Permasalahan Berbahasa (Bagian II)

Oleh Yayah B. Mugnisjah Lumintaintang

II. Kualitas Berbahasa Indonesia dalam Media Massa (Cetak dan Elektronik):

Kasus Ketidaktaatasasan Memberlakukan Sistem

Untuk melihat relevansi mata perbincangan BI, berikut saya sajikan data tentang berbahasa dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, khususnya televisi, yang pada hemat saya amat tinggi kaitannya dengan permasalahan yang saya kemukakan pada Bagian I. Data berikut adalah data kasus pemakaian bahasa dalam media elektronik televisi dan media cetak. Tolok ukur analisis dilakukan terhadap satuan terkecil wacana yaitu kalimat. Kalimat yang efektif adalah yang secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara/penulis dan sanggup menimbulkan gagasan atau perasaan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar/lawan bicara/pembaca.

Untuk mewujudkan kedua hal tersebut, sekurang-kurangnya, kalimat efektif hendaknya
(1) mengandung kesatuan gagasan;
(2) memiliki koherensi yang baik,
(3) memperlihatkan keselarian/paralelisme
(4) mencerminkan kehematan,
(5) memperhatikan variasi
(6) menghindarkan kerancuan

Bahasa yang komunikatif adalah bahasa yang mudah dimengerti: yang lugas, yang tidak menimbulkan tafsiran ganda (ambiguitas), yang langsung menunjukkan permasalahannya, yang tidak berbunga-bunga/tidak berpanjang-panjang, apalagi berbelit-belit,

a.Kesalahan Umum Ketatabahasaan dan Pilihan Kata yang Kurang Cermat dalam Wacana Berita

(Wacana/W1) KARYAWATI PENJAGA KIOS DIRAMPOK/JAKARTA
(B/27/04/04)

Aparat Polsek Metro Kebun Jeruk/Jakara Barat meringkus Hendriana seorang pengangguran/pelaku perampasan tas milik seorang karyawati// Sebelumnya polisi juga menangkap pelaku lainnya Anthonius Montolalu///

Peristiwa perampasan yang menimpa / Widayanti yang sehari-hari bekerja sebagai penunggu kios es potong di pasar Swalayan Superindo di kawasan Kedoya Utara ini /terjadi sekitar pukul 19.30 / kemarin / Awalnya tersangka Antonius Montolalu mencoba mengalihkan perhatian korban dengan cara berpura-pura bertanya / Sementara Hendriana memanfaatkan kesempatan tersebut dengan mengambil tas milik korban / yang di dalamnya terdapat sebuah dompet berisi uang sejumlah 1 juta 4 ratus ribu rupiah // Melihat kejadian ini korban berteriak / namun tersangka Hendriana berhasil meloloskan diri / sementara Adrianus diringkus /// Berdasarkan keterangan tersangka Adrianus / keesokan harinya polisi membekuk Hedriana di rumahnya di kawasan Pesing Garden / Jakarta Barat ///

Usaha polisi membekuk Hendriana hampir saja gagal /Pasalnya tersangka sudah berniat untuk pulang kampung /// Tersangka mengaku telah memakai uang hasil kejahatannya tersebut sebesar 4 ratus ribu rupiah / sehingga polisi hanya bisa menyelamatkan sisa barang bukti senilai 1 juta rupiah ///
AA dan YS melaporkan dari Jakarta///

Dalam wacana di atas tampak pemakaian beberapa kata yang belum sesuai dengan tuntutan peristiwa dan tuntutan tata bahasa; isi berita seperti itu pasti akan membingungkan pendengar/pemirsanya. Pertama, bentuk kata dirampok (pada tajuk berita), pelaku perampasan (dalam bagian lead), dan perampasan, di samping mengambil tas milik korban (pada bagian tubuh berita). Pada hemat saya, berita tersebut pasti dipertanyakan kredibilitasnya karena unsur-unsur accuracy atau precision, atau clarity sebagai kriteriannya belum terpenuhi. Apa sebenarnya yang terjadi: perampokan, perampasan, ataukah pengambilan tas (pencurian tas)? Menurut KBBI (2003), ketiga bentuk kata tersebut mempunyai makna dan perilaku yang berbeda:

dirampok ‘diambil barangnya dengan paksa dan dengan kekerasan’;
perampasan ‘ proses, cara, perbuatan merampas; perebutan’; penyamunan, penyitaan’;
mengambil ”memegang sesuatu lalu dibawa (diangkat; digunakan;
disimpan) (KBBI, 2003).

