BOS harapan orangutan Kalimantan

Laporan Sumarlin, Zonasultra, Kendari, Sulawesi Tenggara
Penulis adalah peserta lokakarya LPDS Meliput Perubahan Iklim dengan tugas kunjungan kawasan ke Kalimantan Tengah Feb 2016

“Anok pulang nok, Anok turun nok”, teriak Misna berulang-ulang. Sesekali pengasuh orang utan ini menjulurkan susu yang disimpan dalam wadah air mineral berkuran besar sebagai imbalan jika anak didiknya kembali. Namun upaya itu tak tak mendapat tanggapan. Dengan sabar Misna kembali merayu Anok, orangutan muda, kali ini menjulurkan pisang.

Meski dengan beberapa iming-iming hadiah, Anok tetap saja mengacuhkan baby sitternya dan terus bergelayutan pindah dari dahan pohon yang satu kedahan pohon yang lain. Tak kenal menyerah Misna kembali memanggil Anok.  Teriakan Misna kini mendapat respon dari Anok, namun bukannya turun, Anok malah berpindah ke dahan pohon sambil meraih dahan lapuk kemudian melempari Misna yang terus memanggilnya.

Untung saja Misna sigap sehingga bisa menghindar dahan lapuk yang dilempar Anok. Sikap cuek Anok tidak menyurutkan niat Misna mengajak Anok kembali ke kandangnya bersama teman-temannya yang sudah kembali lebih awal. “Kalau ada yang bolos seperti ini, biasanya ditunggu oleh baby sitternya sampai gelap. Kalau tidur di pohon, baby sitter yang bertugas keesokan harinya harus datang lebih awal sekitar pukul 05.00 pagi” jelas Agung, petugas Humas Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (BOS).

Sore itu, Minggu 21 Februari 2016, sekira empat ekor Orangutan yang tengah menempuh pendidikan di Sekolah Rimba Orangutan Nyaru Menteng melarikan diri dari kandang tempat mereka menempuh pendidikan alam liar.

“Biasanya mereka kembali sendiri kekandangnya. Kalau ada yang lari, ini menunjukkan kemajuan bagi orangutan yang sedang sekolah, karena sifat liarnya mulai muncul” kata staf humas Herman.

Anok merupakan satu dari ratusan orangutan yang sedang menempuh pendidikan alam liar di sekolah  Rimba Nyaru Menteng milik Yayasan BOS. Yayasan ini merupakan pusat rehabilitasi Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus).

Yayasan ini merupakan pusat rehabilitasi  orangutan di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang menampung orangutan sitaan dari masyarakat maupun yang diselamatkan dari musibah seperti kebakaran hutan.

“Di pusat rehabilitasi ini, kami hanya menerima orangutan dari 0 tahun hingga 3 tahun untuk direhabilitasi, kalaupun di atas 3 tahun jumlahnya terbatas” ujar Agung.

Proses rehabilitasi orangutan yang masuk di Yayasan BOS dimulai dengan tahapan karantina. Setiap orangutan yang tiba harus melalui pemeriksaan kesehatan rutin (fisik dan psikologis). Hal ini sangat penting karena orangutan yang diselamatkan kemungkinan besar telah tertular penyakit manusia yang biasanya tidak ditemukan di alam liar.

Tahapan selanjutnya ialah sosialisasi, di tahap ini kera-kera besar Kalimantan ini masuk sekolah mulai jam 10.00  sampai dengan jam 16.00. Bayi dengan umur 0-2 tahun harus mendapat perhatian ekstra dari baby sitter. “Jika ada ada bayi yang sakit baby sitternya harus bersedia menemani layaknya anak sendiri,” ungkap Angung.
Setiap baby sitter bertanggung jawab terhadap 5-7 individu, “ Sekarang terdapat 47 baby sitter yang bekerja di sini, kerjanya 2 shift”, ujar koordinator baby sitter Sri Wahyuni.

Usai melewati tahapan sosialisasi, orangutan selanjutnya memasuki tahap rehabilitasi. Dalam tahapan ini orangutan diajarkan dan dibimbing untuk membangun sarang, memilih pakan alami yang tepat dan mengenali predator alami mereka. Proses ini dimulai di ‘sekolah bayi’ dan berlangsung melalui berbagai tingkat di ‘sekolah hutan’, di mana setiap hari dihabiskan di hutan untuk belajar keterampilan baru. Tahap ini terdiri dari kelas 1 hingga 7.

“Anok berumur sekitar 7-8 tahun, sudah masuk dalam tahap ini” ujar Sri.

Anok sudah masuk dalam tahapan rehabilitasi ini, kebiasaan yang terpantau oleh para baby sitter menunjukkan adanya perkembangan pada Anok, dia sudah pandai memanjat dan bergelantungan di dahan pohon. “Ada kebiasaan buruk Anok masih sering tidur di tanah,” ungkap Herman.

Anok masih harus melewati tahapan ini hingga mahir membuat sarang dan tidur di atas pohon sehingga dia bisa melangkah ke tahap prapelepasliaran.
Di tahapan ini, orangutan  biasanya sudah berumur di atas 7 tahun karena dinilai mulai matang dan mulai mandiri. Ia kemudian  akan di tempatkan di pulau tanpa penghuni.

“Kita punya tiga pulau: Kaja, Palas dan Bagama yang bisa menampung sekitar 121 ekor orangutan,” jelas Agung.

Meskipun sejak didirikan Yayasan BOS sudah melepasliarkan sebanyak 159 orangutan, namun jumlah orangutan di Nyaru Menteng tidak pernah berkurang, malah terus bertambah. Hingga Februari  2016 sudah terdapat  38 individu orangutan yang masuk , termasuk diantaranya 18 anak orangutan yang diselamatkan dari musibah kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi akhir 2015.

Kerberadaan orangutan harus terus dijaga karena berfungsi sebagai jaringan pengikat ekosistem. Orangutan juga disebut sebagai jenis payung, sebab 1-10 orangutan per KM bujursangkar bisa melindungi 5 jenis burung Rangkong, 50 jenis pohon buah-buahan dan 15 jenis pohon lainnya.

Published in ClimateReporter