Oleh Musdalifah Rachim, Wartawan Harian Radar Tanjab, Jambi,
peserta kunjungan kawasan ke Desa Tanjungleban, Riau, Juni 2014
DUA ‘’hantu’’ditakuti warga Desa Tanjungleban. Bukan kuntilanak atau genderuwo,melainkan ketakutan warga atas kebakaran hutan dan lahan serta abrasi pantai. H Atim bersama warganya bertekad memberantasnya dengan bersenjatakan tangkai-tangkai nanas.
Penduduk Desa Tanjungleban hidup awalnya dalam keteduhan hamparan sawit sepanjang mata memandang. Namun peristiwa pahit membuyarkan semua asa, Pada 20 Februari 2014 musibah mengoyak-ngoyak semua hamparan hijau permai itu menjadi lautan api yang tidak terbendung. Entah dia harus pasrah, menangis atau meraung , lelaki ini terjebak dalam kekalutan hati, dia dan warga desanya merintih dalam kepiluan, harta benda berupa hamparan hijau itu, telah lenyap dalam sekejap.
Dia Kepala Desa Tanjungleban H. Atim, nama pemberian sang bunda. Atim tumbuh dan membesar sebagai putra asli Tanjungleban, Kabupaten Bengkalis. Ia diserahi amanah luhur dan tanggungjawab yang tidak ringan sejak menjabat selaku kepala desa 23 Mei 2012.
Kebakaran hebat melanda Tanjungleban 20 Februari 2014. Musibah ini menghancurkan kelapa sawit yang ditanam warganya. Selain gaji selaku kades, H. Atim ternyata memiliki hamparan luas tanaman sawit juga.
Saat disambangi di rumahnya, sang kades ini bersama istri dengan tenang mengisahkan kenangan sedih.
“Dampak kebakaran itu otomatislah membuat masyarakat saya penghasilannya berkurang dan kemiskinanlah yang terjadi. Namun saya dan aparat pemerintah daerah di sini dan masyarakat bertekad mencari solusi,” ujarnya.
Kebakaran dan abrasi dua ancaman alam yang menakutkan. Itu harus bisa dilawan secara terpadu dengan melibatkan warga masyarakat di desa itu dan tentunya dengan dukungan pemerintah daerah Bengkalis, H. Atim menyatakan.
Menghadapi masalah ini, setiap warga masyarakat yang punya lahan di atas 10 hektar harus membuat kantong-kantong air dan membentuk kelompok MPA (Masyarakat Peduli Api). Lebh lanjut, selaku kades, H.Atim brseru agar warganya menanam nanas. “Saya sendiri sudah membuat kebun percontohan penanaman nanas, kebunnya ada di samping rumah,” ungkap lelaki yang oleh warganya disapa dengan panggilan Penghulu, sambil tangannya menunjuk arah kebun percontohan miliknya.
H. Atim mengemukakan nenas secara alami mampu menahan semburan api liar yang menerjang lahan gambut hingga kebakaran tidak terkendali, “Tanaman nanas diyakini mampu sebagai penampung air yang efektif, sehingga kibasan api bisa terelakkan. Saya akan membuat Perdes (peraturan desa) yang mengatur hal-hal mencakup proses hukum yang bisa diambil terhadap pelaku pembakar lahan dan juga solusi mengatasi masalah, dan himbauan terhadap masyarakat untuk lebih cenderung menanam nanas,” kata Kades Tanjungleban.
Mengenai masalah abrasi pantai di desa ini, H Atim mengangatakan telah ada solusi riil dalam penanganan abrasi pantai oleh kelompok aktivis dan peneliti lingkungan dari Universitas Riau yang dimotori Dr. Haris Gunawan.
“Pak Haris dan kawan-kawanlah yang sudah turun ke sini meneliti kerusakan pantai di daerah ini. Dia dan teman-temannya yang tahu apa yang sudah mereka lakukan, sehingga diharapkan upaya penanggulangan kerusakan pantai dengan menanam pohon bisa menjadi solusi dan penanggulangan terhadap kerusakan yang terjadi,” sebutnya.
Published in