Jika kita berpegang pada tajuk berita, peristiwa itu menyangkut perampokan. Namun, jika kita ikuti lead-nya, peristiwa itu berkaitan dengn perampasan. Sebaliknya, jika kita berpegang pada pemaparan tubuh beritanya, peristiwa itu bertautan dengan pencurian karena tas orang diambil tanpa sepengetahuan pemiliknya. Menurut KBBI, mencuri bermakna mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah; biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Jadi, jika kita ikuti paparan tubuh berita itu hingga tuntas, yang terjadi sebenarnya pencurian tas.

Masih dari segi kejelasan (clarity) berita, kalimat lead tersebut sebenarnya memberitakan bahwa telah terjadi dua peristiwa yang berbeda: (1) aparat Polsek meringkus Hendriana (seorang pengangguran) dan (2) aparat Polsek meringkus Anthonius Montolalu, yang keduanya tidak saling mengenal. Kedua orang itu melakukan perbuatan yang sama, yaitu merampas tas; Hendriana merampas tas seorang karyawati, sedangkan Anthonius (yang tidak disebut statusnya itu) entah merampas tas siapa. Padahal, menurut tubuh berita, keduanya bekerja sama (saling membantu). Jadi, pengalimatan dalam lead seperti itu seharusnya disunting sehingga berita sampai pada pendengar/pemirsanya dengan amat bayan (clear).

Kedua, dalam wacana tersebut terdapat pemakaian verba berafiks meng- dalam konstruksi partisipial: Melihat kejadian ini korban berteriak / namun tersangka Hendriana berhasil meloloskan diri /sementara Adrianus diringkus //. Seperti telah diutarakan, konstruksi partisipial masih dianggap sebagai bentuk interferensi BA terhadap BI. Oleh sebab itu, secara analogis, konstruksi sejenis ini harus disunting dengan menambahkan konjungtor yang menyatakan hubungan waktu (relasi temporal) sehingga menjadi Ketika melihat kejadian ini, korban berteriak. Ketiga, konjungtor namun termasuk ke dalam konjungtor antarkalimat, seperti akan tetapi; pemakaiannya menghubungkan kalimat dengan kalimat. dalam satu paragraf. Oleh karena itu, redaktur seharusnya menyunting kalimat tersebut dengan menentukan pilihan konjungtornya: namun ataukah tetapi: pilihan redaktur akan menentukan struktur kalimat. Selain itu, pemilihan konjungtor sementara dalam struktur kalimat tersebut tidaklah tepat karena sementara bermakna 1 ‘selama, selagi; 2 beberapa lamanya; 3 berapa’, padahal struktur kalimat menuntut konjungtor antarkalimat sementara itu yang bermakna ‘dalam pada itu; waktu itu, sedang’. Dengan mempertimbangkan unsur-unsur kebahasaan itu, suntingan atas struktur kalimat di atas, sekurang-kurangnya, sebagai berikut.

