun mangrov sebagai pakannya. Sedangkan di bidang perkebunan dilakukan budidaya pepaya.

Budidaya pepaya, mangrov dan cemara laut ini memanfaatkan kotoran ayam dan kambing sebagai pupuknya. Sedangkan mangrov berfungsi untuk mencegah air laut yang terbawa angin agar tidak mempengaruhi pertumbuhan pepaya.

Saat ini ada 500 pohon pepaya yang dibudidaya mulai Januari 2016 lalu. Setiap satu pohon bisa menghasilkan 20 – 25 buah. Berat per buahnya bisa mencapai 1,2 kilo gram (Kg) dengan harga jual Rp7 ribu/Kg.

Sedangkan masa panen pepaya ini adalah delapan bulan dihitung mulai dari persemaian.

“Sementara ini kita jual di sekitaran sini sambil promosi,” kata Sahril kembali.

Budidaya pepaya ini memiliki prospek cerah sehingga Kelompok Petani Mangrov Cemara Sejahtera akan mengembangkannya di lahan seluas dua hektar. Dengan jumlah pohon yang ditanam sebanyak seribu bibit.

“Harapan kita kedepan pepaya Labuhan ini menjadi identitas desa sini,” tegas Sahril.

Dikembangkan Jadi Wisata Edukasi

Program TPM Labuhan ini mulai membuahkan hasil. Banyak mahasiswa dari perguruan tinggi ternama di Indonesia melakukan penelitian seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Institute Teknologi Surabaya (ITS), Unesa dan LIPPI. Mereka melakukan penelitian tentang ekosistem lingkungan di TPM.

Impian menjadikannya sebagai wisata edukasi pun terbuka lebar. Di tempat ini para pengunjung dapat belajar tentang ekosistem mangrov dan cemara laut. Mulai dari cara menanam, merawat hingga manfaatnya.

Selain itu, pengunjung juga bisa melihat keindahan burung yang bermigrasi di wilayah ini. Burung itu bertengger di pucuk-pucuk mangrov di antaranya burung Gajahan, dan trinil.

“Bulan ini hingga Oktober burung itu akan transit di sini. Kemudian nanti pada bulan Maret,” ucap Agus.

Beragam fasilitas juga sudah mulai dilengkapi. Seperti camping dan plantion. Sejumlah komunitas pun juga sudah banyak berdatangan ke lokasi ini.

“Sementara ini tidak kita buka untuk umum, namun khusus. Takutnya kalau dibuka untuk umum bisa tidak terkendali sehingga bisa merusak ekosistem mangrov,” tandas Agus.

Namun dengan adanya sejumlah fasilitas pendukung tidak menutup kemungkinan TPM ini akan dijadikan wisata umum. Karena ditempat ini memiliki pemandangan yang indah, pulau ajaib yang muncul di tengah-tengah laut.

“Harapan kita kedepan ini bisa menjadi wisata Setigi Beach,” sergah HR of Ops. Comdev PHE WMO, Ulika Triyoga Putra Wardana.

Dengan dijadikan TPM ini sebagai destinasi wisata akan memunculkan multiplier effect (efek berantai) bagi warga. Baik peluang usaha dan kerja.

“Apalagi di sini ada budidaya pepaya sehingga pungunjung bisa melakukan petik pepaya sendiri di kebun,” tegas Ulika.

Apa yang dilakukan PHE WMO ini adalah sebagai bentuk memberdayakan masyarakat untuk mewujudukan kemandirian ekonomi.

“Saya harapkan ini menjadi inspirasi bagi KKKS lainnya dalam melaksanakan program CSR nya,” pungkas Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa, Ali Masyar saat memetik buah pepaya yang dibudidaya kelompok petani mangrov Labuhan.

Published in Inside Mining