Bor Sumur, Sekat Kanal

· B   Baca tulisan terkait: Nol Kebakaran Hutan 2017, Munginkah?

Catatan: Warief Djajanto Basorie berada di KalimantanTengah 14—18 Januari 2016 dan kembali di provinsi ini 19—25 Februari 2016 untuk Lokakarya LPDS dan Kunjungan Kawasan Wartawan Meliput Perubahan Iklim dengan perhatian ke restorasi gambut. Ia juga menjadi peserta Lokakarya Internasional tentang Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut dan Rehabilitasi Hutan 25 Februari 2016. Lokakarya kedua ini diselenggarakan antara lain oleh Universitas Palangka Raya dengan bantuan Dana Pengembangan Teknologi dan Penelitian Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang.

 

Palangka Raya, ClimateReporter – Heri Paskah harus mengungsikan istri dan anak lelaki usia 2 tahun ke Banjarmasin. Saat itu Palangka Raya, ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah, dicekik kabut asap.

 

“Saya tak mau anak saya sakit,” kata pengemudi mobil sewa itu. Ia mengingat kembali polusi udara akibat kebakaran hutan dan lahan gambut yang melanda Kalimantan Tengah dari Agustus hingga November 2015.

Muatan pekat partikulat (debu halus) di udara merupakan bahaya kesehatan dan lalu lintas. Hal ini mengakibatkan orang menderita sesak nafas dan pengemudi mobil terhalang jarak pandangnya.

“Saya hanya bisa melihat lima meter ke depan. Mobil merayap. Pandangan saya hanya tertuju pada marka putih di tengah jalan,” ujar Heri, 31, yang berpotongan tubuh gempal bak bintang sepak bola Argentina, Maradona.

Asap berupa benda partikulat (particulate matter, PM) berisi karbon monoksida, ammonia, sianida, asam formik (formic acids), dan ragam bahan kimia beracun lainnya. Kabut asap menyebabkan pusing kepala, susah tidur, dan badan letih.

Pusat Penelitian Internasional Kehutanan di Bogor (Center for International Forestry Research, CIFOR) mengukur kadar karbon monoksida (CO) di Palangka Raya pertengahan Oktober 2015. Kadar CO saat itu tiga puluh kali kadar normal bebas asap.

Sebanyak 43 juta orang terekspos asap beracun di Sumatera dan Kalimantan, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Seluas 2,6 juta hektare lahan terbakar. Di Kalimantan Tengah saja lahan seluas 402.000 hektare hangus. Minimum 80 persen lahan terbakar tersebut adalah rawa gambut.

Pemadaman api di titik tapak selama ini memakai air embung dan kanal dari darat dan dari udara dengan bom air yang dilepaskan dari helikopter dan pesawat udara. Usaha tersebut gagal.

“Kabut asap menghalangi pemandangan, sehingga bom air tak kena sasaran,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, Sipet Hermanto.

Air di embung dan kanal habis. Sungai-sungai seperti Kahayan dan Sebangau permukaannya menjadi rendah. Sumur galian mengering dalam lima belas menit. Pemadam kebakaran harus menunggu satu jam supaya permukaan air naik.

Hanya kerja alamlah, yaitu hujan deras, mulai akhir Oktober mampu memadamkan api yang menghanguskan banyak bagian Kalimantan dan Sumatera.

Kobaran api bermula dari pembakaran rawa gambut untuk dialihgunakan untuk budi daya kelapa sawit. Presiden Joko Widodo memerintahkan TNI terjun menanggulangi kebakaran.

Sebelum musim hujan satu detasemen TNI di Kabupaten Pulangpisau arah selatan Kota Palangka Raya kehabisan air dari sumber di permukaan tanah seperti kanal dan embung untuk memadamkan api.

“Kami bersama para prajurit mengebor sumur. Setelah mengebor sedalam enam belas meter para prajurit bersorak-sorai ketika air memancar ke luar,” Januminro Bunsal bercerita.

Pak Janu adalah pemilik hutan rawa gambut “Jumpun Pambelom” dan pemimpin nonformal masyarakat di Desa Tumbangnusa di Pulangpisau. Jumpun Pambelom adalah bahasa Dayak dan berarti ‘sumber kehidupan’.

Rawa gambut Janu seluas 10 hektare yang dikelola berkelanjutan itu juga kena luapan api. Percikan api terbang dengan embusan angin. Akan tetapi, sumur-sumur bor rawa gambut di km 30,5 selatan Palangka Raya itu berhasil menjinakkan jago jahat itu. Janu telah memasang lusinan sumur melintas lahan gambutnya.

Bilamana api melompat dari kawasan J ke kawasan K, misalnya, sumur bor berdekatan dibuka. Sebuah mesin pompa jinjing (portable) bertenaga bahan bakar solar dihidupkan. Pompa itu memancarkan air sumur bor dalam tekanan tinggi disalurkan selang panjang. Air sumur bor memadamkan api di permukaan dan di bawah permukaan rawa gambut setempat.