Ketika melihat kejadian ini, korban berteriak // Namun, tersangka Hendriana berhasil meloloskan diri// Sementara itu, Adrianus diringkus///

atau

Ketika melihat kejadian ini, korban berteriak / tetapi tersangka Hendriana berhasil meloloskan diri/ / Sementara itu, Adrianus diringkus///

Keempat, pada bagian lead tampak pembentukan kata yang tidak memberlakukan sistem BI, yaitu bentuk kata pelaku perampasan tas. Bahasa kita memiliki sistem yang sudah mantap tentang pembentuk nomina pelaku, yaitu dengan awalan pe-, seperti pada bentuk kata pembunuh �orang yang membunuh�. Sejalan dengan itu, pelaku perampasan tas seharusnya menjadi perampas tas, analog dari bentuk-bentuk kata yang lainnya, seperti pelaku penjambretan (penjambret), pelaku penculikan (penculik), pelaku perkosaan (pemerkosa), pelaku penyelewengan (penyeleweng), pelaku penembakan (penembak), pelaku pencurian (pencuri), dst.

Demikian pula halnya dengan pembentukan kata yang menyatakan hasil; dalam BI digunakan akhiran -an, seperti pada kata tulisan ‘hasil menulis’, gambaran ‘hasil menggambar’; simpulan �hasil menyimpulkan�. Analog dari sistem itu bentuk kata uang hasil kejahatannya pada bagian akhir tubuh berita /Tersangka mengaku telah memakai uang hasil kejahatannya tersebut sebesar 4 ratus ribu rupiah / seharusnya menjadi uang jahatannya alih-alih uang rampasan (karena pada lead disebut pelaku perampasan tas) . Bukankah kita juga memiliki bentuk-bentuk uang curian (uang hasil mencuri), uang jambretan (uang hasil menjambret), uang palakan (uang hasil memalak), atau uang pinjaman (uang hasil meminjam)? Kedua contoh kasus pembentukan kata di atas bukan saja memperlihatkan ketidakberdayaan sistem bahasa melainkan juga melemahkan spirit laras bahasa jurnalistik yang penganut ekonomi berbahasa.

Bagian penutup berita pada wacana di atas diakhiri dengan ungkapan presenter AA dan YS melaporkan dari Jakarta. Ini juga berkaitan dengan pengalimatan. Dalam struktur kalimat BI dengan pola predikat verba intransitif me-…-kan, diperlukan objek kalimat; dalam kalimat data tersebut, predikat kalimatnya diikuti oleh keterangan, objeknya tidak ada. Oleh sebab itu, struktur kalimat tersebut harus disunting; suntingannya dilakukan dengan membuang akhiran -kan karena verba melapor tidak memerlukan objek kalimat, tetapi menuntut keterangan kalimat. Jadi, suntingan kalimat tersebut adalah AA dan YS melapor dari Jakarta. Kalimat lain juga dapat dipakai, seperti Laporan AA dan YS dari Jakarta.

Yang terakhir dari wacana di atas berkaitan dengan masalah penulisan dan pemenggalan kata dalam kalimat. Data penulisan memperlihatkan bahwa 1 dan 4 (sejumlah 1 juta 4 ratus ribu rupiah) dituliskan dengan angka pada bagian tubuh berita. Menurut sitem ejaan kita /EYD, angka yang dapat dilambangkan dengan satu atau dua kata harus dituliskan dengan lambang huruf. Jadi, dengan sistem EYD, penulisan … sejumlah 1 juta 4 ratus ribu rupiah itu harus menjadi … sejumlah satu juta empat ratus rupiah. Sehubungan dengan pemenggalan kata dalam kalimat, tampak bahwa penandaan garis-garis miring itu ditautkan dengan pemenggalan kalimat ketika berita disampaikan/dibacakan: tanda garis miring satu (/) untuk penggalan kelompok kata, garis miring dua (//) untuk kalimat, dan garis miring tiga (///)untuk pengalineaan. Seperti telah dikemukakan, dari segi tolok ukur bahasa Indonesia lisan yang baik dan benar dinyatakan bahwa pemenggalan kalimat cenderung ditentukan oleh nilai rasa bahasa penutur/ presenter (sense of language), yang berhubungan erat dengan kemampuan/penguasaan penutur atas makna setiap kata dalam konteks pengalimatan penutur/presenter tersebut. Dengan tolok ukur ini, tampak bahwa pemenggalan dalam wacana di atas belum baik dan benar.

Salah satu suntingan wacana berita di atas adalah sebagai berikut.

(W1a) TAS KARYAWATI PENJAGA KIOS DICURI /JAKARTA

Aparat Polsek Metro Kebun Jeruk / Jakara Barat / meringkus Hendriana/ seorang pengangguran / pelaku pencurian tas milik seorang karyawati// Sebelumnya/ polisi juga menangkap pelaku lainnya / Anthonius Montolalu///

Peristiwa percurian yang menimpa Widayanti / yang sehari-hari bekerja sebagai penunggu kios es potong di pasar Swalayan Superindo/ di kawasan Kedoya Utara ini /terjadi kemarin / sekitar pukul 19.30 / / Awalnya / tersangka Antonius Montolalu/ mencoba mengalihkan perhatian korban dengan cara berpura-pura bertanya / / Sementara itu, Hendriana memanfaatkan kesempatan tersebut dengan mengambil tas milik korban / yang di dalamnya terdapat sebuah dompet berisi uang/ sejumlah satu juta empat ratus ribu rupiah // Ketika melihat kejadian ini, korban berteriak /// Namun/ tersangka Hendriana berhasil meloloskan diri/ /Sementara itu / Adrianus diringkus /// Berdasarkan keterangan tersangka Adrianus / keesokan harinya/ polisi membekuk Hedriana di rumahnya di kawasan Pesing Garden / Jakarta Barat ///

Usaha polisi membekuk Hendriana nyaris gagal //Pasalnya tersangka sudah berniat untuk pulang kampung /// Tersangka mengaku telah memakai uang curiannya itu sebesar empat ratus ribu rupiah / sehingga polisi hanya bisa menyelamatkan sisa barang bukti senilai satu juta rupiah ///

AA dan YS melapor dari Jakarta///

Berikut masih contoh kasus pemakaian bahasa dalam media elektronik. Pada hemat saya, ini masalah pernalaran. Frekuensi pemakaian kalimat seperti berikut nyaris sebanyak peristiwa yang diberitakan, mulai korban peledakan bom hingga bencana alam. Masalahnya sederhana; konon yang penting berita itu komunikatif.

BW2
Saudara / Pemerintah akan tetap membantu korban bom Marriot yang terluka hingga sembuh // Sementara /bagi yang meninggal /Pemerintah akan memberikan santunan // (07/08/03)

BW3
Syamsudin bin Kosim / salah satu korban meninggal akibat ledakan bom Hotel Marriot / Rabu kemarin dimakamkan // Almarhum / yang telah lima tahun menjadi satpam Hotel Marriot ini aktif sebagai pengurus Masjid Assalam dan Yayasan Yatim Piatu //

Ungkapan bagi yang meninggal/ Pemerintah akan memberikan santunan dalam BW2 menunjukkan kalimat yang tidak logis; mustahil orang yang sudah meninggal diberi santunan; yang memperoleh santunan tentunya keluarga yang ditinggalkannya. Demikian pula halnya dengan BW3. Almarhum / yang telah lima tahun menjadi satpam Hotel Marriot ini aktif sebagai pengurus Masjid Assalam dan Yayasan Yatim Piatu /; mustahil pula almarhum aktif sebagai pengurus masjid dan yayasan; ini juga tidak bernalar; mestinya kalimat tersebut mengandung kata semasa hidupnya. Oleh karena itu, kedua kalimat tersebut seharusnya redaktur sunting dahulu. Sekurang-kurangnya, suntingannya sebagai berikut:

BW2a
Saudara/ Pemerintah akan tetap membantu korban bom Marriot / yang terluka hingga sembuh // Sementara itu / kepada yang meninggal / melalui keluarganya / Pemerintah akan memberikan santunan //.