Sumur galian yang airnya ditimba dengan ember bisa kering bila air diambil terus dengan cepat. Sumur bor tidak kehabisan air.

Fokus ke Pemberdayaan Masyarakat

Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG) Universitas Palangka Raya ini juga punya sumur bor. LAHG luasnya 50.000 hektare. Lahan ini berada dalam Taman Nasional Sebangau yang besarnya sepuluh kali LAHG. LAHG dicapai tiga puluh menit bermobil ke arah baratdaya Palangka Raya, lalu memakai perahu panjang kelotok menyeberang Sungai Sebangau.

Pemuda lokal di Kelurahan Kerengbangkirai, Sebangau, bergerak dalam Tim Serbu Api (TSA) memadamkan api dengan memakai 22 sumur bor di LAHG.

“Masyarakat dapat langsung menanggulangi kebakaran dengan sumur bor ini,” ujar anggota TSA, Krisyoyo.

Pemuda tamatan SMA setempat ini juga masuk tim patroli berkelotok untuk mewaspadai munculnya api.

Sumur bor di Pusat Rehab Orang Utan Yayasan BOS satu jam arah baratlaut kota dengan efektif menyelamatkan habitat primata setempat.

Selain hujan alami sumur bor adalah cara paling efektif untuk menanggulangi kebakaran hutan dan gambut, kata Direktur CIMTROP yang mengelola LAHG, Dr. Suwido Limin.

CIMTROP adalah Pusat Kerja Sama Internasional dalam Tata Kelola Berkelanjutan Lahan Gambut Tropis.

Pernyataan ini dibenarkan oleh Januminro, pemilik hutan Jumpun Pambelom. Ia membantu warga Desa Tumbangnusa setempat memasang sumur bor dan mendirikan pembibitan untuk penanaman pohon-pohon alami di lahan gambut terbakar sebagai satu upaya lokal restorasi gambut.

Desa Tumbangnusa berada di Kabupaten Pulangpisau. Kabupaten ini menjadi satu dari empat kabupaten prioritas di Indonesia untuk restorasi gambut. Tiga kabupaten lain ialah Meranti di Riau, Musi Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir di Sumatera Selatan.

Presiden Jokowi membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) 6 Januari 2016. BRG dalam tiga bulan ini sedang menyusun rencana strategi. Secara teknis kanal-kanal di lahan gambut disekat untuk membasahi kembali rawa gambut itu. Permukaan air akan naik, sehingga lahan gambut yang kering akan menyerap air tersebut.

Adapun strategi nonteknis fisik ialah upaya kerja sama semua pemangku kepentingan dengan fokus ke pemberdayaan masyarakat.

Pada 1995 Presiden Soeharto memutuskan 1,4 juta hektare lahan gambut Kalimantan Tengah dikonversikan menjadi sawah agar Indonesia swasembada beras. Untuk alihguna lahan itu, rawa gambut yang mengandung air banyak yang dikeringkan dengan pembangunan jejaring kanal. Jejaring kanal sepanjang total 4.000 km.

Proyek Lahan Gambut (PLG) ini gagal karena lahan gambut kering menjadi rentan pada kebakaran. Sejak 1997 Kalimantan Tengah mengalami kebakaran tahunan pada musim kemarau. Dua titik puncak kebakaran ialah pada 1997 dan 2015.

Tindak bor sumur dan sekat kanal dapat berjalan seiring. Sekat kanal ialah aksi yang sudah diakui dapat mencegah kebakaran karena lahan gambut menjadi basah lagi. Bor sumur ialah tindakan memadamkan api.

Idrus, anggota TSA dan ahli hidrologi, mengatakan LAHG mengalami kebakaran jauh lebih sedikit di bagian-bagian LAHG di tempat kanalnya telah disekat dibanding dengan kawasan yang belum disekat kanalnya.

Bila lebih banyak sumur bor telah dibangun di daerah kaya gambut di Kalimantan, Sumatera, Papua, dan Sulawesi, kerusakan akibat kebakaran akan jauh lebih kecil.

Sipet, Kepala Dinas Kehutanan, mengatakan bahwa pencegahan dan pemberdayaan masyarakat adalah dua kunci dalam restorasi gambut. Ini tantangan bagi BRG.

Keberhasilan restorasi dicapai bila pemerintah provinsi Kalimantan Tengah tidak lagi harus bagi-bagi masker. Masyarakat tidak perlu menderita akibat kebakaran hutan.Aktivitas mereka tak perlu terganggu. Lebih nyata ialah bila Heri tak lagi harus mengungsikan Rafael, anak tunggalnya, ke Banjarmasin.

Editor: Maskun Iskandar

 


 

Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

 

 

 

Published in ClimateReporter