BW3a
Syamsudin bin Kosim / salah satu korban meninggal akibat ledakan bom Hotel Marriot / Rabu kemarin dimakamkan // Almarhum / yang telah lima tahun menjadi satpam Hotel Marriot ini/ semasa hidupnya aktif sebagai pengurus Masjid Assalam dan Yayasan Yatim Piatu //

Contoh berikut dikutip dari sebuah wacana berita

BW4
Perbuatan Misbah bukan tidak diketahui sang istri atau anak yang lain // Mereka sama sekali tidak berani berbuat apa-apa karena / Misbah mengancam agar tidak bercerita pada siapapun // Namun perbuatan Misbah ternyata diketahui oleh warga kampung // Warga curiga atas kehamilan anak keempat // Warga sebenarnya akan menghakimi // Namun Misbah segera lari ke Lampung bersama anak keempatnya yang tengah hamil //

Dalam BW4 di atas tampak struktur kalimat yang kurang lugas, kurang runtut, dan tidak ekonomis sehingga isi berita menjadi terpotong-potong; ini disebabkan oleh pemakaian konjungtor berpasangan yang juga terpotong oleh bagian kalimat yang lain. Konjungtor tersebut adalah bukan � namun �dalam kalimat Perbuatan Misbah bukan tidak diketahui sang istri atau anak yang lain // / Namun perbuatan Misbah ternyata diketahui oleh warga
kampung
//. Dalam bahasa Indonesia yang baik dan benr pasangan konjungtor tersebut seyogianya bukan … melainkan … (Perbuatan Misbah itu bukan saja diketahui oleh sang istri dan anak yang lain melainkan juga oleh warga kampungnya.)

Selain masalah di atas, terdapat pemakaian konstruksi yang tidak gramatikal, yaitu pada Warga sebenarnya akan menghakimi; struktur kalimat ini mengandung verba aktif transitif yang wajib diikuti objek kalimat (dalam hal ini Misbah), sedangkan kalimat tersebut tidak berobjek; polanya baru Subjek- Keterangan – Predikat. Oleh karena itu, BW4 ini harus disunting kembali sehingga ketatabahasaannya terpenuhi, sekurang-kurangnya, sebagai berikut.

(BW4a)
Perbuatan Misbah bukan saja diketahui oleh sang istri dan anaknya yang lain/melainkan juga oleh warga kampungnya// Mereka sama sekali tidak berani berbuat apa-apa karena/ Misbah mengancam agar mereka tidak bercerita kepada siapa pun // Warga curiga atas kehamilan anaknya yang keempat // Warga sebenarnya akan menghakimi mereka // Namun, Misbah segera lari ke Lampung bersama anak keempatnya yang tengah hamil itu //

Lain lagi dengan masalah BW5; dalam BW5 ini terdapat pemakaian bentuk kata dijambangi, yang tidak sesuai dengan makna yang dituntut oleh konteks kalimat itu:

BW5
Padahal / Haryo tengah rindu bertemu anak dan istrinya /
yang sudah dua bulan tak dijambangi //

Kata jambang bermakna ‘tempat menaruh bunga; pasu; pasu bunga; belanga besar’; dijambangi bermakna ‘diberi jambangan’. Konteks makna kalimat di atas mestinya tidak disambangi bukan dijambangi; makna bentuk kata disambangi adalah �dikunjungi�. Menurut konsepnya, kalimat berita itu mengandung kata disambangi, bukan dijambangi. Konon redakturnya menyunting seperti itu. Dengan demikian, jika redaktur tidak atau belum karib dengan sebuah kata, sebaiknya KBBI diberdayakan agar suntingan kita tidak luncas.

b. Interferensi Gramatikal dari BA

Seperti telah dikemukakan, gejala interferensi merupakan salah satu produk bilingualisme/multilingualisme. Sebagai produk jurnalis dan redaktur yang bilingual/multilingual, konstruksi kalimat yang mengandung gejala interferensi sangat tinggi kekerapan pemakaiannya dalam media massa, baik cetak maupun elektronik. Jenis interferensi yang masuk ke dalam konstruksi kalimat jurnalistik adalah interferensi partisipial (participle) dari bahasa Inggris. Bahkan, pemakaian jenis interferensi ini dianggap media massalah pionirnya karena sebelumnya tidak ada dalam BI (Hoed, 1983). Ini terjadi karena kantor berita nasional sering mengutip berita yang bersumber dari kantor berita asing, khususnya yang berbahasa Inggris, yang kemudian diterjemahkan secara langsung. Struktur partisipial itu pun dialihkan sebagaimana adanya, tanpa mempertimbangkan bahwa struktur sejenis itu tidak kita miliki dalam BI.

Seperti telah saya sampaikan, penegakan sistem bahasa yang baik dan benar belum sepenuhnya taat asas sehingga konstruksi kalimat ini pun mendua: ada yang sudah disunting; ada juga yang belum; dalam satu wacana berita tidak jarang masih terdapat keduanya. Sebagaimana telah dilaksanakan oleh para redaktur/jurnalis, penyuntingan atas konstruksi partisipial ini dilakukan dengan menambahkan konjungtor yang tepat/sesuai dengan tuntutan hubungan makna kalimat yang dihadapi. Jika konstruksi partisipial itu memperlihatkan hubungan makna temporal, konjungtor terpilih hendaknya yang menyatakan hubungan temporal pula, seperti ketika, saat, sewaktu, manakala, tatkala sesudah, seusai, sebelum, dst.). Demikian juga jika konstruksi kalimat menuntut hubungan makna yang lain. Konjungtor tersebut itu diletakkan sebelum konstruksi partisipial sehingga pola urutan kalimat menjadi klausa anak kalimat (AK) yang diikuti oleh induk kalimat (IK).

Sehubungan dengan konstruksi partisipial tersebut, data memperlihatkan bahwa inti konstruksi partisipial itu selalu diisi oleh kelas kata verba; jenis verbanya adalah (1) verba dasar, (2) verba berafiks meng-, (3) verba berafiks ber- , (4) verba berafiks di-, (5) verba berafiks ter-, (6) verba berafiks ke-…-an, dan (7) verba ulang. (Untuk Nomor (6) dan (7), pemakaiannya tidak setinggi kekerapan pemakaian verba pada nomor-nomor sebelumnya karena data menunjukkan bahwa konteks dan situasi pemakaiannya cenderung tidak/kurang resmi.) Data juga menunjukkan bahwa hubungan makna yang tersirat dalam konstruksi partisipial itu berkaitan dengan hubungan makna (1) temporal, (2) kausal, (3) final, (4) cara, (5) kondisional, dan (6) konsesif (Lumintaintang, 2002). Berikut adalah contoh kasus dengan salah satu suntingannya.

1) Dengan Verba Dasar
K1
Curiga kepada penumpang yang memakai alas kaki laki-laki
di gerbong khusus perempuan, seorang penumpang berteriak
memanggil petugas keamanan saat kereta api tiba di sebuah
stasiun di pusat kota Cairo. (K/06/11/5)

K2
Bicara rumor ini, duda kaya itu mengatakan, memang ada suatu hubungan antara dirinya dengan Siti Nurhaliza. (RM/Htm/06/4/17)

Pada Kalimat/K1 tampak penggunaan verba dasar curiga dan pada K2 verba dasar bicara sebagai inti pembentuk konstruksi partisipial. Kedua klausa pada K1 memperlihatkan hubungan kausal, sedangkan pada K2 hubungan temporal. Untuk memenuhi kadar kebakuan struktur tersebut, penyuntingannya dilakukan dengan meletakkan konjungtor karena atau sebab sebelum klausa partisipial itu sehingga kini klausa tersebut menjadi klausa anak kalimat majemuk bertingkat. Untuk menjaga kesejajaran bentuk dan penghematan kata, sebaiknya verba dasar itu dijadikan verba berafiks me- (verba transitif aktif: mencurigai, tanpa preposisi kepada). Demikian pula halnya dengan K2. Karena sifat hubungan maknanya temporal, konjungtor tatkala, ketika, manakala, sewaktu, atau saat diletakkan sebelum klausa partisipial tersebut sehingga struktur kalimat kini memenuhi kriteria ketatabahasaan Indonesia. Selain itu, untuk menjaga kesejajaran bentuk, verba dasar itu sebaiknya diberi imbuhan ber- (verba intransitif: berbicara tentang/mengenai) dan tanda koma sebelum klausa yang berfungsi sebagai objek kalimat itu disulih dengan konjungtor bahwa. Dalam Pedoman Umum EYD tidak ada kaidah yang menyatakan bahwa tanda koma dapat bersulihan dengan konjungtor bahwa. Satu hal lagi adalah pemakaian konjungtor berpasangan antara … dengan …; sebaiknya disunting menjadi antara … dan …, Jadi, suntingan akhir adalah berikut.

K1a
Karena mencurigai penumpang yang memakai alas kaki laki-laki di gerbong khusus perempuan, seorang penumpang berteriak memanggil petugas keamanan saat kereta api tiba di sebuah stasiun di pusat kota Cairo.

K2a
Saat berbicara tentang rumor ini, duda kaya itu mengatakan bahwa memang ada suatu hubungan antara dirinya dan Siti Nurhaliza.

2) Dengan Verba Berafis me-

K3 dan K4 merupakan contoh kalimat kasus yang mengandung interferensi BA (Inggris) dengan verba berafiks me- sebagai inti pembentuk konstruksi partisipial.

K3
Menanggapi hal itu, Menteri Dalam Negeri Muhammad Ma’ruf mengatakan pemilihan judul tersebut sudah sesuai dengan tata cara pembuatan Undang-Undang. (KT/Nsl/06/12/4/13/3)

K4
Menyinggung pelaksanaan Pilkada Aceh, Ketua AMM Aceh Utara itu optimistis dapat terlaksana sesuai jadwal. (MI/Plk/06/4)

Kedua contoh di atas, baik K3 maupun K4, memperlihatkan hubungan makna temporal. Oleh karena itu, penyuntingannya dilakukan dengan memberikan konjungtor terpilih, misalnya, ketika, sewaktu, atau tatkala. Selain itu, dalam K3 terdapat pelesapan konjungtor bahwa sebelum klausa AK yang berfungsi sebagai objek kalimat, yang (walaupun salah) tidak disulih dengan tanda koma seperti dalam K2. Ini mengisyaratkan bahwa memang tampak jelas ketidaktaatasaan itu. Masih dalam K3 terdapat penggunaan huruf kapital pada huruf-huruf awal kata ulang (Undang-Undang), yang karena bukan nama diri mengapa harus dikapitalkan.

Di samping penyuntingan atas bentuk interferensinya, pilihan kata sesuai dalam K4 harus diikuti pasangannya, yaitu dengan (sesuai dengan) seperti yang tampak dalam K3 . Kata-kata yang berkolokasi sejenis itu memang masih banyak yang dilesapkan di dalam media massa dengan alasan ekonomi kata, seperti bergantung, tanpa diikuti pada/kepada), bersama, tanpa dengan. Padahal, pelesapan dalam konteks situ dapat mengurangi derajat kebakuan bahasa dan keformalan situasi pemakaiannya; seharusnya bergantung pada/kepada, bersama dengan. Suntingan kedua kalimat di atas adalah berikut

K3a
Ketika menanggapi hal itu, Menteri Dalam Negeri
Muhammad Ma’ruf mengatakan bahwa pemilihan judul
tersebut sudah sesuai dengan tata cara pembuatan undang-undang.

K4a
Sewaktu menyinggung pelaksanaan Pilkada Aceh, Ketua AMM Aceh Utara itu optimistis dapat terlaksana sesuai dengan jadwal.
(Bersambung)

Hj. Yayah B. Mugnisjah Lumintaintang adalah pengajar di LPDS

Tulisan ini disajikan dalam kegiatan “Lokakarya Jurnalistik untuk Redaktur” yang diselenggarakan Dewan Pers bersama Lembaga Pers Dr. Soetomo pada 18 – 20 April 2006, di Semarang.

Published in Bahasa Media